BAB 14

26 4 0
                                    

"Makasih, Mas," kata mereka berdua.

"Sama-sama."

Kedai bakso yang jaraknya tak jauh dari sekolahnya itu baru buka sekitar 2 minggu lalu. Zeline kira jam segini tempatnya tidak akan ramai, ternyata malah sebaliknya.

"Jangan pedes-pedes!" seru Saras ketika tangan Zeline mengambil sambal. Gadis itu cuma nyengir tanpa mengalihkan perhatiannya. Saras bisa-bisanya menasehati, padahal dia sendiri juga seharusnya tidak boleh makan terlalu pedas.

"Hubungan kamu sama Kak Caesar gimana, Sar?"

"Gimana apanya?" Gadis berambut dikepang itu malah balik bertanya sembari mesem.

"Nggak usah pura-pura, deh."

"Kamu mau tau?"

Zeline menganggukkan kepalanya.

Saras nyengir yang detik berikutnya mendekatkan wajahnya ke telinga Zeline lalu berbisik, "Aku udah jadian sebenarnya."

Seketika itu juga Zeline tersedak membuat beberapa pasang mata memperhatikannya. Cepat-cepat ia mengambil air putih di hadapannya, lalu meneguknya tanpa jeda. Lagi-lagi Saras jadi salah tingkah sendiri. Malu sekaligus merasa iba karena sudah membuat temannya tersedak, walau pun sebenarnya tidak bermaksud demikian.

Setelah beberapa detik Zeline terkekeh. Kaget juga mendengar teman barunya tiba-tiba sudah resmi berkomitmen. Yang tanpa ia suka sebelumnya, yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mau memperjuangkan, bahkan yang tak pernah ia duga ia bisa memilikinya. Zeline ikut senang mendengarnya, walau sebenarnya dalam hati kecilnya ia merasa ... bagaimana, ya, menjelaskannya. Ini semesta yang tidak adil atau memang Zeline yang tidak pandai bersyukur?

"Maaf, Zel," lirih Saras.

Zeline tergelak. "Nggak apa-apa kali, Sar. Aku kaget aja tiba-tiba denger udah jadian."

"Iya, aku juga nggak nyangka dia bisa secepat itu nyimpan perasaan."

Zeline tersenyum simpul sembari mengangguk-anggukan kepalanya, di sudut hatinya yang paling dalam ia bergumam, gue juga pengin kayak Saras. Walau sebenarnya ia tahu bahwa takdir manusia satu dengan manusia yang lain tidak pernah sama. Sambil terus menyantap bakso, Saras menceritakan semuanya dengan ekspresi sumringah yang belakangan ini sudah tidak benar-benar Zeline rasakan.

Dari tadi gadis itu mencoba untuk benar-benar menikmati momen makan bakso ini ternyata tetap tidak bisa. Pikirannya terus melayang tentang harus bagaimana lagi ia ke depannya. Isi hati Fahlepi yang sudah ia ketahui bertolak belakang dengan yang diharapkannya adalah masalahnya saat ini. Masalah yang benar-benar membuatnya gobar hati. Bahkan ternyata, Saras sudah menyadari raut wajah Zeline yang kelihatan sedang banyak pikiran. Tapi, gadis itu tetap mengelak dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Sampai beberapa detik berikutnya ia bertanya, "Sar, sebenarnya Kang Fahlepi ke mana, sih?"

Saras yang mendengar itu refleks membuka mulut dan matanya lebar-lebar.

[][][][][]

Sudah lima jam gadis berambut sebahu itu mengurung diri di kamar. Selepas makan bakso tadi siang ia belum makan apa-apa lagi sampai sekarang. Yang dilakukannya hanya diam, menatap kosong ke arah kaca jendela yang barangkali ada seseorang tiba-tiba muncul lalu mengatakan bahwa laki-laki yang dicintainya bisa membalas dengan perasaan yang sama detik itu juga. Setengah dari dirinya sudah gila dengan semua ini. Sedang sisanya sudah benar-benar lelah.

Sampai kapan ia harus di hadapakan dengan perasaan yang sudah melebihi batas normal ini? Sampai kapan ia harus bertahan menerima ketidakadilan semesta? Kenapa semesta seolah-olah senang membuatnya gila karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan? Kenapa semesta tidak mengijinkan cowok itu untuk bisa ia miliki? Kenapa? Siapa yang tahu jawaban dari semua pertanyaan itu?

TITIK BALIK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang