Cukupkanlah ...
Ikatanmu ...
Relakanlah yang tak seharusnya untukmuCukupkanlah ...
Ikatanmu ...
Relakanlah yang tak seharusnya untukmuLagu Sulung milik Kunto Aji itu mendominasi kamar Zeline. Lagu itu seakan diciptakan hanya untuknya, hanya untuk gadis yang merasa tak rela melihat seseorang yang disayangnya dengan orang lain. Padahal kalau dilihat lagi, seharusnya ia tidak boleh merasa seperti itu. Toh memang dia siapanya?
Menerima semua ini tidak sesederhana kedengerannya. Yaudahlah ikhlaskan. Masih banyak yang suka sama lo, kenapa harus mengharapkan dia? Lo berhak bahagia, Zeline. Besok pasti lupa, udah nggak apa-apa. Tidak. Tidak seenteng yang kalian katakan. Zeline memang berhak bahagia. Tapi, bagaimana jika bahagiannya ia taruh pada raga lain yang bahkan sama sekali tidak memperdulikannya?
Sebentar lagi matahari akan kembali ke peraduannya, tapi yang ia lakukan hanya terus memikirkan, "kenapa gue nggak bisa sama-sama sama dia?" sembari terus menangis yang entah sampai kapan akan berhenti. Mungkin ini keadaan terbaik sekaligus terburuk yang harus dirasakan. Baiknya, semesta sudah menunjukan bahwa Fahlepi memang tidak akan pernah bisa untuknya. Buruknya, ekspektasi yang kesekian kalinya lagi-lagi dijatuhkan.
Semuanya memang lagi-lagi hanya tentang ekspektasi. Ekspektasi Zeline terhadap cowok itu amat sangat tinggi. Angan-angannya kerap kali di luar kendali. Intinya segala yang ada dalam isi kepala, harus dimiliki di dunia nyata.
"Hei, mau sampai kapan?" tanyanya pada diri sendiri ketika kali ini ia sedang bercermin. Barangkali kalau diperjelas pertanyaannya seperti; hei, mau sampai kapan mengharapkan seseorang yang tidak mengharapkanmu.
Menangislah. Sampai kamu lapang hati menerima kenyataan yang lagi-lagi tidak sesuai rencana.
[][][][][]
Flashback on
"Wa," panggil Fahlepi ketika Dewa hendak membuang sampah. Yang dipanggil pun menoleh lalu menyahut, "Iya, Fah. Nanti istirahat pertama gue traktir batagor Teh Eda nya. Sekarang masih pagi."
Fahlepi menggelengkan kepalanya. "Gue manggil lo bukan karena itu."
"Heh? Terus apa?"
"Duduk, duduk." Fahlepi menarik lengan Dewa untuk duduk di sampingnya.
"Bukan mau ngobrolin traktiran, ya?"
"Bukan, Wa. Duh, gue bingung ngomongnya," ucap Fahlepi sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Yaelah, ngomong aja kali, Fah."
Kemudian Fahlepi mengubah posisi duduknya. Mencoba sedikit lebih tenang, karena tidak tahu kenapa tiba-tiba deg-degan. "Lo sama ...."
Dewa menautkan kedua alisnya. "Sama apa?"
"Lo sama ... sama Dewi pacaran udah berapam lama?"
Tiba-tiba Dewa terkekeh pelan. "Baru 1 bulanlah. Kenapa?"
"Oh."
Yang sudah diracancang di kepala padahal sudah sempurna. Tinggal pinjam waktu Dewa sebentar, ajak ngobrol dan langsung to the point. Tapi ini ... kenapa tiba-tiba jadi ragu. Atau seharusnya perkara ini tidak perlu dibicarakan? Duh, bagaimana, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK BALIK
JugendliteraturTernyata tak mudah mendapatkan hati seseorang yang juga disukai banyak orang. Herannya dari ratusan siswa di sekolahnya, mengapa hanya ketua osisnya itu yang dia cintai. Dia sendiri bahkan tidak mengerti, mengapa hatinya bisa sejatuh itu padanya. D...