33.

979 129 8
                                    

Malam ini, Taeyeon berjalan menaiki anak tangga untuk pergi ke kamar putranya, dengan nampan berisi makan malam di atas tangannya. Sedari pagi pria itu tidak keluar kamar. Entah apa yang terjadi padanya, ia tak tahu.

Setelah sampai, ia menaruh nampan tadi hanya di atas tangan kirinya. Lalu, ia mengangkat tangan kanannya untuk memutar knop pintu. Pintu pun terbuka, dengan pemandangan yang membuatnya bertanya-tanya.

Ia pun berjalan menghampiri putranya yang tengah tertidur menyamping di atas ranjang dengan tubuh yang dibalut oleh selimut tebal berwarna hitam. Setelah menaruh nampan tersebut di atas nakas, Taeyeon pun duduk di bibir ranjang. Lalu, menepuk punggung Jaehyun pelan.

"Kamu kenapa?" tanyanya dengan begitu lembut.

Tak lama kemudian, Jaehyun terbangun dari tidurnya. Dan merubah posisi tidurnya menjadi duduk, dengan punggung yang disandarkan di kepala ranjang. Jaehyun tersenyum tipis, dengan pikiran yang bercampur aduk.

"Yang ada itu Mamah. Mamah ngapain ke sini?" tanya Jaehyun dengan sedikit penakanan.

Ia menatap sekilas ke arah Taeyeon yang seperti sedang mencerna perkataannya. Lalu, kembali menutup kedua bola matanya.

Taeyeon mengerutkan keningnya, ia sedang mencerna pertanyaan yang diajukan oleh putranya.

"Maksud kamu apa, Jaehyun? Mamah ke sini itu khawatir sama kamu. Kamu belum makan dari pagi, dan malah tidur terus," sahutnya.

Jaehyun tersenyum kecil seakan mendengar jawaban dari ibunya adalah pernyataan yang konyol.

Ia menghembuskan napasnya, lalu kembali bertanya, "Siapa yang bakal nafsu makan? kalau orang tuanya sendiri yang mutusin tali kebahagiaan anaknya sendiri."

Karena malas berdebat dengan ibunya, Jaehyun pun menarik kembali selimut tebal itu, lalu kembali menutup seluruh tubuhnya.

Taeyeon terdiam, ia tengah mencerna apa yang dimaksud oleh putranya. Siapa yang Jaehyun maksud sudah memutuskan tali kebahagiaannya? Justru dirinya sendiri sedang mencoba untuk menggulung sebuah tali kebahagiaan untuk putranya, dengan cara menjodohkannya dengan perempuan yang menurutnya bisa membahagiakan putranya.

"Jadi kamu marah ceritanya? Gara-gara kejadian beberapa hari yang lalu?" tanyanya dengan nada yang sedikit membentak putranya. Kemudian, ia kembali melanjutkan pembicaraannya setelah memberi jeda sebentar, "Mamah pikir nggak ada yang salah sama yang mamah omongin ke dia. Dianya aja yang cepet bawa perasaan. Tapi... wajar dia bawa perasaan, orang dia ngerasa sendiri."

Jaehyun menarik napas kasarnya, lalu kembali membuka selimut tebal yang sudah menutupi tubuhnya. Taeyeon sempat terkejut karena putranya yang tiba-tiba membuka selimut dengan kasar.

Ia menatap wajah ibunya dengan tajam. Bahkan, ia sedang mengepalkan kedua tangannya karena menahan emosi pada ibunya.

"Jadi maksudnya, Mamah bilang ke dia itu bener, gitu? Kayaknya Mamah udah banyak diracunin omong kosong Yeri, sampe berani hina orang yang nggak tau apa-apa," jelasnya dengan kesal.

Jaehyun mengacak-ngacak rambutnya yang sama sekali tidak gatal. Berbicara dengan ibunya sama sekali berbicara pada pohon tua yang sudah tumbang. Jika saja Yeri adalah seorang pria, mungkin Jaehyun sudh berad di dalam tahanan karena sudah membuat gadis itu babak belur.

"Mah, inget nggak sih apa yang Mamah bilang ke aku dulu? Mamah bilang suka sama Rosè, dan sampai kapanpun Mamah nggak mau dia jadi menantu orang lain. Mamah deket banget sama dia dulu waktu kita masih duduk di bangku SMA. Tapi, kenapa sekarang Mamah kemakan omongan cewek yang sama sekali Mamah belum kenal jauh. Oke aku ngerti. Saham perusahaan jadi taruhannya sekarang, kalau aku nolak perjodohan ini.

Tapi Mah, aku mohon sama kalian berdua—ibu dan ayahnya, aku juga mampu milih kebahagiaan aku sendiri tanpa campur tangan orang tua. Sekarang... Rosè pergi ninggalin aku untuk kedua kalinya. Dia pergi dibawa tante Yoona ke Australia. Aku ngeliat dia sedih banget denger hinaan yang Mamah kasih sama Rosè. Mah, malu sama tante Yoona karena ulah Mamah," jelas Jaehyun dengan menahan rasa sesak di dadanya.

Ia pun kembali menutup selimut tebalnya, lalu memejamkan matanya. Ketika rasa itu kembali hadir. Rasa kehilangan, kesedihan, kebodohan, kekacauan, kesepian, semua bercampur menjadi satu. Bahkan, ia menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit, dan isakannya yang tak mau di dengar oleh ibunya.

Taeyeon terdiam, tatapannya menjadi kosong. Yang dikatakan oleh putranya... tidak, dia salah. Putranya salah. Dia tak megerti bagaimana sedihnya perasaan seorang ibu ketika melihat putranya bersedih. Tetapi, dia tak sepenuhnya salah.

Selama ini Jaehyun terlihat sangat terpukul karena kehilangan Rosè, dan setelah dia kembali ia melihat cahaya kebahagiaan pada diri putranya. Dan karena... omongan Yeri yang mengatakan bahwa Rosè gila dan sebagainya, dirinya malah mempercayai itu, dan malah terhasut bersama dengan suaminya ke dalam omongan kosong gadis itu.

Taeyeon melihat ke arah putranya yang terbalut selimut tebal. Seketika air matanya jatuh tanpa meminta izin terlebih dahulu padanya. Dengan refleks tangan kanannya terangkat, dan mulai membelai salh satu anggota tubuh putranya yang ia tebak adalah kepalanya.

"Ma-maaf...," ucapnya yang sedikit bergemetar. Karena tidak tahan, akhirnya ia beranjak untuk pergi keluar kamar putranya, dan berlari menuju kamar miliknya dengan air mata yang terus jatuh membanjiri wajahnya.

***

Alice berjalan menghampiri Rosè yang sedang duduk di sebuah sofa yang ada di dalam kamarnya. Tatapannya terus lurus pada bulan yang terus menyinari gelapnya gulita di tengah malam ini.

Saat dirinya akan duduk di samping gadis itu pun terhenti, karena Rosè mencegahnya dengan mengatakan, "Gue lagi nggak mau diganggu."

Kalimat itu yang membuatnya terdiam, bahkan membatu di tempat. Ia pun hanya menghela napas beratnya, dan menatap punggung gadis itu yang ia tebak masih melihat sang bulan.

"Gue minta maaf soal Yeri yang terus hasut orang tua Jaehyun," ucapnya yang sangat merasa bersalah. Dan karena kebodohannya itu memaksa Rosè untul membuat jarak di antaranya.

Rosè membalikkan tubuhnya yang membuat mereka berdua saling bertatapan. Ia tersenyum miris, lalu mengatakan, "Kata maaf pun nggak bisa ngerubah apapun. Harusnya gue yang nyadar diri, karena keadaan gue yang kayak gini bikin tante Taeyeon benci sama gue," setelah menahan isakannya, Rosè kembali melanjutkan perkataannya, "Gue pengen ada orang yang ngerti, kalau gue juga nggak mau gila kayak gini!"

Alice kembali terdiam, bahkan kedua tangannya menjadi dingin karena terkejut ketika Rosè berteriak padanya. Tanpa berpikir panjang, ia pun menghampiri Rosè yang kembali menangis dengan wajah yang sengaja di tutup oleh kedua tangannya.

Namun, langkahnya terhenti ketika Rosè mencegahnya untuk terus dekat dengannya.

"Gue bilang lagi nggak mau di ganggu!" teriaknya lagi yang mampu membuat Alice beranjak pergi meninggalkan Rosè dengan air mata yang mulai menetes.

Setelah menutup pintu kamar Rosè, Alice menyandarkan punggungnya di depan pintu. Ia menghapus air matanya yang mengalir di kedua sisi pipinya.




Bobrok-Jaeros ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang