"Jasmine" Panggil Donghae kepada putrinya yang baru saja pulang, Jasmine langsung menghapiri ayahnya yang sedang duduk di kursi dan mengisyaratkan ada apa.
"Kamu udah ketemu sama Jasslie ? Papa denger dia tinggal di kota ini" Jasmine langsung kaku setelah mendengar apa yang telah diucapkan Donghae. Rasa sesak yang kembali hadir bersamaan dengan air mata kesedihan yang paling ia benci.
"Jasmine, kamu kenapa nak ?" Donghae mengerutkan keningnya seperti mencari jawaban dari putrinya. Jasmine langsung memeluk erat tubuh ayahnya dan menumpahkan semua air mata yang sudah membendung, ia tidak tahu harus menjawab apa sekarang.
Jasmine bimbang antara memberitahu segalanya atau tidak sama sekali, rasanya ia ingin merubah takdir ketika mengingat perjanjian kala itu. Ia ingin memberitahu semua orang tentang sebuah kebenaran yang ia tutup rapat-rapat selama ini dengan susah payah. Tapi, ini bukan waktu yang pas untuk memberitahu segalanya karena dirinya sudah menyetujui perjanjian.
"Aku belum ketemu Jasslie pa" Ia terpaksa berbohong, ia sangat menyesal mengatakan itu semua, tapi apa boleh buat ini bukan waktunya untuk memberitahu ayahnya.
"Mungkin sekarang kita gabisa ketemu sama Jasslie, siapa tau besok kita ketemu" Jasmine hanya bisa mengangguk dan mencoba untuk tersenyum walaupun kenyataannya ia sedang tidak baik-baik saja. Jasmine langsung pamit lalu pergi ke kamarnya dan mengunci pintu.
Rasa sesak dan penyesalan terus hadir yang selalu menghantui pikirannya. Ia langsung berdiri di depan cermin menatap dirinya sendiri mengingat perjanjian yang seharusnya tidak ia setujui kala itu, mungkin saudarinya masih ada di sampingnya. Ia sudah tidak kuat membendung air matanya, ini sangat sakit untuk di tutupi.
"Harusnya waktu itu lu enggak bikin perjanjian ini, andai gw tau kondisi lu waktu itu, gw pasti larang lu buat lakuin itu" Tangisnya kembali pecah di sela-sela ia berbicara di depan cermin seakan-akan ia menceramahi saudara kembarnya.
"Lu bilang cuma 1 minggu, gw udah nungguin lu pulang sampai detik ini lu belum pulang juga. Lu malah pulang ke hadapan Tuhan, lu udah janji sama gw bakal kabur berdua dan mulai hidup yang baru bersama. Mana janji lu ?" Ia langsung terduduk mengingat janji yang telah sauadara kembarnya buat, pertemuan pertama kali baginya dan harus berujung kembali dengan air mata.
Pertemuan yang hanya sekali dalam hidup mereka, namun sangat berharga baginya. Tidak ada lagi saudara kembar, padahal ia sangat ingin meniup lilin ulang tahun bersama, namun kali ini semua itu hanyalah angan.
"Mama, aku kangen. Gimana kabarnya sekarang ?" Disaat merindukan ibunya yang hanya ia lakukan adalah memeluk tubuh kecilnya dan berkhayal sang ibulah yang memeluknya.
"Maafin aku, gara-gara ini kamu jadi terpuruk dalam kesedihan. Aku jauh lebih sedih daripada kamu, jangan sedih terus aku enggak pernah pergi" Ucapnya menahan tangis dan mengusap sebuah poto yang ia pegang, tidak mudah baginya untuk menjalankan semua ini, karena bukan hanya ia saja yang menderita bahkan orang-orang disekitarnya pun ikut merasakan.
"Aku harus bilang apa sama papa ? Aku gamau liat dia sedih kalau aku bilang yang sebenarnya"
Sekeras apapun dirinya berusaha untuk melupakan hasilnya tetap sama. Kenangan yang terlalu indah untuk dilupakan selalu menghantui pikirannya, kenangan yang terukir indah di hari-hari itu. Sudah bertahun-tahun ia mencoba namun tetap tidak bisa melupakan orang yang telah menjadi sebagian hidupnya.
Mengapa semua ini terjadi padanya ? Jaehyun tidak tahu jalan mana yang harus ia langkahi untuk tidak berlarut dalam kesedihan, begitu banyak jalan sehingga sulit baginya untuk memilih.
Saat bertemu dengan Jasmine, Jaehyun sedikit kehilangan beban hidup. Wanita yang sama persis dengan Rosè, membuatnya bangkit dari jurang yang sangat dalam. Tidak, Jaehyun tidak mencintai Jasmine. Jaehyun sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjadikan Rosè sebagai wanita terahir yang mengisi hatinya.
Sebaik dan secantik Jasmine tidak membuat Janjinya goyah, mungkin hati Rosè saat ini merasa sedih karena Jaehyun terlihat akrab dengan wanita yang memiliki wajah yang sama, pikir Jaehyun.
Dia tidak bisa menangis lagi, sudah cukup tangisnya atas kepergian Rosè, ia harus terlihat kuat untuk Rosè dan orang-orang di sekitarnya. Ia tidak peduli dengan perkataan orang tuanya yang menyuruhnya mencari wanita lain, ia lebih memilih hidup sendiri dan terus bermimpi tentang Rosè yang selalu menceritakan kebahagiaannya di surga.
Tapi mengapa setiap kali dirinya bersama dengan Jasmine, hati Jaehyun selalu mengatakan bahwa itu adalah Rosè. Setelah mengingat 3 tahun yang lalu ia kembali sadar, Rosè sudah berada di sisi Tuhan, lebih baik seperti itu daripada ia melihat Rosè kesakitan melawan penyakitnya.
"Rosè i really miss u" Gumamnya dan memcoba untuk tertidur agar ia sedikit lupa dengan dunia yang perlahan membuatnya tersiksa.
"Rosè, mamah mimpiin kamu lagi. Kamu baik-baikan di sisi Tuhan ? Bilangin sama Tuhan maaf mamah belum bisa ikhlasin kamu. Rasanya berat kehilangan putri satu-satunya. Mamah udah berusaha buat enggak nangis lagi demi kamu, tapi mamah cengeng banget nak". Gumamnya, ia selalu terbangun tengah malam, setelah mendengar dari putranya bahwa ada wanita yang mirip dengan putrinya Yoona selalu bermimpi tentang Rosè, kadang putrinya menangis kesakitan kadang juga tertawa bersamanya.
Seorang ibu mana yang siap kehilangan putrinya, rasanya hidup ini seperti mimpi. Dengan cepat putrinya pergi tanpa pamit kepadanya.
Setiap kali mengenang masalalu tentang kebersamaan dengan putrinya, ia kembali menangis. Ia tidak menyangka jika secepat ini Tuhan mengambil putrinya, ia tidak bisa melawan apa yang sudah di takdirkan oleh sang maha pencipta.
Dulu, saat ia jauh dari putrinya Yoona selalu cemas dan berusaha menghubunginya lewat telepon. Sekarang, hanya do'a lah yang menjadi komunikasi dengan putrinya.
"Nak, kamu enggak nakal kan ? Gimana camp nya ? Kamu seneng ?" Yoona sangat mencemaskan putrinya, baru saja 2 jam Rosè pamit untuk ber camp namun Yoona merasa sangat cemas karena putrinya masih kecil.
"Mamah, aku baik-baik aja ! Jangan malu-maluin aku di depan Bu guru, nanti dia repot kalau harus di telepon terus sama mamah" Yoona bernafas lega, dan ia sedikit tertawa karena omelan putrinya yang kesal, bagaimana tidak khawatir Rosè masih berumur 6 tahun dan menangis ingin ikut serta kedalam acara sekolahnya.
"Maafin mamah, yaudah hati-hati ya ! Jangan bikin onar nanti mamah enggak bakal ngijinin kamu ikut camp di sekolah lagi"
"Sudah aku bilang aku baik-baik saja huh mamah ini terlalu bawel" Rosè langsung mematikan teleponnya karena jika tidak, ibunya akan terus menanyakan sesuatu dengan sangat banyak.
Yoona tersenyum pedih ketika mengingat kenangannya bersama Rosè, yang selalu membuatnya jengkel. Tapi sekarang Yoona merindukan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bobrok-Jaeros ✔️
AléatoireTerkadang, setiap masalah dalam sebuah hubungan itu datang dari luar. Sebagaimana, kisah dua orang yang saling mencintai ini. Haii, ini karya pertama aku di sini. Jadi, mohon maaf banyak penulisan yang salah di awal chapter. ^^ Aku harap kalian ngga...