Hari demi hari Megan terus memberikan respons yang baik. Keadaannya sudah lebih baik dari kemarin, bahkan sudah bisa di ajak bicara. Hanya saja, Megan sendiri lupa kalau dia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan dirinya berada di rumah sakit seperti ini. Dia tidak ingat kalau hari itu mobilnya terguling sampai beberapa meter jauhnya dan membuat dirinya terluka parah. Megan tidak ingat apapun soal kecelakaan yang menimpanya hari itu, dia juga tidak ingat kalau hari itu pula ia akan datang ke Jakarta untuk bertemu dengan Mora.
Mora bertekad ingin menjelaskan semuanya hari ini setelah jam makan siang, menjelaskan semua hal yang beberapa hari ini Mora pikirkan dari dirinya. Sebenarnya Mora takut untuk mengungkitnya, takut kalau Megan akan menyalahkannya atau mungkin tidak sama sekali. Mora jelas sekali sedang menyalahkan dirinya sendiri, karena kalau saja hari itu Megan tidak pergi untuk menyusulnya ke Jakarta, dia tidak akan seperti ini. Tidak akan ada bekas jahitan di kepalanya, rambut Megan mungkin masih setebal dulu, tidak seperti sekarang yang sudah hampir botak karena bekas operasi itu, dan mungkin tubuhnya tidak akan memar-memar seperti ini. Mora masih saja menyalahkan dirinya sendiri walaupun Megan saja lupa akan hal itu.
"Masih laper, nggak? Mau nambah lagi?" Mora bertanya sembari menyimpan mangkuk yang berisi makan siang Megan di atas meja. Kemudian dengan sigap ia memberikan air minum pada Megan setelahnya.
"Udah cukup, sayang.." Jawab Megan membuat pipi Mora memerah.
"Jangan panggil aku kayak gitu.." Balas Mora salah tingkah, "Yah, walaupun aku udah lama nggak denger kamu panggil aku sayang. Tapi— Renatha tetaplah masih jadi calonmu.."
Megan menggeleng pelan, "Yang Megan ingat cuma mencintaimu. Bukan dia. Bukan juga orang lain.."
"Iya, tapi orang yang kamu cinta yang membuatmu celaka.."
"Hm?" Megan terlihat mengingat sesuatu, "Jujur aja, Megan nggak tahu apa-apa soal kenapa Megan bisa ada di rumah sakit ini. Papa bilang, Megan kecelakaan karena ingin menyusul kamu ke Jakarta. Megan nggak ingat soal kecelakaan itu sama sekali.. bagaimana mobil Megan bisa terlempar sejauh itupun Megan nggak ingat apa-apa. Bahkan nggak ingat kalau hari itu Megan mau ke Jakarta.."
"Iya.. akulah yang membuat kamu ada di rumah sakit ini.. kamu ingin menyusul aku ke Jakarta karena— karena kita ingin berjuang sama-sama. Memperjuangkan cinta kita berdua. Agar kamu nggak menikah dengan— dengan—" Mora bahkan tidak dapat menyebut namanya sekarang.
"Megan mungkin lupa soal kecelakaan itu dan soal ingin menyusul kamu kesana. Tapi, satu hal yang perlu Mora tahu.. Megan nggak pernah lupa sama tujuan Megan sendiri. Megan nggak lupa kalau Megan ingin memperjuangkan kamu.." Jawab Megan, satu tangannya menggenggam tangan Mora.
"Tapi— kalau aja hari itu kamu nggak pergi untukku, kamu nggak akan ada disini sekarang. Lihat kamu, kamu seperti ini sekarang karena aku. Aku yang sudah membuat kamu terluka bahkan mungkin hampir meninggalkan dunia ini.. ini semua karena aku.." Mora menundukkan wajahnya menangis. Ia bahkan takut untuk menatap mata Megan sekarang.
"Kenapa kamu bilang kayak gitu, Ra?" Megan berusaha menjelaskan, "Ra.. ini semua bukan salah kamu.. Megan aja tidak merasa menyesal akan hal itu. Apa yang di lakukan Megan adalah hal yang benar, Megan tidak mungkin melakukan hal yang salah. Lagipula, Megan tidak pernah melakukan sesuatu karena terpaksa. Megan pasti melakukannya karena keinginan sendiri. Jadi, Megan tidak mungkin menyalahkan Mora atau siapapun. Kecelakaan ini murni memanglah salah Megan.. Jangan pernah salahin diri kamu sendiri Ra.. Megan nggak suka dengernya.."
Mora menangis terharu saat mendengar jawaban dari Megan. Ia bahkan tidak bisa membalasnya dengan kata-kata. Mora hanya bisa menangis sampai akhirnya satu tangan Megan berusaha menghapus air mata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mora & Megan 2
Любовные романыMora dan Megan terpaksa harus menjalani Long Distance Relationship saat Mora harus menempuh S2 di Kota Jakarta. Sementara Megan harus menetap di Bandung karena harus mengurus bisnisnya dengan 'Destroyer'. Janji mereka, keinginan mereka, begitu tersu...