Chapter 21 - Sahabat Terbaik

2K 141 64
                                    

Mengingat kejadian malam kemarin, membuat Mora menjadi seorang yang tidak banyak bicara. Setelah kejadian itu, Mora belum mau bicara banyak dengan Alivio, ia seringkali menangis di telepon meminta saran dari dua sahabatnya yang berada di Bandung, Rachel dan Clara. Untung saja Mora masih mempunyai sahabat yang sangat bisa ia percaya dan mengerti keadaannya. Kalau tidak, mungkin saja Mora bisa menjadi seorang yang sedang depresi karena masalah ini.

Setelah pulang dari kampus, Mora langsung saja berjalan sendirian menuju halteu, mencari bus untuk pulang. Dia benar-benar tidak ingin menemui Alivio dari semalam karena kejadian itu. Entah kenapa, Mora seperti ini— menjaga jarak dengan Alivio. Setelah lima belas menit menunggu, tiba-tiba saja datang mobil sedan berwarna hitam dan berhenti tepat di hadapannya. Di dalam hatinya Mora langsung merasa senang, karena berpikir Megan masih berada di Jakarta saat ini untuk bertemu dengannya, "Megan?!" Serunya.

"Pesan taksi, kak?" Tanya seseorang dari dalam. Begitu Mora melihat ke arah dalam mobil itu, senyuman langsung terukir di wajah Mora.

"Kelvin? Kok kamu bisa disini?" ucap Mora.

Kelvin hanya tersenyum, "Udah sini masuk dulu! Kita perlu ngobrol banyak nih!"

Tanpa harus berpikir panjang, Mora langsung saja masuk ke dalam mobil. Begitu ia mendaratkan tubuhnya di jok mobil, Mora langsung memeluk erat salah satu sahabatnya itu, "Vin! Gue kangen banget sama lo!"

Kelvin pun membalas pelukan itu, "Gue juga kangen kok, Ra.."

Tak lama Mora menangis dalam pelukan Kelvin, "Megan, Vin.. ini semua salah gue."

"Shush! Jangan dulu cerita, pending dulu ya sampai tempat makan, gue belum makan apa apa nih dari pagi, bisa mati!" Seru Kelvin lalu melepaskan pelukan itu dan langsung menancapkan gasnya pergi dari sana.

Entah apa yang ada dari diri Kelvin, berkata seperti itu saja membuat Mora bisa tertawa. Setelah mengelilingi kota Jakarta, akhirnya Kelvin memarkirkan mobilnya di salah satu restaurant Korea yang ada di kota itu. "Yuk, semangat makan yang banyak, Ra! Kapan lagi di bayarin sama lo kan?"

Mora langsung saja membulatkan matanya, "Kok gue sih, Vin?!!"

Kontan saja Kelvin tertawa terpingkal-pingkal, "Iya gue yang bayar, masa nyuruh lo yang bayar. Kapan juga gue di bayarin cewek? Gengsi kali!"

"Cowok kayak lo punya rasa gengsi juga ya, Vin?"

Mendengar itu, Kelvin langsung saja menatap nanar Mora, "Sembarangan lo! Dipikir gue cowok apaan kagak punya gengsi! Ayo tutun! Eh turun!"

Mora kembali tertawa, "Bego, nggak cuma ngetik, ngomong langsung aja bisa typo! Nggak pernah berubah ini orang satu!"

Setelah memesan makanan dan duduk di spot paling nyaman di restaurant itu, Kelvin langsung saja menyulut rokoknya dan bertanya to the point pada Mora, "Jadi gimana? Lo mau cerita apa sama gue?"

"Gue— kemarin bohong sama Megan, Vin.."

"Bohong soal?"

"Perasaan gue," Jawab Mora jujur.

Kelvin berdecak, "Suruh siapa?"

"IH KELVIN!" Sentak Mora, "Ya nggak suruh siapa-siapa, kemarin gue suruh dia pergi.. gue juga bilang gue cinta sama orang lain, tapi gue juga nggak tahu kenapa gue bohong segala soal itu! Gue cuma— nggak mau Megan kayak gini karena gue. Kalau memang pernikahan itu harus ada, gue mau yakinin dia juga diri gue kalau semuanya bakalan baik-baik aja."

"Baik-baik aja? Yakin?" Tanya Kelvin, "Apa yang lo harapkan waktu lo bohong soal perasaan lo? Lo bukannya buat Megan balik sama lo, dia malah makin pergi dari lo, Ra. Ngerti?"

Mora & Megan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang