Rasanya sudah tak terhitung lagi seberapa banyak hal yang bisa Seungwoo keluhkan selama menjadi ketua inti remaja masjid Brokoli Ijo. Banyak. Banyak banget.
Walaupun Seungwoo masih belum menjabat terlalu lama, belum sampai tiga bulan sejak pemilihan, masalah yang datang sudah cukup bikin lelah, fisik dan batin, dan masalah itu datang dari anggotanya sendiri.
Kalau mau Seungwoo sebutkan satu-satu, sepertinya daftar masalah yang pernah dilakukan dua puluh dua anggotanya tidak terhitung lagi.
Misalnya saja, satu minggu sejak kunci ruang markas anggota di halaman samping Masjid Tombo Ati berpindah tangan pada kepemimpinan yang baru, tiba-tiba saja Seungwoo di panggil sama Pak Bro, Lurah Brokoli Ijo. Seungwoo kira apa, mungkin ada acara baru yang harus diambil alih oleh anggota remaja masjid, atau Pak Bro hanya sekedar ingin mengobrol dengan Seungwoo terkait dengan agenda remaja masjidnya.
Tapi, ternyata, datang-datang ke kantor kelurahan, sekretarisnya Pak Bro langsung marah-marah ke Seungwoo,
"Woo, tolong bilangin ke anggotamu ya, Pak Bro bilang, kalau ada yang dibutuhkan terkait kegiatan remaja masjid bisa minta datang ke kantor, bukan berarti dateng terus ngambil gitu aja."
"Gimana?" Seungwoo gak ngerti, soalnya sekretarisnya Pak Bro marah-marahnya gak jelas.
"Masa TV sama kipas angin punya kantor dibawa, terus dipindahin ke markas remaja masjid. Mana gak ijin ke Pak Bro lagi."
Dan Seungwoo cuma bisa bilang maaf, setelah mengetahui kalau Dongpyo, Junho, Yuri, sama Wonyoung yang kemarin datang gitu aja, terus ngangkut barang seenaknya.
Katanya, "Bosen, Pak Bos, kalo lagi di markas gak ada hiburan, boro-boro WiFi, TV aja gak ada, mana panas banget lagi, ini markas remas apa neraka, sih?"
Untung Pak Bro pada akhirnya membiarkan TV dan kipas angin kantor untuk dipakai di markas.
Terus pernah juga, gak tau gimana ceritanya, waktu Seungwoo baru selesai tadarus Al-Qur'an di Masjid Sobat Gurun Village, Seungwoo langsung dihampiri sama Hitomi yang lari-larian,
"Pak Bos, gerbang belakang dirobohin sama Bang Hangyul!"
Seungwoo kira Hitomi cuma bercanda, cuma melebih-lebihkan sesuatu. Ternyata semua benar adanya. Gerbang belakang setinggi dada itu roboh, jatuh tergeletak tak berdaya.
"Gyul, ini pager lo apain, sih?" Seungwoo heran.
"Bukan gue, ini tadi Yohan ngajakin latihan taekwondo, eh pagernya ketendang, ya roboh."
Yohan seakan tak mau disalahkan langsung mengelak, "Salahin pagernya aja, Pak Bos, emang udah tua udah rapuh, udah waktunya diganti."
Dan akhirnya, Seungwoo harus keluar uang buat gantiin pagar gerbang belakang yang rusak.
Pernah juga, malam-malam beberapa dari anggotanya tiba-tiba saja menghilang, padahal saat itu masih pagi buta, bahkan belum waktunya sahur. Jam masih menunjukkan pukul satu dini hari, dan mereka yang tak berada di tempat tidurnya masing-masing, juga tak ditemukan di kamar mandi atau di mana pun di sekitaran ruang tidur.
Setelah sekian lama dicari, ternyata Hyewon, Minhee, Sakura, Wooseok, Yena dan Yujin ada di depan ruang kerjanya Pak Anjaya, jongkok berjejer dengan memegang HP masing-masing.
"Dicariin dari tadi, kirain ngilang ke mana, malah ngejongkrok di sini. Ngapain?"
"Mabar, Pak Bos, numpang WiFi nya Pak Anjaya."
Seungwoo cuma bisa mengelus dada, menahan amarah.
Sudah bikin heboh satu Sobat Gurun Village, tapi ujungnya begini. Konyol memang.
Dan, siapa yang disalahkan atas semua masalah yang terjadi? Tentu saja Seungwoo. Tentu saja pemimpin yang selalu bertanggung jawab dengan segala permasalahan yang disebabkan anggotanya.
Menyerah? Tentu saja pernah terlintas. Setidaknya, satu kali dalam sehari Seungwoo sudah mencapai batas kesabaran. Rasanya mau resign saja.
Tapi, kalau bukan Seungwoo, siapa lagi yang mampu?
Terlebih, karena ada Eunbi di sini.
Hehehehehehehehe..
Maaf, kalau kesannya Seungwoo mengambil kesempatan dalam kesempitan. Tapi, saat-saat seperti ini benar-benar berguna untuk lebih mendekatkan dirinya dan Eunbi.
Seungwoo sebenarnya sudah lama mengenal Eunbi, sejak jaman kuliah dulu. Tapi, memang keduanya tidak dekat, hanya sekedar tau nama satu sama lain, dan saling menyapa sesekali.
Seungwoo sudah lama menaruh ketertarikan pada Eunbi. Karena menurutnya, Eunbi itu benar-benar cerminan wanita mandiri, yang bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, teguh dengan pendiriannya, juga tak mudah menyerah dengan apa yang ia usahakan.
Aura bossy gadis itu begitu kuat, sampai membuat orang-orang di sekitarnya segan. Kalau kamu tidak bisa menandingi ekspektasi Eunbi, siap-siap saja tunduk padanya.
Tapi, ketertarikannya hanya harus berujung rasa kagum. Karena Eunbi sudah punya pawang.
Seungwoo mundur alon-alon.
Tapi, sekali lagi, jodoh tak akan ke mana. Suatu hari, tiba-tiba saja rekan kerja Seungwoo di kantor mengenalkan Eunbi padanya.
"Sama-sama masih sendiri, kan? Siapa tau cocok."
Dan perkenalan itu berlanjut.
Sampai suatu saat Seungwoo memberanikan diri untuk mengajak Eunbi menjalankan proses ta'aruf bersamanya.
Satu momen paling membahagiakan dalam dua puluh empat tahun hidup seorang Abraham Seungwoo Nugraha, saat Eunbi Kalina Damaris mengangguk menerimanya.
Walaupun proses pendekatannya tak terlalu berjalan mulus setiap harinya. Karena tiap Seungwoo mau ngobrol sama Eunbi, bahkan saat keduanya hanya saling melempar senyum, dua puluh satu anggota remaja masjid sudah heboh, cepat-cepat menjauhkan keduanya.
"Pak Bos sama Bu Ketu, kan, lagi ta'aruf, gak boleh deket-deket, takut malah zina."
Padahal hanya pikiran mereka saja yang berlebihan.
remaja masjid
KAMU SEDANG MEMBACA
remaja masjid 3― x1 ; izone ✔
Fanfictionmaaf, kita lagi puasa. | kpoplokal ©2020 syyouth- Parallel universe}