17. Semarah itu kah?

61 10 2
                                    

Sinar mentari pagi dengan hangatnya menyapa sosok gadis yang sedang termenung di balkon rumahnya. Tubuhnya sudah terbaluti oleh seragam sekolah yang membuatnya tampak feminim.

Seharusnya ia sudah berangkat, namun ia masih saja bungkam dengan wajah datar dan segala pikiran yang kacau.

"BULAANN?!! AYO TURUN, BERANGKAT SEKOLAH! NANTI KESIANGAN!!!" pekik wanita paruh baya dari jarak yang cukup jauh dengan gadis itu.

"IYA MAA.." sahutnya.

Gadis yang kerap dipanggil Bulan itu menyambar tasnya yang ia letakkan di atas kasurnya dan menghampiri asal pekikkan yang memanggil namanya tadi.

Betapa terkejutnya Bulan ketika ia turun dan mendapati sosok lelaki seusianya yang sedang duduk disamping Mamanya.

"Lho, ada Bisma di sini? Ngapain?" tanya Bulan datar dengan tatapan tidak suka.

"Seperti yang Mama bilang, kamu harus akrab sama Bisma. Karena—"

"Perjodohan kampungan itu?" potong Bulan dengan kesalnya.

"Bulan, jaga omongan kamu!" bentak Erika.

Bulan mendengus kesal dan memincingkan senyumnya, "Males dijaga, udah cape!"

Erika menggelengkan kepalanya, ia semakin jengah dengan kelakuan putrinya yang sudah keterlaluan dan tidak menghormati dirinya lagi.

"Kamu sekarang kok susah banget dibilangin?! Apa gara-gara Bintang kamu jadi gini?!" tebak Erika dengan nada tinggi yang membuat mata Bulan terbelalak lebar.

"Apaan si Mah?! Gak usah sangkut pautin sama Bintang!" dengus Bulan kesal.

"Tante..? Lebih baik kami berangkat ya? Takut terlambat," sela Bisma dengan nada lembut.

"APA? KAMI? LO AJA KALI!" ketus Bulan.

"BULAN!!!"

"APA MA??!"

"Sekali aja dengerin Mama! Tolong ikuti perintah Mama..."

"Tapi perintah Mama itu konyol!"

"Bulan, dengerin Mama. Kamu pengen 'kan Mama bahagia? Kebahagiaan Mama sekarang cuma satu, yaitu kamu. Kamu adalah alasan Mama untuk bahagia. Setelah kelakuan Papamu yang membuat Mama sakit hati, Mama gak mengharap kebahagiaan lagi dari dia. Yang Mama harapkan adalah kamu, kamu harapan Mama untuk kembali tersenyum bahagia."

Bulan tersentak mendengar perkataan Erika. Dia sebenarnya sangat kasihan dengan Mamanya, tapi perintah Erika itu sangat berat untuk Bulan jalani.

"Gue turutin gak ya? Kasian juga Mama, tapi gimana Bintang? Gue belum cerita masalah ini sama dia. Bisa-bisa dia salah paham," batin Bulan.

"Bulan..?? Gimana? Kamu mau 'kan?" tanya Erika.

"Emm, i-iya udah deh," ujar Bulan pasrah.

"Ya udah sana berangkat. Bye sayang!!" Erika mendorong Bulan keluar dari rumahnya dengan semangat.

Bulan melemas, ia sudah pasrah dengan keadaan. Mau tidak mau dia harus berangkat dengan Bisma.

Mereka berdua masuk ke mobil berwarna merah yang tak lain adalah milik Bisma. Erika tersenyum bahagia melihat putrinya bisa menuruti keinginannya. "Semoga perjodohan ini berhasil." Erika menghela nafas lega dan mengembangkan senyumnya.

"Masih kekeh sama perjodohan itu?!" pekik Om Boy yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah.

Kedua sudut bibir Erika seketika menurun. Dia menatap sinis ke arah suara itu, "Terserah saya!"

Bulan Vs Bintang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang