23. HAMIL?

2.9K 256 231
                                    

"Kenalin nama gue Petir Lian Baskara. Kepanjangan, ya? Yaudah panggil aja sayang. Punya cita-cita jadi pilot, tapi setelah ketemu lo, cita-cita gue berubah. Jadi ... pengen bahagiain lo selamanya, dan membangun bahtera rumah tangga, ahay!"

Sebari mengulurkan tangannya, Petir memperkenalkan dirinya dengan sedikit panjang dan mengandung unsur alay tingkat dewa.

Kartika Danayla, si anak baru yang baru saja mendudukkan bokongnya di kursi kelas, harus sudah disuguhi lelaki super absurd yang sedari tadi terus mengikutinya bak buntut.

Sambil menyugar rambutnya dengan satu tangan, Petir menaik-turunkan alisnya. "Ini jabatan Bang Petir dianggurin aja, nih?"

Kartika terkesiap, ia baru sadar bahwa tangan Petir sedari tadi terulur. Dengan cepat, Kartika balas menjabat tangan laki-laki itu. "Kartika, panggil aja Tika," balasnya.

Petir terenyuh, terjungkal, terguling, terpeleset, sampai tikusruk mendengar suara lembut gadis di hadapannya ini.

"Selain suara lantunan ayat suci Al-Qur'an, ternyata suara lo juga bikin gue tenang," ucap Petir.

"Si Pete bisa-bisanya masuk kelas orang buat kenalan doang, gile tuh anak!" Sabian buka suara, lelaki yang kini berdiri bersama Elgo dan Virgo di daun pintu kelas 12 IPA-2 itu, berkacak pinggang sebari terus mengawasi gerak-gerik Petir.

"Kartika Danayla, dipanggil Tika. Nggak cocok tau," komentar Petir sebari menarik kursi dan duduk di hadapan gadis itu, tanpa melepaskan jabatan tangannya.

Padahal, terlihat jelas Kartika risih dengan jabatan tangannya yang belum juga tererai. Ingin marah, tapi tidak enak karena baru kenal.

"Terus, cocoknya gue dipanggil apa?" tanya gadis itu hanya sekedar basa-basi. Dalam hati, ia tidak ingin tahu.

"Cocoknya itu dipanggil, Buna!" jawab Petir.

Satu alis Kartika terangkat. "Kok Buna?"

"Iya Buna, alias Bundanya anak-anak aku nanti, EAAAAAAAA!!!"

"Gila! Gila! Sudah melanggar hak asasi manusia ini, panggil tukang sedot WC si Petir harus disedot!!" seru Elgo menggeram di tempatnya.

"Kenapa harus tukang sedot WC?" Virgo bertanya datar.

"Karena kelakuan si Petir kayak tai!" jawab Elgo bahkan Sabian dengan kompak.

"Kalian iri, saya tau itu," desis Virgo dengan tak minat.

"Enak aja, gue nggak iri!" tentang Elgo. "Si Sabian yang tuh yang iri!" lanjutnya menuding Sabian.

Sabian langsung membelot pada Elgo. "Iri? Kayak judul lagu...," celetuknya sebari menjentikkan jari.

"Iri? Bilang bos!" nyanyi Elgo memulai.

"Haha! Pal pale, pal pale, pal pale pal, PALE! PALE!!" Sabian melanjutkan nyanyiannya, awalnya pelan, namun tiba-tiba keras di akhir membuat Virgo menutup kuping.

"Shit, seharusnya saya tidak ikut kesini." Virgo mengumpat.

"Udah ikut aja, enak tau ngintipin cecan!" Sabian berseru.

"Saya sudah punya Gemini, dia cantik bahkan tidak ada yang bisa mengalahkannya," timpal Virgo tajam.

"Psikopat bucin lo," cibir Elgo.

"Saya sedang cuti jadi psikopat," terang Virgo. "Tapi, sepertinya saya akan menyudahi masa cuti itu dan akan membunuh kamu, Elgo!" desis Virgo tajam.

Elgo menggelinjang ketakutan, dia buru-buru menggaet tangan Virgo. "Jangan dong, bentar lagi kita lulus sekolah. Gue pengen ngerasain coret-coret baju, jangan dibunuh!"

VIRGO [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang