Dan pada akhirnya gue juga pulang bareng sama Aldo
Omongan gue malam ini gak menjamin juga sih hehe, abisnya kalau ada cowok yang mau kan gak boleh di tolak, itu mah sama aja nolak rezeki yang Tuhan kasih
"Makasih yah do" ucap gue begitu kaki gue menginjak halaman rumah
Aldo hanya membalas dengan senyuman yang menurut gue udah ngantuk banget
Begitu gue masuk ke dalam rumah rupanya bang Vano sedang tertidur lelap di sofa ruang tengah
Damai dan lelah terlihat jelas di raut wajah abang gue ini, dapat gue liat juga ada kekhawatiran untuk gue
"Maafin Lauren yah bang? Udah bikin abang susah" bisik gue dengan pelan sembari menutupi separuh tubuh bang Vano dengan selimut yang ada di keranjang dekat TV
Lalu, dengan sigap gue berjalan menuju kamar berniat untuk bersih-bersih diri
Baru aja gue berada di ambang pintu kamar mandi tiba-tiba gue merasakan cairan yang dengan mulusnya meluncur di kedua lubang hidung gue
Darah? Yap! Gue mimisan lagi, pasti ini faktor gue kelamaan duduk di pinggir danau tanpa makan seharian ini
Secepat kilat gue menyeka darah itu lalu, masuk kedalam kamar mandi
Segar
Harum semerbak menyelimuti seluruh tubuh gueMeski, ada rasa sakit dikepala gue, amat sangat sakit
Rasanya gue udah pengen jatuh namun, dengan sisa tenaga gue memegang pinggiran kasur lalu duduk sejenak sembari, mengeringkan rambut gue
Beberapa kali gue memijat pelipis gue, berharap rasa sakit ini hilang dan gue bisa tidur dengan tenang
Namun, hasilnya nihil rasa sakit itu semakin bertambah saja. Sial
Sampai penglihatan gue mulai kabur dan semua benda tampak mengganda hingga, penglihatan gue menjadi sangat gelap
07:19
Penglihatan gue masih gelap namun suara mesin itu terus mengganggu pendengaran gue sampai akhirnya, bayangan serba putih mulai terlihat dan baru gue sadari tempat ini bukan kamar gue
Bukan hanya suara mesin saja, rasanya untuk mengambil napas pun menjadi susah. Sial
Ini dimana? Rumah sakit?
Pintu putih itu terbuka dan muncul lah bang Vano dari balik pintu itu dan menghampiri gue
"Bang kok Lauren ada disini sih?" Tanya gue yang langsung mengambil posisi terduduk
"Tadi pagi abang bangunin kamu, eh kamunya malah tidur di bawah dan gak sadar-sadar pas abang teriak, jadi abang bawa kamu ke rumah sakit" jelas bang Vano dengan raut wajah yang cemas sembari mengambilkan beberapa butir obat yang ada di atas nakas
"Emang Lauren sakit apa bang?" Tanya gue penasaran
Namun, bang Vano tidak mau menatap gue paling kalau natap cuman sekilas aja
Mendengar pertanyaan itu bang Vano lalu mengelus rambut gue
"Kamu cuman capek aja semalam, makanya drop gitu"Gue hanya mengangguk paham sebagai jawaban
"Nih minum obat dulu, abang jadi telat masuk kerja karna harus ngurus kamu dulu" tukas Bang Vano sambil menyodorkan butiran obat yang di pegang olehnya
Delapan butir obat yang gue makan dan rasanya itu sangat pahit, seperti pahitnya kehidupan ini eakk hahah
Setelah meminum semuanya gue kembali menatap bang Vano dengan tatapan bersinar
Sampai bang Vano menyadari itu, bang Vano kini menatap gue juga namun tatapannya seperti tatapan takut akan sesuatu
"Ih abang kenapa sih? Kan Lauren udah gak papa, kenapa liatinnya kayak liatin orang sekarat sih?" Gerutu gue karna, sejujurnya tatapan bang Vano buat gue jadi ingin tau apa jawaban dari tatapan itu
Bang Vano hanya berdecak pelan
"Abang kan gak mau kamu sakit, toh kamu juga kan jarang banget sakit dan tiba-tiba aja drop kayak gini. Emang abang ini salah kalau khawatir sama adek sendiri?"Mendengar bantahan bang Vano, gue jadi nyengir gak jelas
Setidaknya ada satu pria yang benar-benar sayang sama gue"Abang, harus ke kantor" jeda "nanti ada suster yang jagain kamu yah, istirahat yang banyak" ucap bang Vano seraya memeluk gue sekilas dan tersenyum kikuk
Ternyata perlakuan bang Vano bikin gue terharu
Seharusnya gue gak usah suka sama pria yang tidak suka dengan gue dan menyadari kalau bang Vano itu selalu ada untuk gue
Gue terus menatap punggung tegap bang Vano sampai pandangan itu menjauh dan kini sudah tidak terlihat lagi
Tidak lama selang kepergian bang Vano tadi, hp gue berdering namun rasanya kepala gue masih sakit untuk mengangkatnya. Bahkan, untuk meliriknya saja begitu berat rasanya
Citt..
Pintu itu kembali mengeluarkan suara khasnya dan di balik pintu itu terlihat sosok pria berseragam putih abu-abu
Dengan spontan mata gue membulat besar kearah pria itu sembari tersenyum kecut padanya
"Ngapain lo kesini?" Ketus gue sebelum Aldo mengambil posisi tepat di samping gue
"Mau ikut tiduran disini" jawab Aldo begitu ringan dan duduk manis di sofa
Gue hanya mengerutkan kening
"Dasar cowok freak!" Jeda "emang lo gak ke sekolah? Gue laporin ke tante Lia lo baru tau rasa" ancam gue agar Aldo cepat pergi dari hadapan gue"Gue ini juga sakit Ren, makanya gue bolos"
Benar-benar jawaban yang tidak logis!
"Eh bekicot lumpur, masih banyak kali kamar kosong di rumah sakit ini, kenapa lo tau kalau gue ada di sini?" Celoteh gue semakin kesal
"Bang Vano ke sekolah kali tadi pagi, sekalian aja gue bolos terus kesini, kan lumayan bisa istirahat gratis disini" jawaban yang unfaedah banget
Gue semakin geram lalu, melotot kearah Aldo
"Ihhh dasar lo bekicot lumpur, keluar dari kamar gue--" ucapan gue terpotong saat kepala gue terasa nyeri kembali
"Auhh" ringis gue sembari memijat pelan kepala gue
Dengan cepat Aldo menghampiri gue
"Lo kenapa? Gue panggilin dokter yah?" Tukasnya, tampak jelas raut cemas di wajah Aldo"Apaan sih! Gue gak papa, awas lo!" Ketus gue sembari baring dan menutupi seluruh tubuh gue dengan selimut, tak lupa juga gue komat-kamit dalam selimut itu
***
Jangan lupa vote+komen yah💕
Makasih❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
MERIDIANE
Teen Fiction"MERIDIANE" : Garis khayal yang menghubungkan kutub utara langit dan kutub selatan langit. Sama halnya dengan Lauren Aleta dan Aldo Prayoga yang dihubungkan dengan garis khayal.