Jangan Sedih (17)

2 1 0
                                    

"Takdir? Satu kata yang tidak bisa kita hindari dan harus dijalani. Bukannya takdir itu bisa diubah? Yap kenapa tidak? Dengan cara? Jangan lemah dan harus berusaha. Percaya saja sama yang memberikan kita takdir"

18:23

Gue baru sampai rumah dan ternyata bang Vano juga udah sampai di rumah

"Kamu darimana?" Tanya bang Vano

"Di sekolah tadi lagi ada acara bang makanya Lauren pulang lama" jawab gue

Yang tadinya bang Vano sedang bersantai di depan tv kini menghampiri gue yang berada di anak tangga

"Kamu jangan capek ren, obatnya juga harus rutin diminum" perintah yang sama lagi

"Lauren kan udah sembuh bang gak perlu lah minum obat sebanyak itu lagi" protes gue karna jujur gue udah capek minum obat itu

Bang Vano menggeleng sebagai kode
"Jangan bantah abang Ren"

"Tapikan bang Lauren emang udah sembuh" jeda "lagian Lauren sakit apa sih sampai abang tega ngeluarin Lauren dari ekskul teater di sekolah?" Akhirnya pertanyaan itu bisa gue tanyakan langsung ke bang Vano tanpa rasa ragu lagi

Bang Vano menatap gue dengan tatapan mata yang berkaca-kaca seolah di dalamnya terdapat banyak beban yang tersembunyi

"Abang gak bisa jawab? Yaudah Lauren sendiri yang cari jawabannya" tukas gue lalu melanjutkan langkah ke kamar

"Kamu sakit kanker" ucap bang Vano dengan nada yang gemetar

"Apa?" Ucap gue masih tidak percaya

Kalian taukan penyakit kanker? Yah, penyakit dimana penderitanya berujung dengan kematian

Gue berusaha terlihat baik-baik saja dan kembali menghampiri bang Vano yang tidak mau menatap mata gue

"Abang becandanya kelewatan ih Lauren gak suka!" Kata gue dengan santai namun mata gue terus mengeluarkan air mata

Takut

Itu yang ada dalam hati gue sekarang

"Itu alasan abang gak mau kamu capek, abang gak mau liat kamu sakit" jeda "jadi tolong dengarkan apa yang abang bilang yah karna bang Vano sayang sama Lauren" tukas bang Vano dan mendekap gue

Dalam dekapan bang Vano gue nangis sejadi-jadinya

Rasanya untuk menangis saja tidak cukup

Gue takut. Takut saat harus menjalani kemo terapi, takut rambut panjang gue harus dibotakin, takut kalau gue kelihatan jelek saat wajah gue terlihat pucat

"Jangan sedih Ren, abang selalu ada untuk kamu" ucapan bang Vano membuat hati dan perasaan gue sedikit baik

Gue menghapus air mata gue lalu melepas dekapan bang Vano dan pergi ke kamar

Di dalam kamar, gue kembali menangisi diri gue sendiri

Sekarang gue terlihat sangat menyedihkan bahkan gue udah gak bisa merangkai mimpi gue lagi

Balkon.
Yah tempat yang paling nyaman untuk mengekspresikan semuanya

Untuk pertama kalinya gue jadi cengeng seperti ini sampai gue gak sadar kalau sedari tadi Aldo memperhatikan gue dari teras atas rumahnya

Dengan wajah yang penuh air mata, gue menatap Aldo dengan tatapan sendu

"Lo kenapa?" Tanya Aldo dengan raut wajah khawatir

Gue acuh dengan pertanyaan Aldo dan terus menangis

"Uhukk..uhukk"

"Ren woi? Napa lo?" Tanya Aldo sekali lagi

"Gue sakit do uhukk" jawab gue dengan terisak

"Sakit hati?"

Gue menggeleng pelan

"Sakit apa dong?" Tanya Aldo semakin penasaran

Gue berdiri dipembatas balkon agar gue bisa lihat wajah Aldo dengan jelas

"Gue kanker do uhukk bentar lagi gue bakal mati uhukk" jeda "gak ada lagi yang bakal ganggu lo, gak ada lagi yang lemparin lo kalau lo nyanyi, gak ada lagi yang nyiram lo pakai selang, gak ada lagi yang ejekin lo uhukk, gue minta maaf kalau gue banyak salah do, jangan dendam sama gue yah biar nanti kalau gue mati gue bakal tenang disana uhukk. dua hari terakhir ini lo sering godain gue uhukk dan gue suka kalau lo godain gue tapi jujur lo lebay banget uhukk makasih lo udah mau jadi musuh gue uhukk uhukk" teriak gue sambil terus menangis

"Lo ngomong apa sih Ren? Gak usah ngaco" timpal Aldo

"Gue serius do! Gue sakit kanker uhuk" ucap gue meyakinkan Aldo

Dapat gue liat seketika ekspresi Aldo berubah menjadi putih pucat dan tatapan yang kosong

"Jangan kangen sama gue yah kalau gue mati nanti" ucap gue dengan isak tangis yang makin kencang

Di sebrang sana, Aldo hanya tertawa pahit mendengar ocehan gue
Aldo pikir gue ngomong asal aja

Dan gue kembali duduk lagi sambil terus menangis dan memeluk diri gue sendiri

"Jangan sedih Ren!" Suara serak milik Aldo membuat gue kembali menatapnya

"Lo pasti sembuh kok, hapus air mata lo, jangan takut woi gue bakal selalu ada buat lo! Gue janji" teriak Aldo dari sebrang sana

Pengakuan Aldo benar-benar membuat gue makin nangis tapi kali ini air mata bahagia

Gue tersenyum miris kepada Aldo dan Aldo membalas senyuman itu dengan senyuman manis

"Besok gue traktir lo makan es krim kacang merah kesukaan lo" jeda "untuk malam ini gue hibur lo pakai nyanyian aja yah, tunggu bentar" ucap Aldo lalu masuk kedalam rumahnya

Tidak lama Aldo kembali sambil membawa sebuah gitar

🎤If one day you don't recognize my voice
If one day you seem so hard to breathe
I promise you to give
Oh like you do for the day I start to see🎤

Dapat gue sadari kalau pipi gue berubah jadi merah saat Aldo bernyanyi

"Hapus air mata lo Ren, lo udah jelek tambah jelek lagi" teriak Aldo saat selesai bernyanyi

Gue menuruti perintah Aldo dan tersenyum tipis pada Aldo

"Makasih do lo udah hibur gue malam ini" ucap gue "tapi sayang gue gak punya uang kecil buat lo aha" sambung gue sambil tertawa kecil

Walau sebenarnya dalam hati gue masih ada rasa sakit

"Gue mau Lauren yang kayak gini ada terus, gue gak mau liat Lauren yang cengeng!" Balas Aldo

"Ahh dasar bekicot lumpur makin jago aja godain gue aha"

Aldo ikut tertawa dari sebrang sana

Malam ini akan menjadi malam yang panjang buat gue dan Aldo
**
Jangan lupa vote+komen yah🌷

MERIDIANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang