STT : 11. PERTIMBANGAN

16 8 0
                                    

"Lo?!" teriak Siska.

"Hah?" ucap laki-laki itu tak kalah bingung.

Siska menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Kebetulan macam apa ini? Suatu keajaiban? Atau memang ini sudah direncenakan oleh Papanya? Atau mungkin memang ini sudah digariskan di sana dan menjadi sebuah takdir?

Tidak! Siska tidak akan menerima takdir itu dengan senang hati! Ia benar-benar membenci hal ini!

Siska membalikkan badannya, ia segera menaiki tangga menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti saat suara Papanya menggema di telinganya.

"Siska! Kamu kenapa?!" ucap Robi bingung.

Siska tetap di posisinya tanpa membalikkan badannya sedikitpun. "Harusnya Siska yang tanya sama Papa, kenapa Papa enggak pernah cerita sama Siska tentang ini." Setelah mengatakan itu Siska langsung berlari menuju kamarnya.

Siska menutup pintu kamarnya cukup keras hingga menimbulkan suara yang begitu kencang. Siska terduduk lemas ia benar-benar tak dapat menahan tangisnya sekarang.

"Gue benci! Benci!" teriaknya frustasi.

"Keadilan macam apa ini! Apa sebenarnya rencanamu Tuhan! Kenapa kau terus memaksaku untuk bertemu dengannya!" imbuh Siska lagi.

"Gue benci dia Tuhan! Benci! Dia yang bikin semuanya hancur! Pemuda egois dan enggak punya perasaan macam dia! Heh!" Siska tertawa samar.

"Siska! Buka, Nak. Kamu kenapa?! Cerita sama mama Nak!" tegur Dirra.

"Siska cuma mau sendiri Ma," balas siska.

Dirra yang mendengar penuturan putrinya langsung, turun menuju ruang dimana mereka berkumpul tadi.

"Kamu kenal dia?" tanya Gertand.

"Ke ... kenal Pa." Tersenyum kik kuk.

"Terus kalian lagi ada masalah?" tambah Robi.

"Ah, hanya kesalahpahaman sedikit saja, Om," jawab Evan menampilkan senyumnya.

"Kalau begitu bagus dong! Kalian kan sudah saling kenal juga jadi bisa lebih mudah kalian pendekatan," ujar Robi.

"Nah gue setuju Bi," ujar Gertand membenarkan.

"Om?" panggil Evan.

"Iya Nak Evan?" balas Robi seadanya.

"Boleh saya ke kamarnya Siska?" tanyanya ragu.

"Oh boleh, Nak. Boleh!" Bukan Robi yang menjawabnya namun Dirra.

Setelah mendapat izin Evan segera naik menuju kamar Siska.

"Pintunya ada namanya kok Nak," terang Dirra lagi.

"Iya Tan," ucap Evan ramah.

Evan menaiki tangga menuju kamar Siska, setelah sampai di atas, memang benar di pintu itu terdapat nama Siska.

Evan mencoba melihat lebih dekat papan nama itu, terlihat jelas ukiran kayu yang begitu unik dan indah dengan hiasan bunga di pinggirannya.

"Ketuk apa langsung masuk aja ya?" gumam Evan.

"Duh! Masuk aja kali ya," ucap Evan ragu.

Evan mencoba membuka pintu kamar Siska yang ternyata tidak dikunci.

"Nah enggak di kunci!" ujarnya semangat.

Sebenarnya ada apa dengan Evan? Kenapa ia begitu semangat seakan itu adalah suatu projek bagus untuk perusahaannya.

Ntahlah mungkin dia hanya masih merasa bersalah, karena ulahnya membuat seseorang kehilangan impian yang sudah di bangun dengan kerja kerasnya sendiri seperti ini.

SEBUAH TAKDIR TUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang