STT : 13. TERPAKSA

20 6 0
                                    

"Kamu bujuk anak gadis itu supaya mau menikah denganmu!" perintah Gertand dingin.

"Tapi, Pa, cinta bukan untuk dipaksa. Kalau dia gak mau, Evan juga akan men--"

"Bilang saja kamu ingin lolos dari perjodohan ini," ucap Gertand sinis. Evan menghela napas.

"Pa, Siska sudah memiliki pacar, apa Papa tidak memikirkan bagaimana perasaan pacarnya? Sebagai sesama laki-laki harusnya Papa nger--"

"Gak usah sok menasehati Papa. Papa gak akan pernah peduli siapapun itu. Yang jelas perjodohan ini harus berlanjut," potong Gertand. Evan menghela napas.

"Papa mau, kamu bujuk gadis itu sampai menerima perjodohan ini. Kalau bisa hamili saja, biar dia langsung menerima," tambah Gertand lalu meninggalkan Evan yang mematung di tempatnya.

Evan mengerjapkan matanya berulang-ulang. Seolah tidak percaya dengan ucapan Papanya. Menghamili? Yang benar saja! Yang ada Siska tidak akan sudi menikah dengannya dan membencinya seumur hidup.

"Aish! Gue harus apa biar Siska mau dijodohin sama gue?" gumam Evan pelan.

Evan memijat pelipisnya. Rencananya membujuk Siska dengan iming-iming pekerjaan saja gagal. Lalu, ia harus apa?

"Kayaknya gue harus ngomong baik-baik sama Siska," pikir Evan. Cowok itu segera mengambil kunci mobil dan bergegas menuju rumah Siska.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamu'alaikum," sapa Evan sembari mengetukkan jemarinya di pintu rumah Siska.

"Waalaikumsalam," sahut seseorang di dalam sana. Pintu rumah perlahan terbuka.

"Ngapain lo ke sini?" tanyanya sinis. Evan menghela napas.

"Gue cuma mau bilang, terima perjodohan ini, gue mohon," ucap Evan pelan. Gadis itu tertawa hambar.

"Terima lo bilang? Lo pikir nerima orang yang gak gue cinta itu enak?" tanya Siska sarkas. "Lagipula, kenapa sih lo maksa-maksa gue terima perjodohan ini? Lo suka sama gue? Terus lo minta dijodohin gitu sama gue? Cih!"

Evan meringis. Pede banget ni orang.

"Gak usah kepedean. Gue cuma gak mau bokap gue kecewa. Gue juga gak mau putusnya gue sama Amanda berakhir sia-sia," jawab Evan datar.

"Gue gak mau. Sampai kapanpun itu, gue gak akan pernah mau. Gue udah ada Leon, dan lo tau itu!" ucap Siska lalu kembali menutup pintu rumahnya. Namun Evan tidak menyerah. Cowok itu terus menunggu di teras rumah Siska.

"Ck! Tuh cowok ngapain masih di sini!" gumam Siska kesal. Gadis itu sedari tadi berada di belakang pintu dan mengintip melalui celah korden jendela.

"Sis, ngapain di situ? Mau jaga pintu?" tanya Dirra.

"Iya. Jagain pintu dari om ganteng eh bukan, cowok songong maksudnya," jawab Siska reflek. Gadis itu masih fokus mengintip.

Dirra mengernyitkan dahinya.

"Apasih kamu, siang-siang ngelindur. Awas ah, Mama mau lewat," ucap Dirra sembari mendorong putrinya agar bergeser.

"Loh? Nak Evan," sapa Dirra terkikik.

"Eh, Tante. Assalamu'alaikum, Tan," ucap Evan dengan senyum manisnya.

"Waalaikumsalam. Pantesan itu bocah daritadi di pintu. Mau ngelihat kamu tapi malu tuh, makanya ngintip dari jendela," ucap Dirra yang mulai tertawa.

"Mana ada! Ngapain lo masih di sini? Pulang sono!" usir Siska pada Evan.

"Hush! Calon suami datang kok diusir gaboleh begitu. Masuk dulu, Nak Evan," ucap Dirra. Evan yang mendengar itu tersenyum senang sembari mengangkat sebelah alisnya songong.

SEBUAH TAKDIR TUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang