Potongan Memori

42 4 4
                                    

Geser untuk mulmed↑

-•-•-

"Semua,bersiap! Kita akan segera tiba di pengungsian distrik A!" Suara Kak Raihan menembus nyaringnya suara mesin mobil jeep yang kami naiki.

"Alhamdulillah, akhirnya kita sampai. Setelah ini, kita akan menuju sekolah 'misterius' itu,kan?" Hulwa mengisyaratkan tanda kutip saat mengucapkan kata Misterius dengan tangannya.

Aku terkekeh geli. "Insyaa Allah. Hamasah*,Semuanya!"

"Jangan lupa berterima kasih pada Kak Tia dan Kak Sal,ya,nanti," ujar Rasahana mengingatkan.

"Tentu saja," sahut Alfath.

-•-•-

Kini aku sedang berada di pengungsian Distrik 1. Mataku menyapu ke segala arah. Keluarga-keluarga yang tinggal di tenda, Anak-anak yang menangis kelaparan, Para orang tua yang menenangkan dan mengantre mengambil makanan yang diberikan Kak Tia dan Kak Sal. Kira-kira seperti itulah pemandangan miris yang kulihat saat ini.

Aku baru sadar, ternyata masih banyak orang yang jauh lebih menderita daripada diriku. Walau kehilangan Ummi dan Abi, setidaknya aku masih punya Allah yang selalu menjagaku, sahabat-sahabat yang begitu tulus menyayangiku. Aku bersyukur atas semua itu.

Saat sedang termenung, tiba-tiba seorang anak kecil menarik-narik ujung bajuku. Aku menundukkan kepalaku dan terlihatlah anak perempuan kecil yang tersenyum padaku.

"Assalamu'alaikum,Dik. Siapa namamu?" Tanyaku.

"Wa'alaikumussalam,Kak. Namaku Qiyya," jawab si anak kecil malu-malu.

Aku tersenyum membalasnya. "Ada apa,dik? Ada yang bisa kakak bantu?"

"Pft,Kakak. Wah,Maasyaa Allah. Kalila punya adik!"

Aku menoleh. "Rasahana?"

"Ayo,lanjutkan saja pembicaraan kalian."

"Ehmm,bolehkah aku minta tolong,kak? Ayahku sedang sakit dan tak bisa bangun di tenda. Beliau membutuhkan makanan, namun aku tak bisa mengambilnya sendiri di posko itu," jelasnya sambil menunjuk posko bantuan makanan.

"Oh? Tentu saja,Ayo!" Aku menuntun Qiyya menuju posko makanan.

Aku senang. Akhirnya aku bisa membantu dan sedikit bermanfaat disini. Tidak enak rasanya hanya berdiam diri sejak tadi sementara yang lain tengah sibuk mengurus ini-itu.

Rasahana menyenggol lenganku. "Seseorang tampak bahagia,Alhamdulillah."

Aku mengiyakan lantas meminta jatah makanan Qiyya dan ayahnya pada Kak Tia dan Kak Sal.

Setelah mengambil makanan, kami berganti tujuan menuju tenda tempat ayah Qiyya berada.

"Eh-Kalila,Rasahana,Sebentar!"

Suara Kak Sal membuat kami kembali berbalik ke arah posko makanan.

"Kalian belum makan,kan? Ini untuk kalian," Kak Sal menyodorkan suatu makanan yang tampak..tak asing bagiku.

Aneh. Aku merasa ini pertama kalinya melihat makanan ini juga merasa pernah melihatnya sebelumnya.

"Ini namanya apa,Kak?" tanyaku.

"Hmmh~ Maasyaa Allah,enak sekali!" pekik Qiyya yang kini sedang memakannya.

Rasahana memakannya dengan lahap. "Terima kasih,Kak."

"Sama-sama. Senang kalian menyukainya. Ini namanya tempe. Tempe adalah makanan khas Indonesia. Ini favoritku," jawab Kak Sal seraya tersenyum.

Ada sesuatu yang janggal. Kalimat itu. Senyum itu. Kenapa aku merasa...

KalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang