Strategi

46 6 4
                                    

Aku segera membalikkan badan dan ikut berteriak, "Kenapa,Rasahana?!"

"Kenapa kamu ikut berteriak?" tanya Rasahana seraya menaikkan satu alisnya.

"Ha-habis..keadaan setenang ini malah membuatku merasa aneh, ada yang ganjil. Lalu tiba-tiba kamu datang sambil memekik, bagaimana aku tidak panik?" belaku.

"Ya Allah.. Ya sudah, itu tidak penting. Tadi, aku menemukan sebuah alat pelacak di baju Hulwa!"

Mendengar kata 'pelacak', spontan kakiku berlari membawaku menuju tempat dimana Hulwa berada sekarang. Dimana lagi kalau bukan di ruang rapat. Semua orang pasti sedang membicarakan perihal pelacak itu.

Aku membuka pintu ruang rapat dengan perlahan, kemudian menemukan Hulwa yang tampak tegang dan berkeringat dingin. Tidak biasanya Hulwa merasa takut pada tentara Israel.

Setelah mendekati Hulwa, Hulwa menggenggam tanganku dan berkata lirih, "Kalila, bagaimana ini? Kita semua dalam bahaya hanya karena kelalaianku yang tak menyadari keberadaan pelacak itu."

Ternyata begitu. Dia bukan takut pada Tentara Israel yang kemungkinan besar akan segera sampai disini, tapi Hulwa merasa bersalah. Baginya, dia telah membahayakan orang lain karena kesalahannya.

Tentu saja aku tak setuju dengan opininya itu.

"Bukan salah kamu sama sekali, kok. Memangnya siapa yang akan sadar jika ada pelacak berukuran kecil di bajunya, kecuali bajunya adalah baju canggih yang memiliki sensor," ujarku berusaha menghibur Hulwa.

Mendengar ujaranku, Hulwa akhirnya tersenyum dan mencoba untuk lebih tenang.

"Terima kasih, Kalila. Ayo, kita ikut diskusi dengan yang lainnya."

Baru saja aku ingin duduk di kursi ketika Rasahana menahan pundakku dan menatapku dengan horror.

"Aakkkhh!!!" jeritku.

Sepertinya, rasa takutku akan wajah Rasahana barusan berhasil membuatku lupa dimana aku sekarang.

Alhasil, semua orang yang berada di dalam ruang rapat melihat ke arahku. Alfath tampak tertawa cekikikan di balik tangan yang menutupi mulutnya, sementara Kak Raihan menatapku dengan tatapan..iba???

"Mohon maaf semuanya, saya mohon maaf," ucapku sembari membungkukkan badan layaknya orang Jepang. Ini salah satu kebiasaan yang sudah menjadi ciri khusus sebagai seorang Kalila.

Aku mendapatkan kebiasaan itu dari...
Dari...
Dari siapa,ya?

"Kalila!" teguran Rasahana membuyarkan lamunanku.

"Maaf, gara-gara aku kamu sampai linglung begitu,ya."

"Eh,bukan,kok. Aku hanya memikirkan sesuatu tadi."

Setelah kejadian memalukan itu berakhir,  kami mulai membahas tentang pelacak yang ditemukan pada baju Hulwa.

-•-•-

Pada awalnya, Rasahana yang sedang melipat pakaian mengira itu adalah batu yang entah kenapa bisa menempel pada baju.  Namun setelah ia memperlihatkannya pada Hulwa, mereka berdua akhirnya menyadari, bahwa itu bukan batu. Seperti sebuah mesin.

Karena tak begitu mengerti hal permesinan, mereka membawanya pada Kak Raihan. Kak Raihan terkejut dan wajahnya berubah serius saat melihat apa yang ditunjukkan oleh sang adik dan sahabatnya. Ia yakin sekali bahwa itu adalah sebuah pelacak.

Rasahana dan Hulwa pun terkejut bukan main saat mendengar penuturan Kak Raihan. Seperti itu seterusnya hingga informasi ini sampai kepada Ustadz Ahmad. Akhirnya mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap tempat ini, juga rombongan kami, berkumpul di ruang rapat.

"Tenang saja, pihak kami tidak akan menyalahkan kalian. Ini bukan salah kalian. Insyaa Allah kita bisa mengatasi semua ini, tentunya dengan pertolongan dari Allah," tutur Ustadz Ahmad setelah membuka rapat dadakan ini.

Kami, rombongan dari distrik empat merasa lega sekaligus tak enak hati. Lega karena mereka tidak menyalahkan kami, tidak enak juga karena mereka tetap menerima kami, padahal kami sudah membawa bahaya pada mereka.

Tapi, sekali lagi, sesuai dengan ucapan ku pada Hulwa, ini semua adalah takdir dari Allah. Baik yang baik maupun yang buruk. Semua sudah diatur oleh Allah. Dan kita sebagai hamba-Nya, harus percaya bahwa Allah memiliki skenario terindah bagi mereka yang bertakwa.

Mataku yang semula sudah sangat lelah kembali membuka sempurna karena keadaan serius ini. Rasa kantuk pun hilang. Mungkin saat ini semua orang merasakan hal yang sama denganku.

Ustadz Hasyim berdehem dan berkata, "Baiklah, kita masuk pada inti dari rapat ini."

"Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa ditemukan sebuah pelacak pada baju saudari Hulwa. Kemungkinan besar yang meletakkan pelacak tersebut adalah mata-mata Israel. Keamanan sekolah ini terancam. Lantas, bagaimana kita akan menghadapi dan melindungi sekolah ini?" lanjut Ustadz Hasyim.

"Saya mengerti, karena sekolah ini adalah kunci dari keamanan Palestina kita. Disini, dibentuk pasukan Hammas terbaik bagi Palestina. Bukan begitu?" Tanya Alfath.

Ustadz Hasyim mengangguk.

"Bagaimana kalau kita segera pindah dari sini?" usul seorang perwakilan Sekolah ini.

"Tidak bisa. Perlu waktu yang lama bagi kita untuk kembali membangun sekolah, belum sarana prasarana lainnya."

Sementara yang lain sibuk bertukar usulan, aku tengah memutar otakku, ikut mencari cara agar dapat mengatasi serangan pasukan Israel yang kemungkinan besar akan tiba besok pagi.

Bagaimana,ya? Ya Allah, tolong kami.

Ah, kalau tidak salah, ada yang pernah menceritakan kisah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya padaku. Strategi perang yang paling hebat saat itu adalah..

Strategi pembangunan parit oleh Salman Al-Farisi dan pada perang Mu'tah oleh Kali bin Walid!

Bisakah strategi mereka diterapkan kali ini? Aku harus menyampaikannya pada yang lain. Biar mereka bisa ikut memastikan. Lagipula, Ustadz Hasyim pasti lebih mengerti masalah strategi perang seperti ini.
D
Aku pun berdiri dan mengangkat tanganku.

"Ya, ada apa, Kalila?" tanya Ustadz Hasyim.

"Bagaimana kalau kita menggunakan strategi perang Salman Al-Farisi pada perang Khandaq atau Khalid bin Walid saat perang Mu'tah? Mungkin kita juga bisa memadukannya dengan ide-ide baru," Usulku.

"Wah, Maasyaa Allah, boleh juga!" seru Rasahana dan Hulwa serempak.

"Benar. Usul yang bagus, Kalila. Tapi tidak mungkin kita membuat parit hanya dalam semalam. Kita bisa menggunakan strategi Khalid bin Walid untuk membuat musuh berpikir pasukan kita ada banyak," ujar Ustadz Hasyim.

"Saya setuju. Sembari menukar posisi pasukan depan dengan pasukan belakang, pasukan kanan dan pasukan kiri, kita juga bisa menempatkan pasukan di bawah tanah, dan menyerang mereka," Ustadz Ahmad akhirnya ikut bersuara.

Kami semua sepakat menggunakan strategi ini. Tapi, sebenarnya aku punya satu usulan lagi, dan ini hanya bisa dijalani olehku dan Rasahana. Aku berniat untuk memberikan kejutan bagi semuanya.

"Rasahana,bagaimana kalau nanti kita..psst,pstt.." Aku membisiki Rasahana dengan rencanaku itu.

"Apa?! Kamu benar-benar ingin kita melakukan itu?!" mata Rasahana membulat karena kaget.

Aku terkekeh. "Hehe,Iya."

"Baiklah, ayo bersiap!"

🌼🌼🌼
Reader sekalian~^^
Jangan lupa Vote dan Comment nya yaaa
Love you countless♥

-Nayqiyya

KalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang