Tiada lagi Tabir

22 2 0
                                    

Greek..

Ukh.
Itu adalah suara yang ditimbulkan kayu di dekatku. Aku tidak sengaja menyenggolnya. Memang bukan masalah, namun saat ini semuanya sedang diam.

Aku pura-pura tidak terjadi apa-apa dan segera duduk membersamai yang lainnya. Kulirik Rasahana dan Hulwa, yang kini sama gugupnya denganku.

Selang beberapa menit setelahnya, Ustadz Thariq memimpin do'a. Dimulailah sesi makan, yang tak kan pernah terlupakan dalam hidupku. Menguak rahasia yang tersenyum menanti kami, dan menjelaskan keadaan sebenarnya.

•°•°•

"Ughh, kenapa ada kamu lagi.." gumam seseorang.

Pandangan semua orang langsung tertuju padanya. Abi.

"Sal, tenanglah," ujar Kak Tia seraya menepuk-nepuk pundak Kak Sal.

Tahu yang dimaksud Kak Sal adalah aku, aku berdiri dan hendak beranjak pergi dari ruangan ini. Lebih baik seperti itu daripada merusak saat-saat makan bersama, menurutku.

"Kalila! Jangan pergi, tak apa. Tetaplah disini," Ucapan Kak Tia membuatku diam.

"Tak apa, Kak. Lagipula aku sudah kenyang, aku akan kembali lebih dulu," jawabku, tentunya dengan mengulas senyum.

"Ada apa ini?" tanya Ustadz Thariq.

"Maaf sudah membuat keributan, semuanya. Pertama-tama, duduk kembali, Kalila," perintah Kak Tia.

Aku mengangguk pelan. Memerhatikan goresan-goresan di dinding yang sudah usang. Beristighfar, dan mencoba memahami semuanya. Lagi.

Setelah Kak Tia menjelaskan apa yang terjadi, semua terkejut. Sama terkejutnya denganku saat mengetahuinya. Ya, kini semua orang sudah tahu Kak Sal adalah Abi.

Bagian lucunya adalah, saat mendengarnya Kak Sal pun ikut terkejut. Oke, aku tahu itu tidak lucu. Maaf.

Aku hanya terdiam seraya menundukkan kepala. Kupikir yang lain kini tengah menatapku dengan tatapan iba. Sungguh, aku paling tidak suka dengan rasa iba orang lain padaku. Maksudku, kurasa aku tidak semenyedihkan itu.

Namun semua pemikiranku itu patah saat aku tak sengaja menatap Hulwa, Rasahana, dan Alfath. Mereka tersenyum begitu mataku bertemu dengan mata mereka. Menguatkanku.

Disaat seperti ini, aku tak tahu harus bagaimana. Apalagi semua sudah tahu kebenarannya. Apakah aku harus sedih? Atau senang?

"Bagaimana mungkin.." lirihan Abi terdengar hingga ke telingaku. Sakit rasanya. Tapi aku memaklumi, karena bukan hanya Abi yang lupa tentang diriku, aku juga melupakan Abi.

Abi menatapku lekat-lekat. Kemudian beralih ke samping Kak Tia bagaimana bisa semua ini terjadi.

"Pertama-tama, ya, aku benar kakak kandung dari Sal. Sal yang seorang relawan disini akhirnya menikah dengan ibu dari Kalila, dan mereka dikaruniai seorang putri cantik. Dialah Kalila.."

Setelah semua hal ini, aku tak lagi terkejut dengan fakta bahwa Kak Tia adalah bibiku dari pihak Abi.

Kak Tia menghela napas dengan berat sebelum melanjutkan, ".. Meski hidup di tengah konflik dan peperangan, keluarga mereka bersyukur memiliki satu sama lain. Hingga akhirnya hari itu tiba. Hari dimana Sal pertama kali kehilangan ingatannya. Apakah kamu masih mengingatnya, Kalila?"

".. Masih, namun samar-sama. Awalnya aku sama sekali tidak mengingatnya, namun beberapa waktu belakangan ini tiba-tiba memori dari masa laluku muncul berturut-turut," jawabku.

"Lebih baik hal ini tidak disebarluaskan. Intinya, entah apa yang terjadi setelahnya, tiba-tiba Sal datang ke posko dalam keadaan berantakan, dan dipulangkan pada kami, keluarganya," ujar Kak Tia sambil melirik sebentar padaku.

"Jadi, apakah kalian kesini untuk mencari Kalila dan Ibunya?" tanya Ustadz Thariq.

Ummi.

Ummi.

Ummi.

Tiba-tiba terbayang di benakku, saat dimana Ummi meregang nyawa. Sendirian. Aku yang saat itu masih kecil, tak berdaya, tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa menangis dan berteriak, berharap para zionis itu menghentikan aksinya.

Sakit. Hatiku serasa disayat mengingatnya. Namun, aku yakin kini Ummi tengah berbahagia di sisi Allah. Semoga Allah selalu bersama Ummi hingga ke hari akhir.

"Ukh.. Tapi, Ummi sudah.." kalimatku terputus.

Rasahana menepuk pundakku pelan. Aku mengangguk dan tersenyum. Aku kuat. Aku harus kuat.

Aku memejamkan mata sebentar, berusaha menahan air mata. Namun, tiba-tiba seseorang memelukku. Permohonan maafnya yang lirih terus berdengung di telingaku.

".. Abi?"

🌼🌼🌼

Astaghfirullah, baru sempet up lagi😭
Maaf beribu maaaaaf
This is a gift for you

Reader sekalian~^^
Jangan lupa Vote dan Comment nya yaaa
Love you countless♥

-Nayqiyya

KalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang