Bibirku tak henti-henti menggunakan kalimat Istighfar. Aku memasang posisi siap dan memegang erat senapan yang kupakai. Tanah di atas kami mulai bergetar. Mereka telah datang, tepat di atas kepala kami.
Rasahana sempat menoleh sebentar padaku dan mengangguk, meyakinkan bahwa insyaa Allah aku berhasil. Aku mengepalkan tanganku sebagai jawabannya, seraya bertauhid. Man kada wa jadda. Insyaa Allah.
Sudah waktunya, ya.
Ku arahkan ujung senapanku pada lubang bagianku, dan mulai membidik sasaran. Semoga saja keberadaan kami tidak mereka sadari. Jika tidak, kemungkinan kami menang akan berkurang.
Dor!
Satu peluru milikku melesat, mengenai kaki seorang pasukan Israel. Tak lama kemudian, suara tembakan terdengar saling susul-menyusul. Entah itu dari Kak Raihan, Rasahana, Alfath, atau pun Hulwa. Kami berfokus pada lubang kami masing-masing.
"Teman-teman, peluruku habis," suara Alfath terdengar di airpodku.
Kami semua menengok ke arah Alfath yang tampak kebingungan mencari persediaan peluru di segala penjuru ruangan ini. Semenit berlalu. Alfath kembali ke tempatnya dan mengisyaratkan bahwa ia tidak menemukan peluru.
"Benar-benar tidak ada?" tanya Kak Raihan tanpa memalingkan pandangan dari target bidikannya.
"Tidak," Walau Alfath bilang tidak, ia masih belum menyerah mencari dan mencari.
"Bagaimana ini, peluru kita terbatas," sahut Hulwa.
"Kalila, ini saat yang tepat," Rasakan berujar padaku melalui mikrofonnya, yang tentunya bisa di dengar juga oleh yang lain.
"Tepat untuk apa?" tanya Alfath bingung. Hulwa dan Kak Raihan pun menunjukkan raut wajah yang sama.
"Pelaksanaan rencana rahasia kami," aku tersenyum penuh misteri.
"Kenapa harus dirahasiakan?" Tanya Kak Raihan.
"Karena awalnya kami kurang yakin apakah ini akan berhasil, tapi melihat kondisi saat ini, sepertinya kita harus melakukannya," Rasahana menepuk pundak sang kakak dan membisikkan rencana kami.
Setelah mendengar penjelasan Rasahana, Kak Raihan mengangguk-angguk pelan. "Memang resikonya tinggi, tapi sesuai dengan keadaan saat ini."
"Hah..Sebenarnya rencana apa?" tanya Hulwa dan Alfath yang gemas karena tak kunjung mendapat bocoran rencanaku.
"Sebenarnya, aku telah mengetahui suatu rahasia, oleh karena itu, kita akan membuat pasukan Israel kebingungan dan lengah."
"Kalila, kumohon, langsung ke rencana utamanya," Hulwa memelas padaku.
Aku terkekeh dan melanjutkan, "Baiklah, jadi, seperti yang kalian ketahui, kita ini berada di bawah tanah, yang artinya tepat di bawah kaki-kaki mereka."
Ku ajak semuanya keluar dan menyusuri lorong-lorong di bawah tanah ini. Setelah sampai di sebuah sudut tanpa cahaya. Gelap sekali. Tapi aku tetap tenang, karena sudah mengetahui seluk-beluk lorong ini dan rahasia tersembunyinya.
Ku arahkan tanganku ke sudut dinding yang memiliki pola lingkaran, dan meraba-rabanya. Dindingnya agak kasar, jadi beberapa kulitku terkelupas. Alhamdulillah hanya sedikit.
"Kamu sedang mencari apa?" tanya Alfath. Ia mencoba meraba-raba dinding dengan tangannya sepertiku.
"Lampu." jawabku singkat. Konsentrasi ku masih terfokus pada dimana lampu itu.
"Aku tidak menemukan apa pun," ujar Alfath.
Sementara itu, yang lain tetap bersiaga di belakang kami. Berjaga-jaga dan mengantisipasi serangan dadakan dari musuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalila
Teen Fiction"Cepat! Pergi dari sini!" "Tidak! Kalila tak mau kehilangan lagi.." "Pergi,Kalila!" "Ta..Tapi.." Buk! Kalila didorong menjauh dari sana. Terlihat orang yang disayanginya itu sedang.. Dieksekusi. ♥~♥~♥ Tentang pengorbanan, keluarga, persahabatan, cin...