Pembuka Rahasia Masa Lalu

37 5 2
                                    

"Baiklah, bagaimana isi surat kalian?" aku menatap satu per satu temanku yang tengah membaca surat dari orang tuanya.

"Aku..Ummi bilang, kita harus belajar disini, namun kita juga akan mengunjungi Ummi sebulan sekali," jawab Rasahana.

Aku mengangguk pelan. Jadi, boleh, ya? Batinku.

Tanpa perlu bertanya lagi, aku dapat melihat dari wajah yang lain bahwa mereka mendapat jawaban yang sama seperti Rasahana.

"Fase kehidupan baru dimulai," ujar Rasahana.

"Kita harus semangat, karena akan ada lebih banyak ujian dan cobaan," Kata Kak Raihan seraya mengelus sang adik.

"Dan dapat lebih banyak pengalaman untuk mencapai ridha Allah, dan membebaskan negeri kita ini," sahutku.

"Benar, ayo kita lakukan semua karena Allah dan untuk Allah."

Mendengar ajakan Alfath, semua mengangguk setuju. Kami memang tidak tahu bagaimana masa depan nanti, apa saja yang akan kami hadapi. Tapi, yang kami tahu, di saat ini, kami harus berjuang dan berusaha sekeras, semaksimal mungkin, demi masa depan yang terang benderang dan meraih Syurga-Nya.

"Janji,ya,kita akan selalu bersama?" Hulwa menatap kami satu per satu.

"Janji, Insyaa Allah," sahutku.

"Insyaa Allah."

-•-•-

"Kalila!"

Aku menoleh dan menemukan Kak Tia yang sedang membawa beberapa box. Wajahnya berkeringat, tangannya sedikit bergetar. Sepertinya yang dibawanya itu berat sekali.

"Kak Tia, biar kubantu," aku mengambil dua box yang dibawa Kak Tia.

"Terima kasih!" ujar Kak Tia.

Aku tersenyum dan mengangguk. Kami berjalan beriringan ke--ini dibawa kemana ya?

"Kita ke gudang, disana kita akan menaruh box-box berat ini, dan mengambil beberapa barang. Hari ini akan menjadi hari yang sibuk," Kak Tia menghela napas lelah.

"Memangnya sekarang ada apa, Kak?"

"Persiapan tahun ajaran baru. Kalila nanti juga masuk, kan?"

"Eh,iya,kak. Rasanya jadi tegang," jawabku yang terkekeh pelan.

"Tenang saja! Insyaa Allah, semua akan berjalan dengan baik. Kamu harus percaya diri,ya!"

Aku mengangguk semangat. Setelah sampai di depan pintu gudang, kakiku berhenti sebentar. Sepertinya ada yang lupa kutanyakan pada Kak Tia. Apa,ya? Ayo, ingatlah, Kalila!

Ah, itu dia.

"Kak!" panggilku.

Dengan tumpukan box di tangannya, Kak Tia menoleh tetap dengan senyuman. "Ada apa, Kalila?"

"Em, itu.."

"Iya?"

"Kakak bilang, kakak akan jadi membuka rahasia masa lalu? Maksudnya apa, Kak?" Akhirnya hal yang mengganjal pikiranku kuutarakan juga. Alhamdulillah.

"Oh, yang itu.." Kak Tia tersenyum seperti orang jahat. Aku yang melihatnya sedikit bergidik.

"Insyaa Allah kamu akan segera tahu. Kita mulai dari awal tahun ajaran baru, ya! Atau, mau mulai sekarang?" lanjut Kak Tia. Ya, masih dengan senyum yang sama.

"Jadi maksudnya rahasia masa laluku?" dahiku mengerut.

"Iyap, Kamu benar!"

"Kalau begitu.."

"Mulai sekarang." Keputusanku sudah bulat.

"Baiklah, Insyaa Allah."

"Ayo selesaikan pekerjaan kita dulu," Kak Tia berlalu sambil tersenyum sendiri.

Selama membantu pekerjaan Kak Tia yang begitu menumpuk dan tiada habisnya, Aku tak bisa berhenti memikirkan perkataan Kak Tia.

Masa laluku? Sepertinya tentang Abi. Karena satu-satunya hal yang tidak kuingat dari masa lalu adalah Abi. Aku..Sangat menyayanginya. Aku merasa tidak pantas karena telah melupakan abi.

Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini, batinku.

Mataku membelalak kaget saat melihat sebuah ruangan. Aku menundukkan kepala sedalam-dalamnya, dan berdo'a dalam hati.

Kak Tia yang melihat arah tatapanku sebelumnya ikut menengok ke ruangan itu. Ruang Jenazah, yang di dalamnya terdapat beberapa orang yang sedang mengkafani, mengurus mereka, serta keluarga para pasukan. Lengkungan tipis terukir di wajah Kak Tia. "Tidak apa. Mereka syahid di jalan Allah, Insyaa Allah. Ini adalah sebuah kemuliaan dan kehormatan bagi mereka, yang hanya mengharapkan ridha Allah."

"Iya,ya,Kak Tia. Mereka wafat dalam keadaan Syahid. Maasyaa Allah, betapa beruntungnya mereka," sahutku sambil terus berjalan.

"Benar. Semoga keluarga yang mereka tinggalkan diberi kelapangan hati," lirih Kak Tia.

"Aamiin Yaa Rabb."

Derap langkah kaki seseorang terdengar begitu cepat, berlari ke arah kami. Napasnya tak beraturan. Tiba-tiba, tangannya menepuk pundak Kak Tia.

"Ka..Kakak!"

Kak Sal, toh.

"Itu, aku merasakannya lagi!"

"Kalau begitu, ayo ke ruang perawatan. Kalila, kamu ikut. Sekalian meletakkan sisa box nya," perintah Kak Tia.

Aku hanya mengangguk pelan. Kak Sal terlihat sangat panik, apa yang terjadi, ya?

Setelah sampai ruang perawatan, Kak Sal terduduk diam dengan mata yang terus terbuka, seolah merasa takut untuk memejamkannya. Saat diperhatikan lagi, tubuhnya sedikit gemetar.

Kak Tia menyodorkan segelas air putih agar Kak Sal bisa lebih tenang, sementara aku hanya bisa duduk memperhatikan. Aku bahkan tidak tahu kenapa aku ikut kesini.

"..kembali lagi," bisikan Kak Tia yang lebih tertuju pada dirinya sendiri.

"Kamu! Kamu lagi! Kenapa..Kenapa kamu selalu menghantuiku?!" tiba-tiba Kak Sal berteriak sambil menunjuk diriku.

Aku yang tak tahu apa-apa semakin tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Kak..Kak Tia?" tanyaku takut.

"Tenang saja. Dia hanya akan berteriak. Ini sudah biasa terjadi, dan.."

"..dan?"

"Dan jadi lebih sering terjadi sejak Sal bertemu denganmu."

-•°•-

"Hah!!" aku tersentak kaget.

Kusapu pandanganku ke seluruh ruangan tempatku berada. Rasahana dan Hulwa tampak tertidur lelap di sampingku. Cahaya yang remang-remang menandakan bahwa ini adalah malam hari.

Malam..Hari? Ukh! Kepalaku sakit sekali. Keningku berkedut. Aku beranjak bangun untuk mengambil segelas air putih saat Rasahana terbangun dan bertanya padaku, "Kenapa kamu terlihat takut saat sedang tidur? Bahkan kamu berkeringat begitu. Ada apa?"

"Kamu melihatku?"

"Ya, aku tidak bisa tidur tadi. Kenapa?"

Ah, aku jadi ingat. Kejadian sebelumnya..Apakah itu hanya mimpi?

🌼🌼🌼
Reader sekalian~^^
Jangan lupa Vote dan Comment nya yaaa
Love you countless♥

-Nayqiyya

KalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang