10

7.2K 570 44
                                    

Suasana rumah ini menjadi canggung disaat malam hari. El dan juga Ariella sudah terlelap di kamarnya. Berbeda dengan Adelia yang masih berada di taman, menatap Bintang di langit sembari menikmati secangkir teh yang sudah ia buat.

Dalam pikiran Adelia, ia pasti akan merindukan rumah ini. Terlalu banyak kenangan indah disini saat ia masih bersama Devanno. Rumah ini sudah menjadi saksi bisu kisah perjalan rumah tangga mereka yang penuh liku-liku. Ia benar-benar tak menyangka kalau ini akan terjadi di hidupnya. Berpisah dengan pria yang sangat ia cintai. Pria yang selalu ada kapanpun ia membutuhkannya.

Pernah muncul di pikiran Adelia, mungkinkah ini semua karena ia kurang perhatian pada Devanno? Atau ada hal lain di dalam diri Adelia yang masih kurang di mata Devanno?!

"Kamu ngga tidur?" Pertanyaan Devanno barusan, membuat lamunan Adelia buyar.

Ia menggeleng pelan. "Aku belum ngantuk. Mas duluan aja."

"Aku boleh duduk disini?" tanya Devanno menunjuk bangku disamping Adelia. Wanita itu menjawabnya dengan anggukkan serta senyuman.

"Kabar kamu...baik?" tanya Adelia.

Devanno membuang nafasnya kasar seraya melihat kearah langit.

"Kalo kamu bisa ngerasain, kamu pasti tau kalo aku lagi ngga baik-baik aja." jawab Devanno. "Belakangan di pikiranku cuma ada kamu dan anak-anak. Aku ngga fokus kerja. Biasanya, ada tawa, tangis, teriakan dari anak-anak. Ada teriakan kamu yang ngomel sama El," ia tertawa sejenak. "...tapi belakangan ini, aku ngga denger itu semua. Rumah ini jadi kosong, begitu juga sama hatiku." tambahnya menoleh kearah Adelia.

Adelia masih terdiam.

"Aku pengen banget minta kamu buat memperbaiki ini semua. Tapi aku sadar kalo kali ini, aku bener-bener keterlaluan." kata Devanno lagi.

"Udah berapa lama mas sama perempuan itu?" tanya Adelia santai.

"Belum lama. Seumur Ariella."

Adelia berusaha menahan tangisnya.

"Mama sama papa kamu udah tau masalah rencana perceraian kira?" tanya Adelia.

Devanno menggeleng. "Belum. Aku bingung darimana harus ceritanya." jawab Devanno. "Kamu tau? Berat banget rasanya buat nerima ini semua. Aku harus pisah dari kamu, dari anak-anak. Aku ngerasa kaya hidup aku ngga ada artinya tanpa kalian." sambung Devanno.

"Bukannya masih ada selingkuhan kamu dan juga anak kalian?"

Devanno tertegun mendengar pertanyaan Adelia.

"Bahkan aku ngga mencintai mereka, Ya. Aku nikahin dia ngga lebih hanya karena aku tanggung jawab sama anaknya." jawab Devanno.

"Jangan jadi laki-laki yang egois mas. Dan jangan pula jadi laki-laki yang bodoh. Mas itu mencintai dia. Kalau enggak, ngga mungkin dia sampai hamil kan?"

"Itu semua diluar kendali aku, Aya. Terserah kamu mau percaya aku atau enggak. Yang jelas aku udah bilang terus terang ke kamu. Satu-satunya perempuan yang aku cintai sekarang itu cuma kamu dan hanya kamu!"

"Bullshit! Diluar kendali kamu bilang? Mas mau bilang kalo mas dijebak? Please mas. Ini bukan drama atau novel. Mas itu bukan lelaki bodoh yang bisa dijebak kaya gitu."

"Aku udah bilang ke kamu. Terserah mau percaya sama aku atau enggak. Aku ngaku kalo ini kesalahan aku. Aku pantes dapet hukuman dari kamu. Tapi aku mohon sama kamu. Please percaya sama aku, kalo cuma kamu wanita yang aku sayang. Aku nikahin dia bukan karena aku suka. Tapi karena tanggung jawab."

"Awalnya aku percaya kalo cuma aku yang ada dihati kamu, mas. Tapi maaf.. Setelah kejadian ini, aku jadi ngga bisa terlalu percaya sama kata-kata kamu."

Devanno beralih mendekati Adelia. Ia berlutut tepat dihadapan Adelia. Ia memegang kedua tangan serta menatap mata Adelia.

"Apa aku pernah main-main sama perkataan aku, Ya? Kamu hukum aku silahkan. Kamu mah tinggalin aku, silahkan. Aku cuma mau kamu percaya sama kata-kata aku tadi. Bisa kan?"

Adelia tak menjawab. Matanya sudah dipenuhi dengan air mata.

"Kamu bisa percaya aku kan sayang?" tanya Devanno lagi. "Hm?"

Tangis Adelia akhirnya pecah. Ia kesal. Ia juga marah. Tapi sejujurnya, ia tak ingin pergi jauh dari Devanno.

Devanno lekas memeluk istrinya itu dengan erat.

"Maafin aku. Maafin aku." ucapnya.

"Kenapa sih mas lakuin ini ke aku? Apa salah aku mas?"

Devanno semakin mempererat pelukannya.  "Maafin aku."

"Aku sayang sama kamu. Kenapa keadaan seolah bilang kalo kamu ngga sayang sama aku?"

Devanno melepas pelukannya. Ia memegang kedua bahu Adelia yang membuat empunya, menatap langsung ke matanya.

"Dengerin aku! Aku akan lakuin apapun biar kamu percaya kalo cuma kamu yang ada di hatiku."

"Aku mau kamu pergi dari hidup aku." kata Adelia namun tak menatapnya.

"Kamu yakin?"

"Aku capek dibohongin sama kamu terus mas."

"Tatap mata aku, Adelia! Apa kamu yakin kalo aku pergi dari hidup kamu, kamu akan bahagia?" tanya Devanno dengan lembut namun tegas.

Tetapi Adelia tak menjawab. Justru ia semakin menangis sesenggukan. Itu membuat Devanno kembali memeluknya.

"Please, pikirin keputusan kamu lagi. Kalo kamu bener-bener udah yakin sama semuanya, aku akan hargai semua keputusan kamu. Aku akan lakuin semua, meskipun itu mengharuskan aku buat pergi dari hidup kamu."

Tamat.














































Tapi boong~ hehehehehe

My Lecture My Husband-Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang