22

6.8K 572 21
                                    

"Mas, kamu yakin udah bisa ngajar lagi?"

Daritadi, Adelia terus bertanya pada Devanno yang sedang mengancingkan kemejanya. Ia khawatir dengan kesehatan Devanno yang menurutnya masih harus istirahat dirumah. Tapi Devanno harus kembali mengajar. Ia masih memiliki tanggung jawab untuk mengajar muridnya.

"Kamu itu nanya udah beberapa kali loh sayang." kata Devanno. Ia mendekat ke Adelia, mengisyaratkan kalau ia ingin dibantu memasangkan dasi.

"Aku khawatir sama kamu." ucap Adelia seraya memasangkan dasi.

Devanno menarik pinggang kecil Adelia agar lebih dekat dengannya. "Aku udah ngga apa-apa sayang." ucapnya lalu mencium sekilas bibir Adelia.

"Ck! Aku serius." kata Adelia.

"Aku juga. Kamu mau bikin adik buat Ariella sekarang juga, aku siap."

"Mas Devan ya bener-bener deh." protes Adelia. "Aku ngga mau punya anak lagi ah." lanjutnya.

"Emang kenapa? Punya banyak anak tuh rame tau. Biar pas kan laki-laki, perempuan terus laki-laki lagi."

"Mas yang hamil ya?"

"Hmm boleh kalo bisa."

Adelia terkekeh, kemudian memukul pelan dada Devanno. "Apa sih?!"

"Aya?"

"Hm?"

"Aku sayang kamu."

Adelia tersenyum. Ia berjinjit, lalu mengecup bibir Devanno beberapa detik. Hal itu membuat pria itu juga tersenyum.

"Aku juga sayang sama mas Devan."

"Nanti malam, kita dinner yuk?"

"Dinner? Sama anak-anak?"

Devanno terkekeh. "Kamu nih ya. Masa iya dinner ngajak anak-anak?! Berdua ajalah."

"Terus anak-anak sama siapa?"

"Nanti kita titip di mama aja. Kan cuma sebentar."

"Kasian tapinya..."

"Ngga mau nih? Padahal aku pengen banget berduaan lagi sama kamu." Devanno memasang wajah sedih. Hanya berpura-pura.

"Yaudah deh. Tapi sebentar aja ya?"

Devanno tersenyum senang, lalu mengangguk mengiyakan. "Ok. Nanti sepulang aku ngajar, aku jemput ya?"

"Mas tapi aku takut ada orang jahat lagi diluar sana."

Devanno sedikit menundukkan badannya, memegang kedua bahu Adelia.

"Dengerin aku ya sayang. Kamu ngga usah takut tentang itu semua. Aku udah serahin semua ke polisi. Bahkan Brian mau bantu kan?! Kamu ngga usah takut."

"Tapi..."

"Percaya sama aku. Hm?"

Akhirnya Adelia mengangguk. "Iya mas."

"Ayaaah.."

Suara itu membuat mereka menoleh.

"Ya kak?"

"Aku mau ikut ayah boleh?"

Devanno menghampiri, lalu menggendong El. "Ikut? Kemana?"

"Ke tempat ayah kerja."

"Tumben. Kakak mau jalan-jalan?"

El dengan polos, menggeleng. "El mau jagain ayah biar ngga ada yang bikin ayah sakit lagi."

Kalimat itu membuat keduanya terkejut. El memang sangat dewasa. Ia selalu berusaha untuk melindungi semua orang yang ada di sampingnya.

"Ayah ngga akan sakit lagi. Kalo kakak mau bantu ayah, cuma satu caranya."

"Apa?"

"Kakak cukup nurut sama mamam. Kalo kakak bisa, kakak boleh bantu mamam jagain adik. Bisa?"

"Bisa!" Dengan tegas El menjawab.

"Anak pinter." kata Devanno sembari mengacak rambut El. "Sekarang ayah kerja dulu ya?! Nanti ayah telat dimarahin deh." lanjutnya seraya menurunkan El.

"Iya ayah. Hati-hati ya."

"Iya sayang." katanya mencium puteranya. "Aku berangkat ya. Ciumin Ariella buat aku. Takut bangun kalo aku cium." kata Devanno ke Adelia.

"Aku ngga di cium?"

El menoleh ke arah El. "Kak, tutup mata. Ayah mau cium mamam."

Dengan tawanya, El menutup matanya. Lalu Devanno mengecup kedua pipi Adelia bergantian.

"Aku sayang kamu." bisiknya.

                                               .....

Sambil membereskan buku-bukunya diatas meja, Devanno mengumumkan kalau minggu depan ia akan memberikan sebuah ujian kepada mahasiswanya. Tentu itu membuat mereka mengeluh.

"Pak Devan perasaan abis sakit. Kok bisa bikin soal sih pak?" tanya seorang mahasiswa yang mengundak gelak tawa kelas.

"Yang sakit itu kan perut, bukan tangan." jawab Devanno.

"Minggu depan ajak El dong pak. Biar ujian kita ngga tegang banget." kata salh satu mahasiswi.

El memang kadang bersama Adelia kalau kebetulan lewat kampus tempat Devanno mengajar.

"Yang ada kalian malah main sama El. Lagian ini bukan taman bermain."

"Tenang guys, nanti biar aku yang bawa El kesini. Aya sama pak Devan ngga mungkin nolak." seru Brian percaya diri.

"Bisa aja. Asal kamu gantikan saya berdiri didepan sini ya?!" kata Devanno yang membuat semua tertawa.

Menjadi asisten dosen untuk Devanno adalah hal yang di hindari oleh mahasiswanya.

"Yasudah kalau begitu, kelas sampai disini. Sampai bertemu minggu depan." kata Devanno mengakhiri.

Setelahnya, Devanno masuk ke ruangannya seperti biasa. Ia merilekskan tubuhnya sejenak setelah seharian mengajar di beberapa kelas.

Tok tok tok

"Ya masuk." titah Devanno.

"Pak, ini saya." seru Brian.

"Oh. Masuk Bri."

"Pak, saya dapet kabar kalau polisi udah berhasil menemukan jejak ibunya Rani." katanya. "Wah, polisi jaman sekarang keren banget ya. Ngga nyangka saya." lanjutnya.

Devanno terkekeh. "Lalu gimana?"

"Sekarang mereka lagi menuju ke lokasi buat nangkep dia. Bapak tenang aja."

Devanno mengangguk mengiyakan. "Terimakasih ya Bri."

"Tapi yaaa pak. Saya masih bingung kenapa pak Devan serahin kasus ke saya?"

"Sebenernya saya mau selesain sendiri. Tapi saya ngga mau El tau kalo saya berurusan lagi sama mereka. Kalau kamu tau, tadi dia minta ikut saya kesini."

"Ngapain?"

"Katanya mau jagain saya, biar ngga sakit lagi." jawab Devanno. "Itu berarti dia tau kalau ada orang jahat disekitar kami kan? Saya ngga mau nantinya El jadi trauma untuk keluar rumah." lanjutnya.

"Wah, El pinter ya. Persis banget kaya saya."

"Kamu mau saya kasih soal tambahan?"

"Eehhh enggak enggak pak. El bener-bener mirip sama pak Devan. Ganteng, pinter, perhatian. Uuuhh.. Pak Devan banget deh pokoknya." kata Brian.

Tbc.

My Lecture My Husband-Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang