132 58 4
                                    

-Renungan-


LANGIT SORE begitu cantik kala itu. Bias jingga senja memancar ke seluruh penjuru langit, angin sepoi menabrak rambutku dengan lembut. Sementara kau, tak tahu entah di mana. Aku merasa sungguh tenang kala itu, menikmati deburan ombak di pinggir pantai sembari menyeruput es kelapa muda yang begitu menyejukkan tenggorokan. Aku tatap lekat-lekat langit yang memerah itu dengan harapan; amarah bisa sejenak rehat dari tempatnya.

Kadang aku berpikir bahwa harap yang terlalu tinggi hanya akan mencetus sakit di kemudian hari. Sejenak kuturunkan ego, kutundukkan kepala, mencoba meresapi setiap ambisi yang aku letakan di tempat yang begitu tinggi. Ternyata benar, rasaku yang terlalu menggebu-gebu sehingga kesakitan yang begitu besar tidak henti-henti untuk bertamu kepada diriku.

Detik ini aku berusaha untuk
Memberi jalan pada kata "maaf." mencoba kembali untuk menjadi seorang pejuang. Kembali menghubungimu untuk keberlangsungan hubungan ini, dan berharap semuanya bisa sedikit membaik. Aku rasa, aku terlalu keras dan begitu takut kehilanganmu. Oleh karena itu, kesalahan kecil saja akan berdampak besar pada amarahku. Malam dengan gelapnya menutup keheningan hari itu. Terselip sebuah doa untuk jalan cerita yang lebih baik di kemudian hari. Di sudut tempat tidur, aku memesan mimpi indah, sebagai pemanis untuk menuntaskan rasa-rasa bersalah yang sempat mengisi hari-hari sebelumnya.

"Ditengah majas yang saling sahut-menyahut, kita hanyalah sepasang kata kunci yang berusaha untuk saling membuka. Pada setiap titik yang selalu saja berusaha untuk mengunci larik, kita selalu mampu memperbaiki bait walau harus membuka pada paragraf baru."

KONTEMPLASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang