-Kesedihan dalam kalimat-
ADA hening yang paling sepi di kepalaku tatkala kehilanganmu merajam temu untuk waktu-waktu ke depannya. Dalam ketabahan diri sepeninggal dirimu, tak satu pun gemercik cahaya dapat berbinar dalam kehidupan. Hari-hari kian redup digelapkan oleh beberapa kenangan yang selalu terbayang. Waktu kini terasa lamban. Detik yang menggiring detak seperti jam dinding yang tidak lagi dipedulikan. Harapan terpaksa menggelengkan kepala karena kau yang aku anggap realita kini harus tenang dalam air mata. Hari-hari terus merangkak maju. Jarak antara kau dan aku seperti hari senin ke hari sabtu. Terpisah oleh beberapa jeda yang kemudian meliburkan diri pada hari minggu. Bukan seperti ini seharusnya.
Hati yang sempat merapat kini terpisah dalam sekat, kemudian menggantung di sebuah tanya yang tak terjawab. Siapa kita ini? Mengapa? Setega itu kehidupan meniadakanmu yang tidak ingin aku akhiri. Ke mana kisah kemarin? Mengapa segalanya memejamkan mata pada ruang-ruang kenang yang tidak sepantasnya untuk ditempati? Jika dengan cara sepecundang ini akhir cerita harus aku terima, biarlah cara mencintaimu kukekalkan dalam doa.
Sungguh benar terasa asing. Mungkin mencintaimu adalah cara melupakan paling berat. Ke mana kekesalan ini harus ditandaskan jika satu kesedihan yang kuhapus hanya akan melahirkan kesedihan yang berikutnya? Dirimu tetap terlihat indah dari jendela kaca yang berada di atap mataku. Sungguh, masih terlihat indah seperti kisah kemarin kini telah hancur.
Tidak ada yang harus disalahkan sekalipun caramu pergi sering dihakimi oleh orang-orang terdekatku. Entah mengapa harus begini jadinya. Kau yang aku cinta harus menjadi peracik luka dalam dada, menggetirkan senyum, dan memupuskan gelak tawa.
"Ada yang begitu ikhlas menggadaikan tidurnya hanya demi mengingat senyum manis seseorang yang telah terlepas dari kehidupannya. Ada pula yang begitu sabar merakit doa-doa tabah dan mengesampingkan seluruh aktivitasnya hanya demi seseorang yang kini tidak lagi mengingatnya. Ada juga yang begitu taat mengejar, tak pernah lelah, hingga pada akhirnya seluruh penat perjuangan hanya mendapatkan balasan penolakan. Mereka adalah orang-orang hebat. Luka tak pernah mereka pedulikan. Mereka percaya bahwa ribuan kali terjatuh dapat membuat luluh hati seseorang."
KAMU SEDANG MEMBACA
KONTEMPLASI
Non-Fictionsepenggal rindu kini bermain di antara deretan jarak yang terus berarak. cerita demi cerita yang kini gagal menjadi nyata, pergi menepi kesela pipi yang kian membasah. dalam lantunan doa-doa panjang yang tersenggal-senggal, ribuan sunyi kini memekak...