"Hei, Sisi! Kemarin waktu ulangan matematika kamu dapet berapa?" tanya Mia antusias. Sejak dua hari yang lalu, dia mulai lebih sering melepas kacamatanya. Memang menurutku kacamata tidak menyembuhkan mata minus. Aku pun seandainya tidak terpaksa, pasti sudah melepasnya sejak dulu.
"Erm ... aku dapet delapan puluh, jawabku ragu-ragu." Apa? Kalian bertanya mengapa bicaraku terdengar aneh. Tentu saja ini adalah kejadian saat aku masih kelas dua SMA, ketika aku masih dicap polos.
"Wah, keren! Kita selisih dua puluh," sahut Kira. Reaksinya membuatku mau tak mau penasaran dengan hasil yang didapatkannya dalam mata pelajaran paling ditakuti itu.
"Apa? Kamu dapet nilai sempurna?" tanya Mia tidak percaya. Namun matanya terlihat berbinar seperti melihat sesuatu yang luar biasa.
"Hehe ... sebenarnya bukan. Maksudku senam puluh." Kira menggaruk tengkuk yang sepertinya tidak gatal. Ekspresi takjub Mia seketika berubah menjadi tatapan datar. Benar-benar di luar dugaanku.
"Aku pikir ada yang bisa ngalahin nilai cowok sok-tau itu." Mia mendengus sebal. Aku memiringkan kepala, apa yang dia maksud adalah Kevin? "Yah, maksudku itu. Si ketos sekaligus ketua kelas abadi."
"Kamu ini kenapa sih? Padahal waktu aku baru masuk di sini, kamu sendiri yang ngajak dia buat sama-sama selidiki kasus," balas Kira. Jujur saja, aku juga tidak mengerti dengan hubungan mereka sebagai rival waktu itu. Apa ini karena Kevin sempat mengungkapkan perasaannya di koridor yang tentu saja sedang ramai.
"Udahlah, Kira. Aku males bahas anak itu." Mia melambaikan tangan sebagai tanda jika dia ingin mengubah topik. Kira menghela napas panjang, entah karena apa.
"Ya udah deh, ganti topik. Kalian tau sesuatu nggak tentang ruangan kosong di lantai tiga?" Kira mengambil tempat di salah satu kursi yang masih kosong di hadapanku.
"Ruangan kosong?" Aku juga ikut penasaran. Pasalnya, waktu itu aku tidak pernah mendengar jika di sekolah ini ada ruangan tak terpakai selain laboratorium bahasa yang masih dalam proses renovasi.
"Iya, kemarin waktu latihan karate, aku nggak sengaja liat ada ruangan kosong di sana. Dari jendelanya yang udah kotor banget, aku bisa pastiin kalo ruangan itu nggak pernah dipake," papar Kira.
"Hmm ... aku memang pernah denger dikit sih info tentang ruangan kosong. Mungkin itu bener ruangan yang kamu maksud. Katanya di sana dulu pernah ada ruang kelas. Tapi sejak ada kejadian siswa yang jatuh dari sana — entah didorong atau gimana — ruangan itu tetep dikosongin sampe sekarang. Mungkin mereka nggak mau kejadian sama keulang lagi." Aku dan Kira serempak mengangguk setelah cukup puas dengan penjelasan Mia.
"Tapi walaupun begitu, seharusnya jangan sampe dikosongin kan? Ntar kalo sampe ada hantunya gimana?" aku berpendapat.
"Iya, bakalan lebih parah kalo tempat itu dijadiin TKP pembunuhan," Kira menambahkan. Mungkin gadis oriental itu terlau banyak menonton film detektif sehingga pemikirannya tak pernah terlalu jauh dari para pelaku kriminal.
Mia hanya mengedikkan bahu. Barangkali karena tidak tahu harus berkata apa lagi. Memang menurutku misteri ruangan itu tidak akan terbukti sampai kita yang menyelidikinya sendiri. Namun sepertinya mereka tidak akan tertarik menyelidiki sesuatu yang lebih remeh daripada yang baru saja mereka pecahkan.
Tanpa terasa, bel masuk kelas berbunyi. Pelajaran seni budaya akan segera dimulai. Minggu lalu, Bu Widya menjelaskan jika hari ini kelas akan melakukan praktik vokal grup. Dan nampaknya beliau masih mengingat ucapannya seminggu lalu. Buktinya, sekarang siswa di kelas sudah dibagi menadi berpasangan, laki-laki dan perempuan.
Banyak dari mereka yang tidak terima dan meminta bertukar pasangan. Namun Bu Widya dengan santai membalas, "Jika kalian berkata begitu, terlihat jelas jika kalian memiliki rasa pada pasangan kalian." Menurutku itu benar sekali, jika tidak ada apa-apa, mengapa mereka harus risih di dekat partner.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] High School of Mystery: Russet Case
Misterio / Suspenso[High School of Mystery 4] Sisi hanya bisa pasrah seraya menggerutu dalam hati saat Ellion yang disangka delusional terus mengekor karena mengaku sebagai cinta pertamanya. Selain karena tidak mau diganggu oleh kedua sahabatnya yang ingin "balas den...