Terbongkar

1.2K 136 10
                                    

Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, pasti akan tercium bau busuknya.

....

Raka mengemudikan mobilnya secara ugal-ugalan. Tak peduli dengan umpatan para pengemudi lain. Berkali-kali Raka memukul stir mobilnya, menumpahkan segala emosi yang berkobar di dalam jiwa.

Penyesalan selalu datang belakangan, seandainya dia sedikit berani untuk mempertahankan Sea. Namun, nyatanya dia hanya cowok lemah!

Raka memarkirkan mobilnya asal-asalan, dia turun dan langsung masuk ke rumah. Membuka pintu dengan kasar, rasa kesalnya semakin menggebu saat memasuki rumahnya.

"Raka!" Raka berhenti ketika suara lantang itu menginterupsinya. "Dari mana saja kamu? Bella nunggu kamu dari tadi?!"

Raka tersenyum sinis, lalu melirik sang mama yang tengah duduk di ruang tamu dengan Bella. Gadis yang sangat Raka benci. Perusak segalanya!

"Raka, jawab! Jangan bilang kamu menemui gadis itu?" Mamanya langsung berdiri, emosinya meluap-luap karena Raka sama sekali tak menggubrisnya.

"Raka!" Teriakan itu kembali menghentikan langkah Raka yang sudah di ujung tangga. "Sudah berapa kali Mama bilang, jauhi dia!"

Raka langsung berbalik, menatap tajam sang mama. Wajahnya begitu menyeramkan, terlihat jelas aura gelap dari raut wajahnya.

"Apa Mama belum puas?" Suara Raka terdengar datar namun terkesan sangat dingin.

"Apa maksud kamu?"

"Mama minta aku putusin Seana, aku sudah lakukan, tapi please ... jangan paksa aku buat benci dia!" Raka sudah tak tahan lagi, dia benci mamanya yang terus mendoktrin dirinya agar membenci Seana.

"Raka jangan kurang ajar kamu! Kamu lebih membela dia dari pada Mama? Hah!" Mamanya semakin kesal.

Raka tertawa sinis, menundukkan pandangannya. "Ma, kenapa Mama jalani kehidupan seperti ini?" Raka mendongak, menghalau air mata yang tanpa permisi mendesak untuk keluar. "Mama bilang keluarga Seana aib, lalu apa bedanya dengan keluarga kita!"

"A ... pa mak—sud ka—mu, Raka?" Mamanya berubah pucat, sementara Bella hanya diam menyaksikan keduanya bertengkar.

"Mama lebih tahu dari pada Raka, Ma." Raka berbalik, berlari menaiki tangga.

Dia masuk ke kamarnya, menghempas tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar. Tanpa sadar air matanya kembali luruh.

"Kita gak beda jauh dengan mereka, Ma," gumam Raka.

"Raka, buka!" Terdengar suara mamanya menggedor-gedor pintu kamarnya.

Seakan tuli, Raka sama sekali tak bereaksi. Dia memejamkan matanya berharap melupakan semua ini. Dia pikir dengan menuruti mamanya, wanita itu akan senang tapi nyatanya semakin dituruti semakin menuntut lebih.

Cukup!

Raka bosan jadi boneka! Raka ingin menentukan pilihannya sendiri. Persetan dengan bibit, bebet, bobot yang selalu dijunjung tinggi sang mama.

Nyatanya, keluarganya dan Seana tak ada bedanya. Mereka sama-sama kotor, sama menyimpan kesalahan.

Raka benci, setiap kali memikirkan hal itu. Ingatannya selalu berputar pada masa kecilnya.

"Gak punya Bapak!"

"Gak punya Bapak!"

"Gak punya Bapak!"

"Argggh!" Raka mengerang memegangi kepalanya. Suara teriakan anak-anak terus berputar di otaknya, seperti kaset rusak.

Kenangan terburuk dalam hidupnya. Dia, anak hasil perselingkuhan. Raka tersenyum miring, bahkan mamanya juga mantan pelakor. Tapi menghakimi sesama pelakor.

Surat Cinta untuk Seana  (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang