Seana terus berdecak, kepalanya menggeleng. Hal itu membuat Randi yang duduk di sebelahnya heran. Tak seperti biasanya gadis itu tampak kesal sendiri.
"Kenapa lo?" tanya Randi. Seana refleks menoleh. Dia menggeleng. "Kalo ada apa-apa diceritain, jangan dibatin sendiri."
"Kyaaa Randi." Seana langsung menggeser duduknya, menghadap Randi. "Aneh gak si, pagi ini aku cek loker dan gak ada surat seperti biasanya." Seana tampak berpikir.
Dia merasa kehilangan, jika biasanya ada surat yang menyambutnya kali ini nihil. Lokernya kosong. Harusnya itu tak menjadi beban pikiran untuknya, tapi ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Serasa ada yang kosong.
"Positif thinking aja, mungkin dia bosen." Randi terkekeh, dia bangkit lalu melenggang pergi.
"Kyaaa!! Randi!" teriak Seana, meraih tasnya lalu berlari mengejar Randi. "Ngeselin banget si kamu." Seana memanyunkan bibir, berusaha mensejajarkan langkahnya.
"Siapa?"
"Lo———"
"Yang nanya."
"Kyaaa, Randi! Nyebelin!" Seana berdecak, ia kembali berlari mengejar Randi.
"Ampun ... aww, sakit!" pekik Randi, ketika Seana memukulinya dengan tas ransel secara membabi buta.
"Mana yang sakit? Maap." Seana tampak panik, merasa bersalah.
Berbanding terbalik dengan Randi yang tersenyum tipis, memandangi Seana yang tampak ketakutan jika dirinya kenapa-napa.
"Tapi boong." Randi tergelak, tak kuasa menahan tawa ketika melihat wajah Sea yang berubah masam.
"Terserah." Seana kesal, dia melangkah pergi meninggalkan Randi.
"Yah kok ngambek si." Randi merangkul bahu Seana, keduanya berjalan di Koridor sekolah. "Gak asyik lo!"
"Bodo!"
"Jadi nonton karnaval gak? Kalo ngambek ... ya gak ...."
"Jadi!" seru Seana. "Traktir aku, sebagai permintaan maaf kamu." Seana menyunggingkan senyum manisnya.
Randi mengangguk, tangannya mengacak-ngacak rambut Seana. "Kyaaa, Randi. Kan berantakan ...."
"Seana."
Keduanya berhenti, menoleh perlahan ke sumber suara. Seana terdiam, menatap Raka yang berdiri di depannya.
"Lo inget kata-kata gue kemarin. Selesain baik-baik, jangan egois. Gue tunggu di parkiran." Randi memasukkan tangannya ke saku, lalu melenggang pergi meninggalkan keduanya.
Kini Seana berada di belakang sekolah, duduk bersebelahan dengan Raka di bawah pohon yang cukup rindang.
Sudah lima belas menit berlalu, keduanya hanya diam membisu. Tak ada niat untuk saling membuka suara. Akhirnya Raka memberanikan diri, menyapa lebih dulu.
"Apa kabar?" Raka tampak kikuk.
"Baik." Namun respon Seana terlampau datar, di luar ekspektasinya. Gadis itu terkesan dingin dan terlihat tak nyaman bersamanya.
"Syukurlah." Keadaan kembali hening, Raka terus merutuki diri sendiri. Harusnya dia meminta maaf, menyampaikan semua isi hatinya. Tapi semua kata-kata yang sudah dirangkainya, tersendat di tenggorokan.
"Ada yang masih mau diomongin? Kalo gak aku mau pulang." Seana sudah akan beranjak, dengan cepat Raka menahan lengannya.
"Tunggu sebentar," ucap Raka. Seana kembali duduk, menatap wajah Raka yang pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Cinta untuk Seana (Completed)
Teen FictionSeana, salah satu primadona di SMA Pelita Harapan. Dia gadis multitalenta yang memiliki banyak bakat. Hidupnya nyaris sempurna, memiliki keluarga harmonis, harta berlimpah, pacar idaman, tak ada cela dalam hidupnya. Namun, semua itu berubah dalam se...