Harapan

1.2K 126 7
                                    

Ketika uang mengendalikan  segalanya. Dan semua berakhir tanpa kata maaf.

....

Seana kembali menjejakkan kakinya di sekolah, setelah seminggu tidak masuk. Semua berubah, tak ada lagi yang menatap sinis padanya. Meski mereka masih mencuri pandang dan saling berbisik.

Seana sudah tahu perihal kabar Bella yang di DO dari sekolahan, mungkin itu yang membuat anak-anak tak lagi berani menghujatnya. Bella juga sudah bebas, dia hanya perlu wajib lapor selama sebulan ini.

Wajar saja, karena orangtua Bella yang mempunyai firma hukum tak akan mungkin membiarkan anaknya terkurung di balik jeruji besi.

Ketika uang mengendalikan segalanya dan semua berakhir tanpa kata maaf! Seperti itulah realitanya.

Seana masuk ke kelas, hening seperti biasa. Seana sudah terbiasa, dia langsung menuju loker. Lagi-lagi Seana menemukan surat misterius itu di dalam lokernya.

Selamat pagi untuk kamu yang baru saja patah hati, tersenyumlah masih ada yang menunggumu.

Seana mengerutkan kening, rasa penasarannya kembali menggebu-gebu.

Siapa?

Satu kata yang selalu muncul dalam benaknya. Setiap hari menerka-nerka dan selalu berujung frustasi, karena tak pernah mendapatkan jawaban yang tepat.

Dan seperti itulah waktu bergulir dengan cepat, hampir sebulan ini Seana selalu mendapatkan kartu ucapan selamat pagi di lokernya. Dia sudah tak lagi mempedulikan siapa sang pengirim surat.

"Kenapa?" tanya Randi yang baru saja masuk kelas. Melihat Seana murung di bangkunya.

"Surat misterius lagi." Seana menunjukkan surat di tangannya.

"Bagus dong, itu artinya lo punya pengagum rahasia." Randi mengacak-ngacak poni Seana. Kebiasaan baru Randi setiap kali bersama Seana. Dia sudah tidak selalu dulu tapi berubah jadi menyebalkan!

"Tapi tetep aja aneh, dia sama sekali gak cantumin nama atau inisial." Seana menghela napas panjang. Percuma saja dia menggerutu, tak akan membuat orang itu muncul ke hadapannya.

"Lo penasaran?"

"Ya iyalah penasaran, aku pengen tahu siapa dia sebenernya. Aku pengen bilang terimakasih, berkat dia hidupku jadi sedikit lebih berwarna." Seana tersenyum tipis.

Akhir-akhir ini hidupnya memang jauh lebih baik dari sebelumnya, surat-surat bersyair yang selalu menemaninya memberikan sedikit warna di hidupnya.

Kata-kata motivasi yang selalu membangkitkannya dari keterpurukan. Bahkan terkadang terselip kata candaan, yang tanpa sadar membuat Seana tertawa sendiri kala membacanya.

"Hari ini sidang putusannya bukan? Terus ngapain lo masuk sekolah?" Seana menoleh pada Randi.

"Papa yang suruh, sebentar lagi kan UAS. Papa gak mau aku ketinggalan pelajaran, aku bisa apa jika itu kemauan beliau." Seana mengukir seulas senyum di bibirnya. Senyum yang selalu membuat dada Randi berdebar tak karuan.

"Gak usah senyum, muka lo jelek kaya mimi peri!" Randi menatap ke segala arah, menyembunyikan wajahnya yang entah kenapa justru bersemu.

Surat Cinta untuk Seana  (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang