epilog

2.7K 154 9
                                    

Hai Seana.

Aku bukan pujangga, bukan juga penyair.
Aku tidak bisa membuatkanmu bait-bait puisi indah maupun syair-syair merdu.

Aku hanya manusia biasa, yang selalu memandangmu tanpa berani mendekat.
Ku pikir menjadi temanmu sudah lebih dari cukup, namun aku terlalu ambisius.

Aku tak puas hanya dianggap teman, aku inginkan yang lebih dari itu. Lagi-lagi ekspetasi ku dihantam oleh realita.
Aku seperti punguk yang merindukan bulan, terlalu mustahil untuk berharap dapat bersanding denganmu.

Aku memilih berhenti, aku takut jika melangkah lebih jauh dan hanya akan menyesatkan hati.
Aku terlalu pengecut, menyerah sebelum menyatakan.
Aku yang tak berani mengungkapkan perasaanku.

Maaf, mungkin aku diluar ekspetasimu, tak sesuai harapanmu. Tapi mencintaimu diluar kehendakku. Aku tak bisa merubah arah hatiku, jika yang dituju hanya dirimu aku bisa apa.

Terkadang kita tak bisa mengontrol perasaan sendiri. Tapi hebat mengelabuinya. Seperti aku yang terus mengelak dari kenyataan kalo aku mencintaimu.

Randi, pengagum rahasiamu.

Seana tersenyum manis, tak bosannya dia membaca surat itu berkali-kali. Seana melipat kembali surat itu, memasukkannya ke saku jaket. Dia bergegas turun setelah mendapat interuksi dari pramugari.

Seana menghirup udara segar kota kelahirannya, setelah hampir delapan tahun meninggalkan tempat itu. Dia mengembangkan senyumnya, melangkah dengan pasti. Hatinya berdebar, tak sabar akan bertemu pujaan hati.

Seana menatap ke kerumunan, mencari sosok yang sudah ia nantikan. Meski Seana yakin wajah Randi sudah pasti berubah, semakin tampan atau justru sebaliknya.

Seana mendengkus, harapannya pupus. Nyatanya sudah mencari ke mana-mana tak ditemukannya Randi. Dia berdiri di lobi bandara, seperti orang hilang.

Seana mengerucutkan bibirnya, tampak kesal. Sudah hampir setengah jam ia berdiri, kakinya sudah pegal dan tak ada kabar juga dari Randi. Hatinya sudah menggerutu sejak tadi.

"Randi mana si." Seana terus menatap layar ponselnya. Semakin kesal saat tak mendapat notif sama sekali. "Siapa?" Seana panik ketika matanya tiba-tiba ditutup.

"Tebak siapa?" bisik orang itu.

Bau maskulin langsung menyerebak ke indera penciuman Seana, napas berbau mint membuatnya langsung bisa menebak.

"Randi!"

Seana menyingkirkan tangan itu dari matanya, dia berbalik menatap orang yang berdiri di belakangnya. Seana membalas senyuman Randi, dia langsung menghambur memeluk Randi.

Menumpahkan segala kerinduan yang sudah menggebu, memeluk erat pria itu. Randi balas memeluk Seana, tanpa canggung mengecupi kepalanya.

"Kamu jahat!" Seana melepaskan pelukannya, memukul pelan dada Randi seperti gadis-gadis yang tengah merajuk. "Setengah jam lebih aku berdiri di sini kaya orang ilang." Seana mengerucutkan bibirnya.

Randi terkekeh, mengelus lembut kepala Seana. "Maaf, aku tadi ada sidang. Terus nyempetin beli ini dulu." Randi menyodorkan buket bunga mawar merah pada Seana.

"Wah Pak pengacara sekarang romantis ya," ledek Seana. Dia mencium harum mawar itu, memeluknya erat saking senangnya.

"Kamu lebih suka aku yang dulu berarti." Seana refleks langsung menggeleng.

"Gak! Randi yang dulu itu kaku, ketus dan menyebalkan. Aku gak suka." Randi terkekeh, melihat tingkah Seana yang masih saja terlihat seperti anak kecil diumurnya yang tak lagi muda.

Surat Cinta untuk Seana  (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang