26. Undangan

2.8K 280 15
                                    

Jemari Arham mulai menggulirkan menu aplikasi di ponselnya. "Kosong." tidak ada satu notifikasi pun.

Ia menghela napas berat. Lalu melempar ponselnya ke sembarang arah diatas kasur

"Baru kali ini cogan kek gua kesepian." lirih Arham seraya memeluk hampa dirinya sendiri.

"Oi."

"Oi."

Arham spontan bangkit, teriakan barusan sangat menggema ditelinganya, seperti suara orang yang teriak didalam goa. Namun Arham mencoba bodo amat dan melanjutkan rebahannya.

"Oi!"

Tapi lagi-lagi teriakan itu muncul bahkan sangat berdenyut di gendang telinga pria bermata teduh ini.

"Oi!" suara teriakan itu semakin menggema dan sangat nge-bass

"Haishh! sejak kapan sih dirumah ini melihara Tarzan!" Arham berdecak kesal lalu ia berdiri dan membenahi handuknya yang hampir terlepas

Arham melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

"Oi!"

Suara teriakan Tarzan yang sedari tadi menggema di setiap sudut rumahnya kini semakin jelas terdengar saat Arham mulai turun dari anak tangga

"Woi tarzan berisik!" teriak Arham saat sudah di anak tangga terakhir

"EMANG ANAK DURHAKA YA LO HAM!"

Jleb Arham mendelik kaget, lalu menelan salivanya susah payah saat makhluk yang tiba tiba ada dihadapnnya lebih menyeramkan dari Tarzan.

"Eh Mama... Kirain tadi antek-anteknya pak RT minta sumbangan buat mesjid ma," Arham menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya meringis menampilkan deretan gigi putihnya.

Iren sudah berkacak pinggang dengan mata memburu tajam, tubuhnya masih terbalut celemek dan badannya bau asap dapur.

Matilah dia! Ibunya yang lebih galak dari seluruh guru Bk di Indonesia baru saja di katain Tarzan, auto gak makan sebulan si Arham!

"Ma...Mama mau aku bantuin masak. Masak apa ma, masak air? Nasi?" Rayu Arham berusaha mengalihkan kemarahan ibunya.

Tidak ada sahutan dari Iren selain tatapan yang mematikan. Arham semakin kikuk dibuatnya.

"Hm...atau mama mau di bantuin pasang tali jemuran? tali silahturahmi?"

"Susah banget lo di panggilin dari tadi—"

Iren masih melotot dengan tangan dipinggang, napasnya begitu memburu seperti ingin menerkam anak bungsunya itu. "—UNTUNG AJA ABANG LO DATANG KEMARI. KALO KAGAK UDH GUE BEJEG LO!" pekik Iren membuat lawan bicaranya merinding habis-habisan

Arham menelan salivanya dengan sart, ibunya ini memang jauh dari kata lembut.

"Bang Nando dateng ma? sama istrinya?" Alibi Arham

"UDAH BURUAN SONO. KAGAK USAH SOK BAIK LO UPIL NOBITA. PAN LU BILANG TADI GUA TARZAN!"

"E-ng-gak. mama salah denger ma. Aku tadi bilang frozan ma bukan tarzan. Itu tuh si elsa yang main pilem upin-ipin." ujar Arham ngeles

"UPIN IPIN GINJAL LU KUDISAN!"

Arham hanya cengar cengir tak berdosa seraya menggaruk-garuk pantatnya

"UDAH SONO!"

"iye." Arham mempercepat larinya menuju ruang keluarga untuk menemui abangnya yang datang dari luar kota.

*****

"HAJIGUR." Arham terpelonjak kaget saat yang ia lihat bukan abangnya melainkan seorang anak kecil berwarna biru tua membawa suling dengan celana kuning menghiasi tubuhnya

I'm Here √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang