36. Tragedi saat cabut

1.6K 170 8
                                    

Mentari pagi menyingsing sengit di ufuk timur. Semburatnya mengiring lengkungan manis dibibir tiga pria yang terbilang cukup tampan disekolah.

Pagi ini cukup cerah, secerah wajah Arham yang telah lepas dari bintil-bintil merah pasca alergi kemarin. Sepanjang kaki mereka langkahkan, tak sedikitpun senyum itu pudar.

Tiga pria yang memiliki postur tubuh hampir seimbang itu saling merangkul bahu satu sama lain. Tak lupa sudut bibir mereka sunggingkan untuk menyapa setiap insan yang berpapasan.

"Pagi pak gito," serentak ketiganya saat melintasi pos satpam didekat gerbang sekolah.

Tanpa mendengar sahutan dari pak gito mereka kembali melanjutkan langkahnya dengan sejuta senyuman indah yang terus terukir diwajah tampan mereka.

Pak gito mengernyitkan dahinya bingung dengan secangkir kopi yang tertahan ditangannya. Pupil hitam pak gito bergerak keatas dan kebawah menyorot tiga pria yang sudah melangkah jauh dari tempatnya.

"Emangnya gak gatel kalo seragamnya rapi gitu?" gumam pak gito yang kemudian melanjutkan aktivitas ngopinya yang tadi sempat terjeda.

Ya, hari ini Arham and the geng berpakaian tidak urakan seperti biasanya. Seragam masuk ke celananya dengan rapi, sabuk hitam melekat dengan indah, bahkan otak dan dengkulnya sudah kembali ke posisi semula.

Mereka bertiga melenggang anggun menuju ke kelas dengan celana yang dinaikkan hampir seperut. Rambut klimis dengan model nyisir kesamping, bahkan dari jarak pandang seratus meter pun rambut tiga cowok itu masih tampak berkilau.

Hari ini bukan tanpa alasan mereka berpenampilan serapi dan seculun itu, mereka sudah tau bahwa hari ini pak Radan guru killer se-akhir zaman bakal melaksanakan razia kembali. Tentunya tiga cecunguk ini dapat bocoran dari om nya Arham yang merupakan kepsek mereka bahwa hari ini bakal ada razia besar-besaran.

"Gak sia-sia minyak jelantah mak gue," ujar bima sembari mengibaskan rambut klimisnya. Lebih tepatnya rambut berminyak kayak gorengan culas. Entah berapa banyak pomade yang dia tuang ke kepalanya itu.

Mereka bertiga terus melangkah dengan bangga hingga sampailah dikelas tercinta dengan tangan yang masih setia merangkul bahu satu sama lain

"Gue mah yakin bakal dapat pujian dari pak Radan," ujar devan tersenyum sinis

Arham memasukkan tangan kirinya yang nganggur kedalam saku celana. "Jijik gue kek gini, macam nobita kesir...." ucap Arham menggantung saat devan tiba-tiba menahan langkah mereka

"Astagaa!" Pupil coklat tiga cowok itu mendelik tak karuan saat menyaksikan pak Radan sudah mengguntingi rambut cowok-cowok dikelasnya.

Langkah mereka serentak mundur dari ambang pintu, dengan gerakan kilat mereka menjauhi kelas terkutuk itu

Brughh

Bima melayangkan tendangannya kepondasi kelas tetangga.

"Sialan! ternyata beliau razia rambut anjir!" seru bima penuh emosi

Devan dan Arham saling menatap dan melirik kearah kepala mereka masing- masing. Devan bergeleng kuat dengan biji mata mendelik lebar. "RAMBUT GUE!" teriak devan frustasi

"Gue gak mau botak!"

"Gue juga!"

Arham masih diam, tangan kirinya mulai meraba puncak rambutnya. "Yang pasti gue juga," pungkas Arham

Meskipun sudah pakai pomade sebanyak itu tetap saja tidak akan bisa menutupi rambut panjang mereka. Dan tentunya razia pak Radan adalah razia paling mematikan seantero sekolah, sulit dihindari.

I'm Here √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang