Arham membuka jendela kaca kamarnya yang dipenuhi embun hujan. Cuaca mendung sejak siang tadi hingga saat Ini sudah hampir gelap. Gerimis telah hampir dua jam menyelimuti langit diatas rumah Arham. Pria ini sejak tadi melamun didepan jendela kamarnya. Isi pikirannya begitu kacau, begitu juga dengan hatinya yang masih membekas semua kejadian sakit siang tadi.
Arham beranjak dari duduknya, menyambar jaket kulit berwarna hitam yang tersampir dibelakang pintu kamarnya, serta mengambil dompetnya diatas nakas lalu memasukkannya ke saku jaket.
Pria ini keluar begitu saja tanpa berpamitan dengan mamanya yang sejak tadi belum keluar dari kamar. Arham benar-benar tidak snaggup untuk melihat wajah marah ibunya itu.
***
Arham menyesap satu batang rokok yang baru saja dibelinya tadi di minimarket. Setiap asap hembusan yang keluar, Arham berharap satu persatu kecemasan dan kegundahan hatinya ikut sirna, tapi apa? nihil, Arham hanya mendapatkan sedikit ketenangan bukan solusi
"Lo ngerokok Ham?" celetuk Bima yang baru saja datang dari balik punggung Arham
Arham sudah hampir setengah jam menunggu sahabatnya ini di depan salah satu bengkel langganannya yang saat ini sedang tutup.
Arham menganggukan kepalanya mendengar pertanyaan dari Bima barusan. "Bener kata lo, rokok buat tenang." lirih Arham
"Awas jangan sampe kecanduan, tar lo dicoret dari kk sama tante Iren."
Arham berdecih. Menyunggingkan sedikit ujung bibirnya. Ia terus menghamburkan asap rokoknya seolah telah pro dalam hal merokok. Membuat Bima geleng-geleng kepala sendiri.
"Devan mana?" tanya Arham
"Dia gak bisa kesini, nganter kakeknya ke rumah sakit."
Arham mengangguk paham dengan mulut masih terus mengeluarkan asap rokok. Bima menyusul duduk disebelah sahabatnya itu. Ia ikut prihatin melihat wajah Arham yang begitu lesu dan terlihat sangat banyak masalah di pikirannya.
"Jadi gimana Ham, lo mau ngomong soal apa tadi?" tanya Bima yang memang pria ini menemui Arham atas permintaan sahabatnya ini, karna katanya ada hal yang ingin dibicarakan
"Lo ada info lowongan kerja gak?" tanya Arham membuat Bima menelan salivanya dengan berat
"Lo mau berhenti sekolah? tanggung Ham, setahun lagi selesai."
Arham terkekeh. "Justru itu... gue harus cari kerja supaya gak berhenti sekolah."
"Lo kan sekolah udah gratis Ham, ditanggung sama om lo kan? jadi buat apa harus kerja lagi bego?"
"Gue gakmau nyusahin nyokap gue terus-terusan, gue udh ngecewain dia Bim, gue gak mau jadi beban mereka lagi..." lirih Arham membuat Bima turut sedih, karena tidak biasanya Arham membicarakan hal serius seperti ini
"Gak lah bro! nyokap lo gak tau cerita yang sbenernya, lo gak ngecewain dia, nyokap lo cuma salah paham."
"Gue gak tau bakal semarah apa nanti Nando ke gue, gue harus siap kalau di usir dari rumah..."
"Separah itu Ham?" tanya Bima
Arham mengangguk. "Mungkin mereka jarang marah, tapi sekalinya gue atau Nando buat kesalahan, saat itu juga gue gak di izinkan buat nginjek rumah sampai gue mau berubah."
"Tapi masalah sepele Ham, lo gak bunuh anak orang juga kan? gak mungkin tante Iren tega."
"Nando...dia dulu waktu smp nyoba bolos sekolah selama dua hari krna ngikutin temennya, tapi ketahuan papa mama gue, sampe akhirnya dikirim ke pondok sama bokap gue selama 6 bulan. Nando selalu nelpon pakai hp ustad disana, dia selalu nangis minta pulang, tapi mama dan papa gue gak mau jemput, sampe tu anak bisa bener berubah." ucap Arham mematikan batang rokok yang tampaknya sudah memendek. "Itu cuma bolos, gimana gue yang diskors seminggu? bisa digebukin!" ucap Arham lagi lagi membuat Bima merasa kasihan.