7. Malam itu

3K 396 0
                                    

Echi keluar dari toilet dan kembali ke tempat semula. Ia tidak melihat Arsen disana. Hanya ada Vero teman sekelas Echi, beberapa teman se-angkatan lainnya dan pria asing tadi yang sedang menikmati coffe dan obrolan kecil

Echi celingak-celinguk memandang nanar setiap sudut cafe. Tapi Arsen tak kunjung menunjukan batang lehernya.

"Ver, Liat Arsen gak?" tanya Echi dengan posisi berdiri di sebrang tempat vero duduk

"Arsen siapa?" sahut vero dari tempat duduknya

Ya, Echi lupa. Jelas saja Vero tidak mengenal Arsen. Arsen kan anak pindahan tadi pagi yang sama sekali belum berbaur dengan anak- anak SMA kharisma, kecuali Mira dan Olivia.

"Cowok bule yang duduk disini tadi." Echi menunjuk kursi tempat arsen duduk sebelumnya

Vero menaikkan satu alisnya. "Siapa sih? Gue gak terlalu merhatiin." jawab vero sedikit bingung.

"Yang traktir kita semua disini." jawab Echi pelan

Vero mengangguk paham. "Oh temen si Olivia? udah keluar dari tadi chi." jawab Vero membuat jantung Echi tersentak

Sedangkan Echi sedikit canggung, karna sedari tadi saat ia berbicara dengan vero semua teman teman vero memperhatikannya detail.

"Ok, thanks ver." pungkas Echi cepat-cepat melangkahkan kakinya keluar cafe. Ia bingung, kemana Arsen? Tiba tiba menghilang seperti ditelan bumi!

Echi mencoba menghubungi Arsen, beberapa kali menelponnya, tapi tak kunjung ada jawaban. Ia beralih menelpon Daffin, tapi tidak aktif.

"Gimana gue mau pulang..." lirih Echi mengacak ngacak frustasi rambutnya

Echi duduk diteras cafe. Sedikit memposisikan pikirannya agar tenang mencari jalan keluar.

Bunda? Ah tidak mungkin. Ini sudah pukul 11 malam. Echi tidak ingin menganggu kedua orang tuanya yang sedang istirahat.

Tenang chi tenang~ tarik nafas dalam dalam hembuskan. Pasti ada jalan keluarnya-batin echi

Echi kembali melangkahkan kakinya masuk ke cafe tersebut. Menghampiri vero yang masih asik nongkrong.

Echi menarik napas dalam-dalam lalu ia hembuskan kembali, jujur Echi cukup gugup.

"Gue boleh nebeng pulang gak?" tanya Echi sedikit canggung dihadapan vero dan teman temannya

Sejujurnya Echi sangat malu. Tapi jika tidak begitu dia tidak akan sampai kerumah.

"Kita naik motor chi, gak bawa mobil, dan satu motor udah pada ada boncengannya," balas vero

"Emang lo kesini sama siapa?" tanya vero menambahkan

Echi tertegun, dan sedikit memundurkan langkahnya. "Sama Arsen, tapi dia tiba-tiba gak ada, gue gatau dia kemana." balas Echi

"Oh sorry banget ya chi," sahut Vero, "atau mau gue pesenin taksi chi? udah malem juga, ga baik kalau makin kemaleman."

"Gak usah deh Ver, bisa pesen sendiri kok, gue pamit pulang ya Ver, thank you udah ikut nge ramein acara." pungkas Echi tersenyum hangat

"Hati-hati Chi, jangan kejauhan nunggu taksinya." balas Vero mengingatkan

"Siap."

Malam itu suasana cafe mulai sepi. Dengusan angin malam semakin jelas terdengar ditemani hujan yang turun dari awan gelap.

Gadis malang itu memutuskan untuk menunggu angkutan umum di halte terdekat. Tapi apakah masih ada taksi atau angkutan yang lainnya tengah malam begini? Ah sungguh tidak mungkin.

Ia mempercepat langkahnya, sedikit berlari karna hujan turun semakin deras. Hingga akhirnya ia sampai, suasana halte sangat sepi, ditambah hujan turun.

Ingin menangis tapi tidak ada yang memperdulikannya. Echi terduduk, raut wajahnya tak bisa digambarkan. Kamu bisa membayangkan betapa sedihnya Echi malam itu. Hujan pun turun semakin deras.

"Gue harus gimana..." lirih Echi

Echi sudah mencoba memesan taksi online beberapa kali, tapi belum ada yang mengambil pesanannya.

Echi mengepal kedua tangannya. Malam yang terasa mencekam dengan hujan deras membuat tubuh gadis mungil itu kedinginan.

Ditengah derasnya hujan terdengar suara deruman motor samar-samar. Echi tidak memperdulikan, namun suara motor itu semakin terdengar jelas dan dekat.

Seorang pria dengan helm hitam fullface
Memberhentikan motornya tepat di depan halte Echi duduk, pria itu seperti akan berteduh.

Echi tidak menghiraukannya sama sekali.

Pria itu tiba-tiba bediri dihadapan Echi, sedikit membungkukan tubuh kekarnya lalu menyodorkan jas hujan berwarna biru muda dihadapan Echi dalam keadaan wajah yng masih tertutup sempurna oleh helm.

"Pakai." seru Pria itu dingin

Echi yang sedang duduk meringkuk spontan melihat keatas, siapa pria asing ini?

"Gue antar pulang." tambah pria itu sembari membuka helmnya

Echi membelalakan kedua biji matanya. Gadis ini sedikit tersentak Melihat wajah datar pria itu, tatapan yang sangat teduh, dan menenangkan.

Dan benar itu adalah pria asing yang memberi Echi sebuah kotak kecil saat di cafe tadi.

"Mau pakai gak?" tanya pria itu penuh penekanan sembari menunggu Echi menerima jas hujan yang ia berikan.

Echi seketika sadar dari lamunannya "taa..taapi aku.." balas Echi terbata bata

"Yaudah kalo gak mau." pria itu langsung kembali ke atas motornya

"Naik gak?" tanya pria itu menatap Echi lekat

Echi menganggukan kepalanya. Sejujurnya ia takut jika berurusan dengan orang asing. Tapi jika tidak begitu, mungkin Echi tidak akan sampai kerumah malam ini.

"Ok." Echi melangkah kan kakinya untuk turut menunggangi kuda besi milik pria itu.

Ia tidak ingin berlama-lama, sudah larut malam, dan hujan tampaknya akan butuh waktu lama untuk reda.

Pria itu melajukan motornya dengan kecepatan standar, menerabas hujan, tapi ia tampaknya menikmati.

Echi masih bingung, ia hanya diam, tak bisa membuka percakapan apapun. Tubuhnya menggigil diatas motor.

"Dimana rumah lo?" tanya pria itu terdengar samar

"Lurus, ntar belok kiri," jawab Echi dengan bibir yang menggigil.

Pria itu menganggukan kepalanya, Echi bisa melihatnya dari belakang.

Apa yang harus Echi lakukan? Menannyakan namanya? Ah tidak! Sama sekali tidak penting bagi Echi. Bisa pulang dengan selamat sudah cukup bagi gadis mungil itu.



Hargai setiap tulisan yang kamu baca
Dengan cara vote setiap part nya. Terimakasih

Next up

Ntar malem

Maafkan typo yang bertebaran:')

Jangan lupa ajak teman kalian buat baca i'm here

I'm Here √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang