14. Kesal

179 15 0
                                    

Cia sudah sejak beberapa detik yang lalu berdiri di koridor kelas lantai dua yang pemandangannya tertuju langsung pada hamparan rerumputan dan pepohonan belakang sekolah. Ini adalah pagi yang sangat cerah. Mentari sangat terang bersinar hingga menerpa wajah cantiknya dengan kehangatan yang sangat Cia suka. Ditambah dengan sedikit angin sepoi-sepoi. Menambah kesempurnaan seperti pagi-pagi lainnya.

Tapi tidak terlalu untuk pagi ini.

Perasaan kesal masih menyelimuti Cia sejak kejadian di rumah Mitha kemarin. Ingatan-ingatan yang membuat Cia kesal, malu, dan kecewa terulang kembali di otaknya. Ditambah lagi semalam Rio menelponnya berulang-ulang. Cia sudah menebak pasti Rio akan meminta maaf, dan Cia memutuskan tidak akan memaafkan nya.

Rio. Ya, si kecebong anyut menjengkelkan itu kembali mengacaukan hari Cia, membuat Cia naik darah saja.

Cia menarik napasnya dalam kemudian menghembuskan nya perlahan. Berusaha mendapatkan relaksasi dari kegiatan itu, dan bisa berpikir jernih untuk melupakan hal-hal memalukan kemarin.

"Woi ayok!" panggil Fika tak santai. Sedari tadi ia menunggu Cia yang asik melamun.

Cia melirik Fika sekilas.

"Lo gak akan masuk? Bel udah bunyi dari tadi," ucap Fika sembari pergi begitu saja meninggalkan Cia.

Cia mengerutkan dahinya bingung. Kemudian ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dan benar saja, semua siswa-siswi sudah masuk ke kelas masing-masing.

Bisa-bisanya Cia tidak mendengar suara bel yang auto nyaring, hanya karna asik melamun.

Cia berlari menyusul Fika, dan mensejajarkan langkahnya.

Setelah tak lama berjalan dan menuruni anak tangga, Cia dan Fika sampai di kelas. Mereka langsung masuk ke kelas.

Satu hal yang sangat tidak Cia inginkan saat ini. Bertemu Rio Aditya Hengky.

Dalam hati, Cia berdoa agar tidak bisa melihat Rio saat itu juga.

Cia tak berani melirik ke arah bangku Rio, ia menundukkan kepalanya sambil berjalan ke arah bangkunya. Cia sudah sedari tadi menghindar agar tidak bertemu si kecebong anyut itu di kelas, makanya ia memilih untuk ke lantai dua. Ia sangat malas hanya untuk sekedar melihat wajahnya yang sudah pasti memasang wajah tanpa berdosa itu.

Cia duduk di bangkunya dengan gelisah.

Terlihat bu guru masuk ke kelas.

JANGAN SAMPE CIA KELEPASAN DI KELAS.

Ia menghela napasnya. Rasa kesal kembali menyerangnya. Cia menelan salivanya, dan mengumpulkan niat sebentar, lalu detik berikutnya menoleh ke arah belakang takut-takut. Dan nampaknya doa Cia di jabah Tuhan saat ini.

ALHAMDULILLAH YA ALLAH.

Rio tidak berada dalam kelas.

Cia menghembuskan napasnya lega. Sambil mengusap dadanya. Tapi detik berikutnya ia mengerutkan dahinya.

"Kok jadi Cia yang takut-takut gini sih? Kan yang salah Rio. Terus kenapa Cia yang bingung kalo bakal ketemu Rio? Emang Rio siapa? Cuma orang yang bisa bikin onar di hari-hari Cia! Sampe bikin Cia suntuk terus gini." gumam Cia pelan yang ternyata dapat didengar oleh Fika.

"Gue harap lo gak tambah gila gara-gara hal sepele kek gini," ucap Fika.

Cia menoleh, "Fik ini nggak sepele," kesal Cia sambil sedikit memanyunkan bibirnya.

Fika menggeleng-geleng kan kepalanya, sementara Cia tidak suka di katakan seperti itu. Ia menatap Fika tajam.

"Iya deh iya," serah Fika.

FELLICIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang