Saat itu sang fajar keluar menguasai gelap yang menyusut secara perlahan. Burung-burung menari sambil bernyanyi mengelilingi langit biru yang cerah. Dedaunan melambai hangat tersenyum menikmati keindahan alam. Udara dingin yang segar membuatku menarik kembali selimut tidur. Melanjutkan mimpi indah yang sempat terjeda. Itu membuatku selalu saja meninggalkan kewajiban sebagai umat muslim. Aku dulu tak pernah sekali pun mengerjakan shalat subuh. Selalu saja ku mendahulukan duniawi ketimbang panggilan Tuhan Sang Maha Cinta.
Waktu itu aku hanya tinggal bersama ibu mengontrak sebuah rumah di pinggiran kota. Di situlah awalku memulai usaha rumahan yang menjualkan produk hanya melalui online saja. Sempat usahaku ada kemajuan, namun karena kesombongan yang tak melibatkan Tuhan, akhirnya usahaku menyusut. Hal ini membuat perekonomianku dan ibu semakin memburuk. Sering sekali aku berdebat dengan ibu. Semenjak ibu dan ayah bercerai, ibu sering sekali marah-marah. Keluargaku saat ini sudah hancur berantakan, rumah dijual, usaha bangkrut, kendaraan semua dijual, hutang sana, hutang sini, sangat banyak sekali.
Pernah suatu ketika aku mendebat ibu, karena sering pulang tengah malam dengan alasan kerja mengantarkan pesanan orang.
"Ibu . . . kenapa selalu pulang tengah malam, ibu kerja apa?" Tanyaku pada ibu waktu itu.
"Ah kamu ini mau tau aja urusan orang." Jawab ibu dengan nada sedikit marah.
"Loh aku kan cuma nanya bu." Mendengar ibu menjawab seperti itu aku sedikit kesal kepada ibu.
"Kamu tahu nggak, ibu ini kerja banting tulang dari pagi sampai malam untuk kamu dan adikmu. Untuk bayar kontrakan dan mencukupi kebutuhan makanan." Ucap ibu dengan nada tinggi.
"Iya terus ibu itu kerja apa ?" Tanyaku kembali yang tak menggubris jawaban ibu yang menghelak.
"Ibu kerja ngantar pesanan orang, udah puaskan." Ibu menjawab dengan nada emosi.
Mendengar itu, aku pun akhirnya menutup pembicaraan dan pergi keluar membeli rokok dan kopi karena kesal. Keesokan harinya pagi-pagi sekali ibu pergi keluar. Seperti biasa udara yang dingin di pagi hari, membuatku menarik selimut dan tiduran kembali bermalas-malasan. Rumah berantakan, piring kotor numpuk, dan lantai pun kotor seperti kandang kambing. Tak lama, ibu kembali dan melihat rumah berantakan ibu langsung teriak marah-marah seperti kerasukan setan dari ruang tamu.
"Jafaaaaaaaaar . . . kerjaanmu setiap hari hanya bermalas-malasan saja ya." Teriak ibu dengan nada yang sangat marah sekali.
"Apa-apaan ibu ini, pulang-pulang marah-marah." Aku pun ikut kesal juga.
"Lihat ini, kamar berantakan, rumah seperti kandang kambing, piring numpuk. sedang kamu hanya tidur-tiduran saja dirumah. Kamu mau jadi apa far far ?" Ucap ibu dengan nada marah yang ditahan.
"Ibuuuu . . . Nggak malu apa sama tetangga teriak-teriak nggak jelas gini ?" Aku pun menjawab dengan nada tinggi.
"Kamu melawan ya, ibu capek-capek kerja cari uang untuk kalian makan, bayar kontrakan rumah. Kamu enak-enakan tidur. Liat tu anak-anak orang bisa beliin mobil dan rumah untuk orang tuanya, kamu ! semakin tua semakin nyusahin saja. Kamu mau jadi apa far ? ngandalin usaha ini yang pendapatannya tak seberapa." Singgung ibu dengan nada tinggi seperti menyesal punya anak sepertiku.
"Ibu diam saja, kalau aku hanya merepotkan, aku pergi saja, jual saja barang-barang usahaku ini. ambil uangnya untuk ibu." Jawabku yang sedikit merajuk sambil menahan air mata yang mau menetes, karena sepertinya ibu benar dan aku merasa gagal menjadi anak.
Akhirnya aku pun pergi ke kamar karena air mata yang ku tahun sudah bercucuran membasahi pipi. Aku malu jika terlihat menangis oleh orang tua. Saat itu aku sangat sedih dan marah sekali kepada diri sendiri, sebab belum bisa membahagiakan ibu. Aku merasa hidupku hanya bisa membuat ibu marah dan merepotkan saja. Oleh karena itu, setiap tengah malam aku selalu teringat kata kata ibu dan merenung sendiri sambil berdoa di dalam hati agar hidupku lebih baik lagi, agar bisa membantu ekonomi kedua orang tua ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAJASILAN (Selesai)
SpiritualCajasilan adalah Sebuah kisah perjalanan baik dari yang terlihat, terdengar, dan terasa. Dibungkus menjadi kata yang kemudian ditambah menjadi kalimat-kalimat panjang sehingga menjadi sebuah cerita kisah yang mungkin bisa menjadi manfaat. Perjalana...