Bab 9. Belajar Cinta

4 1 0
                                    

Tuhan sepertinya sedang tersenyum melihat apa yang aku lakukan. Aku yang dulu bagai menepuk air di dulang terpecik muka sendiri. Aku sering sekali melakukan hal-hal yang dilarang oleh Tuhan Sang Maha Cinta. Dari perbuatan yang aku lakukan akibatnya malah kembali kepadaku sendiri. Teguran cinta bertubi-tubi datang kepadaku, karena ulah tanganku sendiri.

Saat ini aku meyakinkan diri untuk selalu berprasangka baik kepada Tuhan Sang Maha Cinta. Aku juga mengikuti hadist yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah R.a, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda;

"Allah Ta'ala berfirman; "Aku berdasarkan prasangka hamba Ku kepada Ku. Apabila ia berbaik sangka, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Apabila berprasangka buruk kepada Ku, maka yang ia dapatkan hanyalah keburukan." (HR. Ahmad)."

Melihat hadist tersebut, berarti jika ingin mendapat kebaikan dari Tuhan Sang Maha Cinta, maka hendaklah berbaik sangka kepada Nya. Sebaliknya, jika kamu selalu berburuk sangka dengan menyalahkan semua musibah pada Nya, maka hanya keburukanlah yang akan datang menghampirimu.

Sesungguhnya, Tuhan Sang Maha Cinta selalu memberikan yang terbaik bagi hambanya meski hambanya justru sering mengeluh kepada Nya. Aku yang sekarang berprinsip akan selalu berprasangka bahwa Tuhan Sang Keindahan Sejati selalu mencintaiku. Tuhan tersenyum saat aku meminta ampun kepada Nya. Aku sedikit memahami saat kegelisahan muncul, saat kegalauan datang, dan saat hatiku terasa tak tenang, aku harus mengkoreksi diri sendiri. Pastilah telah datang kepadaku keinginan-keinginan duniawi yang masuk secara halus kedalam diriku.

Saat ini aku sangat ingin diperhatikan oleh Tuhan Sang Maha Cinta. Aku sangat takut akan hilangnya rasa kehadiran Tuhan Sang Maha Cinta di hati. Dunia ini kalau kata Syekh Abdul Qadir Jailani adalah penjara bagi orang-orang yang beriman Mengingat diriku yang dahulu, aku sangat takut akan kembali seperti dulu yang jauh dari Tuhan Sang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Dahulu aku sempat rajin beribadah seperti ini. Namun beberapa bulan kemudian, aku kembali menjauh lagi dari Tuhan Sang Maha Cinta Sejati. Selalu saja seperti itu. Aku rajin beribadah selang beberapa bulan, kembali lagi melupakan Nya. Ketakutan akan hilangnya cinta terus saja datang menghampiri. Aku sangat takut akan terulang kembali seperti sebelumnya.

Tak sengaja aku membaca kisah salah satu sufi wanita yang sangat menggugah hati dalam mencintai Tuhan Sang Maha Cinta. Aku sangat kagum dengan cara wanita itu mecintai Tuhan, karena ia bisa membuang semua keinginan duniawinya.

Wanita sufi ini adalah Rabi'ah Al Adawiyah Al Bisriah Al Qoisiyah. Ia diperkirakan lahir di suatu perkampungan dekat kota bashroh (irak) dan wafat di kota itu. Ia dilahirkan sebagai putri ke empat dari keluarga yang sangat miskin. Karena ia putri ke empat orang tuanya menamakannya rabi'ah.

Kemudian aku menghabiskan waktu untuk membaca kisah wanita sufi ini. Aku ingin belajar cara mencintai Tuhan dari sudut pandang Rabi'ah. Di kisah tersebut, diceritakan bahwa Rabiah kehilangan orang tuanya waktu ia masih kecil. Ketiga kakaknya meninggal, ketika wabah kelaparan melanda di Bashra. Ia sendiri jatuh ke tangan orang lain yang kejam. Orang ini kemudian menjualnya sebagai budak berlian dengan harga yang tak seberapa.

Majikannya yang baru juga sangat bengis kepada Rabiah waktu masih kecil dijual sebagai budak. Rabi'ah menghabiskan waktunya dengan melaksanakan segala perintah majikannya. Pada suatu malam, tak sengaja majikannya melihat tanda kebesaran rohani Rabi'ah, ketika Rabi'ah sedang berdoa.

"Ya Rabbi, Engkau telah membuatku menjadi budak seorang manusia, sehingga aku terpaksa mengabdi kepadanya. Seandainya aku bebas, pasti akan ku persembahkan seluruh waktu dalam hidupku ini untuk selalu berdoa kepadamu".

Tiba-tiba tampak cahaya di dekat kepalanya. Melihat itu majikannya menjadi sangat ketakutan dan langsung keesokan harinya ia meminta maaf, kemudian membebaskan Rabi'ah. Setelah bebas, Rabi'ah pergi ke tempat-tempat yang sunyi untuk menjalani hidup dengan bermeditasi dan akhirnya sampailah ia disebuah gubuk dekat Basrah. Di sini ia hidup seperti pertapa. Sebuah tikar butut, sebuah kendil dari tanah, sebuah batu bata, dan semua itu merupakan keseluruhan harta yang ia punyai.

CAJASILAN (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang