Keesokan hari aku mencoba mengunjungi ibu. Di situ ibu menangis tersedu-sedu meminta maaf kepadaku, sebab sudah merasa sangat bersalah telah membuat malu keluarga. Di sana ibu berkata alasan kenapa sampai berani mengambil jalan itu.
"Far! Maafin ibu ya, ibu melakukan itu karena ibu terpaksa. Ibu bingung far. Liat usaha jafar sebentar lagi mau bangkrut. Ibu juga tak punya pemasukan. Ibu bingung kontrakan sebentar lagi harus dibayar, listrik juga harus di bayar. Rencana ibu, jika tugas ibu selesai, duitnya sebagian untuk bayar kontrakan, listrik, dan kebutuhan lainnya, kemudian sisanya untuk membantu usaha Jafar." Ucap ibu sambil menangis dengan air mata yang becucuran jatuh yang membuatku ingin menangis juga.
"Iya bu, maafin Jafar juga, karena belum bisa bahagiain ibu, karena belum bisa beliin rumah, kemaren mau kredit malah kena tipu." Jawabku dengan santai sambil menahan tangis yang terus saja mendobrak pintu air mataku.
"Ibu berharap Jafar jangan berputus asa. Seperti inilah pahitnya hidup. Jafar harus bisa maju dan sukses. Jangan sampai melakukan hal yang sama dengan ibu, karena ekonomi yang susah membuat ibu terpaksa mengambil jalan yang bodoh." Ucap Ibu sambil menangis tersedu sedu.
"Iya doain Jafar ya bu supaya nanti setelah ibu keluar, Jafar bisa membuatkan ibu usaha rumah makan sendiri. Agar ibu ada kegiatan yang bisa menghasilkan." Jawabku yang juga merasa bersalah karena selalu menyusahkan dan belum bisa membahagiakannya yang malah membuat ibu semakin menderita.
"Ini adalah teguran Tuhan far dan ini yang terbaik buat keluarga. Jafar tenang saja di sini ibu masih bisa makan dan minum. Setidaknya ibu masih bisa hidup disini." Ucap ibu agar diriku tak bersedih dan terus bisa sirvive tak putus asa karena kejadian ini.
"Iya bu, ibu yang sabar ya jangan sedih terus. Ini memang yang terbaik untuk keluarga kita bu." Jawabku sambil mengelapkan air mata yang sedikit keluar.
Kemudian setelah mengobrol panjang salah satu penjaga meneriakan kata waktu kunjungan sudah habis. Mendengar itu, aku pun berpamitan dengan ibu. Mulai dari sinilah aku mulai merasakan lagi sedih karena merasa kehilangan semuanya. Tak segampang membalikkan telapak tangan. Aku merasakan lagi rasa kecewa kepada diri ini, sebab telah sangat gagal menjadi anak. Aku merasa seperti anak yang tak berguna dan tak layak untuk hidup. Semua tujuan, keinginan, dan mimpiku hilang dan merasakan lagi tak ada gunanya hidup. Setiap malam aku hanya bisa menangisi kehidupan ini yang semakin hari semakin melarat saja. Kerjaanku hanya merenung tak tahu apa yang harus dilakukan. Aku terus mencoba untuk kuat dan tetap berprasangka baik kepada yang terjadi. Namun rasa ingin menyerah selalu saja datang menghampiri. Aku beranggapan saat itu dunia ini tidak ada yang bisa memberikan solusi. Tak ada yang bisa memahami dan mengerti isi hati.
Beruntung di dalam kesedihanku pada tengah malam itu, Tuhan menampakkan lagi sedikit keindahan Nya pada peristiwa-peristiwa yang telah terjadi padaku selama ini didalam pikiran. Dan itu, membuat diriku menyadari lagi akan sesuatu yang amat penting bagiku. Aku mulai menyakini dengan sangat bahwa hanya Tuhan lah yang bisa memahamiku. Hanya Tuhan lah yang bisa memberikan solusi kepadaku. Tak henti-hentinya Tuhan menyemangatiku. Meski selalu datang rasa ingin menyerah didalam diri. Tuhan selalu saja hadir untuk memperlihatkan jalan yang benar kepadaku dikala hatiku sedang digoncang oleh pemikiran-pemikiran yang ingin melemahkanku.
Dahulu aku orangnya terlalu sombong dan selalu merasa kalau diriku ini hebat dan pasti sukses jika bekerja keras. Aku lupa bahwa yang menentukan masa depan sukses atau tidak adalah Tuhan Sang Maha Cinta. Bukan usaha keras dengan kepercayaan diri yang tinggi. Percaya diri dan kerja keras memang memiliki pengaruh juga dalam kesuksesan, tetapi tidak menjadikan penentu dalam kesuksesan.
Oleh sebab itu alhasil usaha yang ku banggakan dulu belum genap dua tahun bangkrut bersamaan masalah yang datang bertubi-tubi menghajar aku dan keluarga secara bertahap. Sampai-sampai aku harus menjual motor satu-satunya yang biasa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, orang tua bercerai, usaha orang tua bangkrut, rumah dijual, mobil dijual, motor satu persatu dijual, hutang numpuk, dan sebagainya cobaan datang menghampiri aku dan keluarga.
Kehidupanku saat itu semakin lama terasa semakin tak jelas tak tentu arah. Aku merasa kehilangan semuanya, kehilangan keinginan, kehilangan arah, kehilangan tujuan, kehilangan impian, dan hanya masalah bertubi yang datang kepadaku. Akhirnya karena bangkrutnya usahaku, membuat perekonomianku turun melesat, sehingga aku pun di usir secara perlahan dari kontrakan, sebab tak bisa lagi membayar sewa rumah yang sekalian kujadikan tempat usaha.
Beruntung masih ada keluarga dari ayahku yang masih mau menampungku tinggal bersamanya. Aku akhirnya pindah ke tempat keluarga ayahku dengan membawa peralatan dan perabotan yang tersisa.
Jujur aku malu kepada mereka, sebab waktu itu, saat masih tinggal bersama ibu. Aku sangat kecewa dengan keluarga ayahku. Aku beranggapan keluarga ayahku itu tak peduli dan hanya bisa bicara seperti menyalahkan saja, terlalu ikut campur pada masalah keluargaku. Dan mereka malah memprovokatori ayahku untuk segera menceraikan ibuku. Aku dulu sangat benci sekali kepada mereka. Keluarga ayahku dulu hanya bisa mengejek, menghina dan meremehkan ibuku. Seburuk-buruknya seorang ibu setiap anak yang menyayangi ibunya pasti takkan terima jika ibunya di hina. Bahkan nyawa pun berani dipertaruhkan untuk membela ibu. Meski ibuku salah, aku takkan membiarkan siapapun yang menghinannya.Pernah saat itu mereka menghina ibuku secara halus. Aku tak terima dan langsung menjawab dengan emosi. Meski ada ayahku dan mereka itu paman-pamanku. Tak ada rasa takut bagiku untuk menjawab cemo'ohan mereka kepada ibuku. Saat itu mereka terdiam dan terlihat diwajah mereka rasa tak enak kepadaku. Mulai saat itulah kemungkinan setiap mereka membicarakan ibuku, mereka selalu hati-hati dalam kata-katanya. Kecuali hanya ayahku saja yang masih berani dalam menjelekannya, ya mau gimana lagi, dia ayahku dan dia mantan suami ibu. Aku hanya bisa tersenyum terpaksa dan sedikit menjawab dengan nada bercanda kepada ayahku. Tapi sepertinya semakin kesini, keluarga ayahku semakin gak sejahat dulu kata-katanya. Menurut dugaanku sepertinya keluarga ayahku juga pasti menerima jika seandainya ibu dan ayah kembali rujuk. Bahkan salah satu kakak peerempuan ayahku sebelum meninggal sempat mencoba membujuk ayahku untuk kembali rujuk lagi dan memulai dari awal lagi. Aku senang sebenarnya dengan perubahan cara pandang kakak dari ayahku itu. Dahulu sebelumnya, kakak perempuan ayahku itulah yang sering sekali membuat sakit hati ibuku. Meski aku dulu masih kecil, namun aku sudah bisa mengerti hinaan-hinaan yang dilontarkan dulu kepada ibuku. Untungnya sekarang tidak lagi seperti dulu. Jika masih seperti itu berani menghina didepanku. Siap-siap sakit hati dengan balasan kasar yang lebih dari ucapanku. Alhamdulillah semua sudab berubah meski tak bersatu, tapi semakin kesini orang-orang disekitarku sudah semakin mirip seperti manusia yang mempunyai hati.
Jujur sebenarnya aku masih sangat berharap mereka kembali rujuk. Aku ingin mengajak mereka memulai lagi dari awal, tetapi dengan catatan setiap ingin mengambil keputusan apapun itu. Aku harus diajak untuk berdiskusi, sebab aku bukan anak kecil lagi yang hanya bisa mengangguk tanpa tahu kenapa dan ada apa. Aku ingin memulai dari awal lagi. Semoga Tuhan mengabulkan doaku ini. Aku hanya bisa berpasrah diri kepada Tuhan. Sebab hanya Tuhan lah yang bisa membolak balikan hati manusia. Hanya Tuhan lah yang tahu yang terbaik untuk aku dan keluargaku.
![](https://img.wattpad.com/cover/224272978-288-k711076.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CAJASILAN (Selesai)
SpiritualCajasilan adalah Sebuah kisah perjalanan baik dari yang terlihat, terdengar, dan terasa. Dibungkus menjadi kata yang kemudian ditambah menjadi kalimat-kalimat panjang sehingga menjadi sebuah cerita kisah yang mungkin bisa menjadi manfaat. Perjalana...