Bab 17. Pemulung Ilmu

2 1 0
                                    

Saat langit hitam memudar secara perlahan. Menandakan sang fajar datang untuk mengambil alih posisi. Terdengar panggilan cinta yang sedang rindu. Alam khayal pun menjadi gelap. Terbangunlah seorang pejalan cinta yang ingin menuju Tuhan Sang Maha Cinta dari mimpi indahnya.

Dengan muka kusamnya aku pergi membersihkan diri untuk menghadap Sang Maha Cinta yang rindu melihat wajah hambanya. Fajar semakin lama semakin berani menampakkan dirinya. Di sambut oleh burung-burung sambil bernyanyi bergembira ria. Dedaunan bergoyang asik mengikuti arah angin yang dingin. Gerombolan ayam pun bersorak gembira menandakan fajar yang cerah telah berkuasa menjadi pagi.

Saat pagi telah menguasai, aku pergi ke toko buku ingin dengan niat ingin mencari inspirasi agar termotivasi bangkit dari keterpurukan. Aku berkeliling disalah satu toko buku dan tak sengaja melihat buku berwarna hitam. Terlihat tulisan kecil samudra kebijaksaan. Kebetulan sekali warna hitam adalah warna favoritku dan kebijaksanaan adalah hal yang ingin ku pelajari. Akhirnya tanpa ragu aku membeli buku tersebut. Kemudian bergegas kembali kerumah tak sabar ingin membacanya.

Sesampainya dirumah, aku langsung membuka buku tersebut yang ternyata memperkenalkanku kepada salah satu Sufi besar Maulana Jalaluddin Rumi al-Balkhi. Beliau merupakan sastrawan Persia abad ke tujuh Hijriah. Salah satu karya masterpiece-nya adalah Matsnawi. Isinya membahas tentang banyak hal. Dalam buku Menapak Jalan Spiritual, Murtadha Muthahhari mengatakan,

"Matsnawi merupakan samudra filsafat dan irfan, yang sarat dan penuh dengan berbagai hal yang pelik yang bersifat spiritual, sosial dan irfan."

Dalam Matsnawi Rumi (The Mastnawi 4:30) isinya tentang hakekat manusia. Salah satu syair yang ditulis beliau,

"Sementara dalam bentuk, engkau adalah mikrokosmos. Pada hakikatnya engkau adalah makrokosmos"

"Tampaknya ranting itu tempat tumbuhnya buah. Padahal ranting itu tumbuh justru demi buah"

"Kalau bukan karena mengharap dan menginginkan tubuh. Betapa pekebun itu akan menanam pohon. Jadi sekalipun tampaknya pohon itu yang melahirkan buah. (Tapi) pada hakikatnya (justru) pohon itulah yang lahir dari buah."

Kebetulan sekali aku sedang ingin belajar tentang pembahasan hakikat manusia. Salah satu bahasan khusus yang dibahas oleh Rumi dalam Matsnawinya. Memahami hakikat manusia sangatlah sulit bagiku. Aku sangat tertarik sekali terhadap tulisan-tulisan rumi yang penuh dengan pelajaran yang sangat penting bagiku. Imam Khomeini pernah mengatakan;

"Menjadi ulama itu gampang tapi menjadi manusia itu amatlah sulit. Dengan mengetahui esensi manusia akan mengantarkan seseorang kepada pengetahuan akan Tuhan."

Allah mengungkapkan tanda keagungan dan kekuaasaanNya melalui alam didalam diri manusia. Sehingga kalau kita mengetahuinya dengan baik maka hidup kita pun akan baik. Allah berfirman:

"Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat (Tanda-tanda Kekuasaan) kami di ufuk (tepi langit) dan pada diri mereka sendiri. Sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran ini sebenarnya (dari Allah). Tidakkah cukup bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-Ankabut : 53)

Sampai disini, aku semakin terdorong untuk mempelajari tentang hakekat Manusia. Manusia adalah makhluk yang unik. Hingga kini fisiknya saja masih diteliti dan masih banyak rahasia yang belum terpecahkan. Telebih lagi dari sisi jiwanya yang merupakan inti dari segala hal. Dalam hadist banyak disebutkan tentang keutamaan ma'rifatun nafs ini (pengetahuan tentang hakikat diri). Misalnya, Imam Ali berkata,

"Barang siapa yang mengetahui hakikat dirinya, maka dia telah mencapai puncak setiap makrifah dan ilmu. Janganlah kalian bodoh dengan tidak mengetahui hakikat diri kalian, karena kalau kalian bodoh dengan itu berarti kalian bodoh dengan segala hal. Cukuplah pengetahuan seseorang itu kalau mengetahui hakikat dirinya dan cukuplah kebodohannya kalau tidak tahu akan hakikat dirinya."

CAJASILAN (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang