6

10.4K 889 35
                                    

Chance (versi buku cetak)
By : Evathink
IDR. 62.000

Bonus :
* EXTRA PART CHANCE
* EXTRA PART STRONGEST
* NOVELET EXPRESS WEDDING

Note : cerita tetap dilanjutkan di Wattpad sampai TAMAT!!

Wa aku ya 08125517788, or dm ig evathink

6

"Ya, Bu. Untuk sementara saya tidak jualan." Sembari menyiapkan sarapan, Layla berbicara di ponsel. "Baik. Akan saya kabari nanti." Lalu panggilan berakhir.

Layla menatap ponselnya dan menghela napas panjang. Sejak Harvey melamarnya, Layla tak lagi membuat bolu kemojo dan kremasan bersarang untuk dijual. Ia terlalu disibukkan dengan persiapan pernikahannya, terutama untuk acara di kampung halaman.

Sampai hari ini, seminggu sudah ia menikah, tak terhitung berapa banyak panggilan dan pesan ingin memesan bolu kemojo dan kremesan bersarang yang ia terima.

Harvey tidak melarang jika Layla ingin terus melanjutkkan bisnisnya, bahkan suaminya itu berniat menyediakan toko khas oleh-oleh untuknya.

Akan tetapi, Layla memilih menjadi istri sepenuhnya. Bisa dikatakan, ia tak punya lagi tenaga untuk berperang di dapur. Seluruh energinya telah habis digunakan untuk melayani sang suami. Sepekan menikah, mereka hampir tak beranjak meninggalkan rumah. Harvey seakan tak terpuaskan dan terus-menerus mengajaknya mengarungi samudra hasrat.

"Selamat pagi, Sayang."

Layla tersentak dan menoleh pada sumber suara. Harvey tampak tampan dan segar dalam balutan celana jins selutut dan kaus oblong putih. Rambutnya lembap, kesan baru selesa mandi.

"Pagi."

Harvey memeluk dan mengecup pipi Layla. "Siap untuk nanti malam?" Harvey menatap lembut sang istri.

Layla balas menatap dan mengangguk mantap. Nanti malam mereka akan malam bersama, karenina, Arion, Flora, dan David, kakak laki-laki Harvey yang datang dari jakarta. Makan malam ini bisa dikatakan untuk merayakan pernikahan mereka.

"Bagus!"

Harvey melangkah menuju kepala meja. Layla dengan sigap menarik kursi untuk sang suami.

"Kau tak perlu melakukan ini, Sayang. Aku bisa melakukannya sendiri."

Layla tersenyum. "Aku senang bisa melayanimu, suamiku."

Senyum Harvey melebar. Hati Layla berbunga-bunga. Ia pun menghidangkan kopi hitam panas untuk Harvey dengan wajah berseri-seri.

Pagi itu, untuk kali pertama mereka sarapan di ruang makan. Biasanya, mereka tak pernah beranjak dari kamar tidur sebelum pukul satu siang.

***

"Aku tak habis pikir denganmu."

Harvey yang sedang mengendarai mobil, melirik sekilas ke kursi penumpang. David almanzo, kakak laki-lakinya, tampak memandang lurus ke depan, pada jalan raya yang padat. Harvey baru saja menjemputnya dari bandara. David datang dalam rangka undangan makan malam untuk merayakan pernikahan Harvey dan Layla. Anita, istri David, tidak ikut karena baru melahirkan dua bulan lalu.

"Kenapa?" tanya Harvey.

"Aku tidak tahu kalau kau serius menjalin hubungan dengan seseorang."

Mau tak mau Harvey tertawa kecil mendengar kalimat sang kakak. "Kita terpisah sedemikian jauh, Dav. Tentu saja kau tidak tahu apa-apa tentang kehidupanku." David dan Harvey hanya selisih umur satu tahun. Sedari kecil, Harvey sudah terbiasa memanggil sang kakak dengan nama tanpa embel apa pun.

David melirik Harvey. Kerut di keningnya mendalam. "Apakah ini sejenis hubungan satu malam lalu gadis itu hamil?"

Kali ini Harvey tertawa kuat. "Tentu saja tidak! Aku bukan anak kecil lagi, Bung! Aku tahu cara menggunakan pelindung."

"Lalu, kenapa terburu-buru? Kau tak mengenalkannya kepada kami dan menikahinya tiba-tiba, bahkan tanpa resepsi apa pun."

"Resepsi sudah dilangsungkan di kampung Layla."

"Itu tak sama, oke? Kau tahu maksudku. Setidaknya kau mengadakan resepsi untuk kerabat kita dan relasimu."

David hadir ketika resepsi di rumah orangtua Layla, dan kembali ke pekanbaru keesokan harinya bersama salah satu sopir supermarket Harvey.

"Aku hanya tidak mau lelah mempersiapkan semua itu. Aku butuh tenaga untuk malam pengantin kami."

"Dasar berengsek!" umpat David kesal. "Itu alasan yang tidak relevan."

Harvey hanya tertawa melihat kegusaran sang kakak.

Setelah tawa Harvey berhenti, keheningan mengiringi mereka. Tak lama kemudian, mobil Harvey membelok ke hotel Arion.

"Kenapa hotel?" tanya David heran. Biasanya, setiap kali datang ke pekanbaru, ia akan menginap di rumah Harvey.

"Aku asumsikan kau tak mau memergokiku sedang bercinta dengan pengantinku di ruang tamu, atau ruang makan."

"Dasar bedebah!"

Harvey tertawa.

***

Evathink
Ig : evathink

ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang