18
Sinar pucat rembulan menyirami bumi. Langit malam tampak cerah bertabur bintang. Suara jangkrik dan binatang lainnya bersahut-sahutan, menjadi musik yang indah. Kunang-kunang berterbangan ke sana kemari, memperlihatkan kerlap-kerlip cahayanya.
Layla duduk diam di kursi yang ada di kebun bunga depan rumah, memandang pohon bunga yag bergoyang ditiup angin sepoi-sopoi. Di depannya, dibatasi oleh sebuah meja bundar, Harvey duduk dan menatapnya hampir tak berkedip.
Tadi sore, sepulang dari pantai, Layla terkejut mendapati keberadaan Harvey. Asyik mengobrol dengan Charles membuatnya tak memperhatikan ada mobil Jaguar terparkir di samping mobilnya.
Harvey tidak memberitahu akan datang. Pertemuan mendadak dengan pria itu membuat Layla kelabakan. Ia belum siap. Sama sekali belum.
Melihat Harvey lagi membuat hatinya yang luka, berdarah. Seluruh percakapan suaminya itu dengan Arion, yang mati-matian ingin ia lupakan, kini menyegar dalam ingatan.
"Sebenarnya ada apa, Layla?" tanya Harvey tajam.
Layla bungkam. Apa yang harus ia katakan? Bahwa hatinya hancur ketika tahu Harvey menikahinya karena ia tak bisa ditiduri tanpa ikatan pernikahan? Apakah Harvey akan merasa bersalah dan meminta maaf, atau justru mempercepat perpisahan mereka?
"Layla, tatap aku."
Mau tidak mau Layla menoleh dan memandang Harvey. Untuk kali pertama sejak pertemuan mereka tadi sore, Layla memandang wajah sang suami. Cambang dan janggut menggelap di rahang dan dagu pria itu. Harvey jelas tak bercukur selama beberapa hari.
Di bawah sinar rembulan, mata mereka bertemu.
Rongga mata Layla seketika terbakar. Air mata mengancam akan menampakkan diri. Selama ini Layla sangat menyukai mata Harvey. Mata beriris gelap itu selalu menatapnya memuja dan penuh cinta. Namun rupanya, ia hanya berkhayal. Yang tersimpan di sana tak lebih dari nafsu semata.
"Ada apa, Layla? Bolehkah aku berasumsi kalau empat hari ini kau menghindariku? Apakah aku tanpa sengaja telah berbuat salah?"
Ditodong dengan pertanyaan-pertanyaan itu, air mata yang memenuhi rongga mata Layla, siap meluncur. Layla pun mengangkat sedikit kepalanya, berharap air matanya tak menampakkan diri di depan Harvey.
Layla sangat ingin menyuarakan seluruh isi hatinya, tapi ia belum siap menghadapi respons Harvey, apa pun itu.
Dengan hati pedih, Layla menggeleng.
Harvey berpindah duduk di sisi Layla dan meraih tangan wanita itu. "Katakan sejujurnya, Layla."
Layla memandang Harvey dengan perasaan campur aduk. Berada sedekat ini dengan pria itu, mencium aroma tubuhnya yang maskulin, harus Layla akui, ia rindu dipeluk oleh lengan kuat itu.
"Tidak."
"Apa?" tanya Harvey bingung.
"Aku tidak menghindarimu." Layla melepas tangan Harvey dan berdiri, berjalan menyusuri kebun bunga. Angin yang bertiup sepoi-sepoi terasa dingin. Tanpa sadar Layla sedikit menggigil.
"Kau mengabaikanku."
Layla menggigit bibir dan terus berjalan.
Harvey menarik tangan Layla, membuat langkah wanita itu terhenti, lalu ia meraih bahu Layla, memaksa menghadapnya.
"Aku salah apa, Layla? Katakan agar aku tahu. Aku pasti tak sengaja, percayalah. Membuatmu marah dan menyakitimu adalah hal terakhir yang akan kulakukan."
Tanpa sadar Layla menyeringai sedih. Harvey benar. Pria itu pasti tidak sengaja. Harvey tidak mungkin ingin Layla tahu tujuan pria itu menikahinya, bukan?
"Layla?"
Sekuat tenaga Layla menyingkirkan ingatan tentang pembicaraan Harvey dan Arion siang itu. Ia pun mengulas senyum. Senyum palsu. "Kau tidak ada salah apa pun, Harv." Aku yang salah karena berpikir kau menikahiku karena mencintaiku. "Aku sibuk merawat Mama, memasak dan membersihkan rumah."
"Kau yakin?" Harvey memandang lekat-lekat mata Layla.
Layla mengangguk lemah padahal yang paling ingin ia lakukan adalah menggeleng kuat-kuat.
"Syukurlah."
Pria itu pun menunduk, hendak mencium Layla. Ingin Layla menolak dan berlari, tapi hal itu hanya akan membuat dugaan Harvey terbukti. Jadi ia hanya diam ketika bibir Harvey menyentuh bibirnya.
Ketika ciuman Harvey mendalam, Layla tidak menyangka, jauh di dalam dirinya, terlepas dari hatinya yang tersakiti, ia menginginkan Harvey. Amat sangat menginginkannya. Bagaimana mungkin cinta membuatnya menjadi bodoh? Sudah disakiti seperti itu pun, perasaannya kepada pria itu tak berubah. Cintanya sama sekali tidak mati.
Tanpa sadar setetes air mata bergulir di pipi Layla.
Harvey merasakan itu. Ia mengakhiri ciuman mereka. "Layla? Kau menangis?" Tangan Harvey terangkat, mengusap pipi sang istri.
Layla menggeleng. "Ayo masuk. Udara semakin dingin."
Sesaat Harvey masih mematung, tapi kemudian mengangguk.
***
Evathink
Ig : evathinkHalo, teman2
Untuk kamu2 yang sudah baca sejauh ini, apakah kamu sudah follow/ikuti akun wattpad saya?
Kalau belum, saya sarankan sekarang juga untuk follow/ikuti(caranya pergi ke profile wattpad Evathink, sentuh "ikuti/follow").Jika kamu tidak mengikuti, kamu akan ketinggalan banyak informasi, karena hanya yang mengikuti yang bisa menerima pesan profile dari saya. Seperti ketika saya memberi tahu tentang promosi BACA GRATIS karya2 saya di Lontara App pada mei 2021, hanya yg sudah mengikuti saya yang mendapat pesan ini
Jadi jangan lupa FOLLOW/IKUTI saya agar tidak ketinggalan informasi.
Terima kasih^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance
Romance[tamat-sebagian part sudah di unpublish secara acak!] Take Me To Your Heart series #2 Harvey Almanzo menikahi Layla Shevalonica semata-mata demi bisa menikmati kehangatan tubuh gadis itu. Sementara Layla, menikah dengan Harvey karena sungguh-sungguh...