11

9.3K 806 17
                                    

11

"Apa yang terjadi, Layla?" Karenina duduk di sisi Layla, memandang sahabatnya itu dengan sorot cemas.

Layla yang duduk bersandar di sofa, bergeming. Air mata membasahi pipinya. Bagaimana ia bisa bercerita sementara tenaganya sudah terkuras habis oleh sakit hati? Ia mencintai Harvey dan bersedia menikah dengan pria itu meski hubungan mereka terbilang belum lama. Namun kini, istana harapannya yang indah telah ambruk menjadi puing-puing.

"Layla ...," panggil Karenina setelah sepuluh menit berlalu.

Layla menarik napas panjang yang gemetar. "Dia membohongiku."

"Harvey?"

Layla mengangguk lemah. "Dia menikahiku hanya untuk bisa tidur denganku." Dengan suara parau dan dada berat bak ditimpa gunung, Layla pun bercerita tentang kejadian tadi siang di kantor Harvey.

Mata Karenina melebar. Sesaat kemudian ia memeluk Layla. "Oh, Layla!"

Layla menangis sesenggukan.

Setelah cukup lama waktu berlalu, Karenina mengurai pelukan mereka. "Jadi apa yang akan kaulakukan? Apakah kau akan berpisah dengannya?"

Layla meraih tisu kesekian, mengusap pipi dan membersit hidung. "Entahlah. Aku tak tahu, Nina. Jika kami bercerai, kedua orangtuaku akan malu." Dunia semakin maju dan pola pikir orang-orang semakin modern, tapi di kampung halaman Layla, tidak semua orang berpikiran terbuka. Perceraian akan menjadi aib. Menjadi gosip panas di kampung selama berbulan-bulan, bahkan menahun. Layla tidak masalah jika mereka membicarakan dirinya, toh ia tidak tinggal di sana, tapi bagaimana dengan kedua orangtuanya? Layla harus memikirkan perasaan mereka.

Karenina menghela napas panjang. "Mungkin sebaiknya kau bersikap seperti biasa dulu, sampai mendapatkan keputusan."

Layla menghela napas berat. Mungkin itulah satu-satunya solusi saat ini.

***

Harvey duduk di balik meja kerjanya dan memandang ponsel di tangan dengan tatapan kosong. Layar yang menyala itu menggelap, dan Harvey hanya membisu. Ia bingung.

Sejak siang, pesan yang ia kirim pada Layla, sama sekali tidak dibalas. Ketika dihubungi, Layla juga tidak merespons panggilannya.

Dengan perasaan gelisah, Harvey mengusap layar ponsel dan kembali menghubungi sang istri. Untuk kesekian kalinya ia harus kecewa. Lagi, Layla tidak menjawab.

Rasa cemas menjalar ke hati Harvey. Mungkinkah terjadi sesuatu pada Layla?

Memikirkan itu, Harvey segera beranjak meninggalkan ruangannya.

***

bersambung ....


Halo, teman2

Terima kasih sudah membaca cerita ini, jangan lupa vote dan komennya untuk mendukung aku agar terus semangat melahirkan karya baru.

Untuk teman2 yang ingin mendukung aku secara materi, dan mengoleksi VERSI TAMAT karya2 aku (agar terus bisa dibaca ulang, karena di Wattpad, setelah tamat akan di unpublish), silakan order versi buku cetak atau PDF pada Evathink, WA 08125517788, atau purchase ebook di:

KARYA KARSA

GOOGLE PLAY BUKU

(unduh apk di playstore)

Terima kasih

Love,

Evathink

Instagram & Youtube: Evathink

note: cerita dilanjutkan di Wattpad sampai tamat!

ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang