9

10.4K 1K 67
                                    

9

Dua jam kemudian, Harvey pergi ke supermarketnya. Sementara Layla, dengan sisa tenaga setelah percintaan kilat mereka, terjun ke dapur, memasak salah satu menu kesukaan Harvey, yaitu, ikan nila bakar, tahu dan tempe goreng. Tak lupa sambal terasi super pedas dan beberapa irisan timun.

Menjelang pukul dua belas siang, Layla selesai memasak. Ia memasukkan nasi putih dan lauk pauk yang dimasaknya ke dalam rantang stainless. Setelah itu, Layla beranjak meninggalkan rumah. Terkadang, ia menyuruh Pak Karim, sopir pribadinya, mengantarkan makan siang masakannya untuk sang suami.

Sejak menikah dengan Harvey, mobil yang Layla miliki sebelumnya, hanya terparkir manis di garasi. Harvey membeli mobil Alphard sekaligus menyiapkan sopir untuknya. Sebenarnya Layla lebih suka mengendarai mobilnya sendiri, tapi Harvey berkeras Layla harus menggunakan Alphard dan sopir. Tak mau berdebat, Layla pun menurut. Harus ia akui, mobil mewah yang suaminya belikan untuknya itu nyaman luar biasa, sangat berbeda dengan mobil mungilnya, yang harganya selisih berkali-kali lipat.

Tiga puluh menit kemudian, setelah melewati padatnya kendaraan pada jam makan siang, Layla pun tiba di supermarket sang suami. Ia melangkah anggun menuju ruang kerja Harvey sambil sesekali membalas senyum para staf yang kebetulan berselisih jalan dengannya.

Ketika hampir tiba di ruangan suaminya, Layla menghentikan langkah untuk menyapa Andre, pemuda kurus berkacamata minus yang menjadi sekretaris sang suami.

Pemuda itu melempar senyum padanya, yang dibalas Layla dengan senyum ramah.

"Bapak ada di dalam, Dre?" tanya Layla sambil melempar pandangan ke ruangan Harvey.

"Ada, Bu. Baru tiba sekitar sepuluh menit yang lalu. Ada Pak Arion juga di dalam."

"Oh, oke, terima kasih, Dre."

"Sama-sama, Bu."

Layla pun melangkah ringan ke ruangan sang suami. Jejak langkah kakinya hampir tak menimbulkan suara. Hari ini ia mengenakan sepatu tanpa hak.

Tiba di depan ruangan sang suami, Layla membuka pintu perlahan. Niatnya untuk segera masuk urung ketika mendengar Arion berkata, "Jadi, kau belum bosan padanya."

Keduanya jelas tidak sadar ada yang membuka pintu.

Kalimat itu lebih bernada pernyataan dibandingkan pertanyaan. Layla membeku. Tiba-tiba seakan ada es menjalari telapak kakinya hingga ke seluruh tubuh.

Apa yang sedang mereka bicarakan?

"Dia pasti sangat hebat di ranjang," lanjut Arion. "Biasanya hanya dua-tiga bulan, kau sudah bosan. Ini sudah hampir setengah tahun, Bung!"

Napas Layla tertahan. Apakah mereka sedang membicarakan dirinya? Atau diam-diam Harvey berkencan dengan wanita lain?

"Aku asumsikan kau tak akan menceraikannya dalam waktu dekat," lanjut Arion.

Cerai. Hanya orang yang menikah yang bisa bercerai. Berarti yang kedua pria tampan itu bicarakan adalah dirinya. Tanpa sadar Layla mencengkeram gagang rantangan erat-erat.

"Tadinya aku pikir hanya butuh tiga bulan untuk melihat kau menyandang status duda. Menikah karena seks semata menurutku keputusan yang buruk." Arion terkekeh.

Mata Layla membeliak. Seketika wajahnya memucat. Harvey menikahinya demi seks dan berniat menceraikannya setelah bosan? Oh, Tuhan!

Tak sanggup mendengar tanggapan Harvey yang pastinya lebih menyakitkan, dengan kaki lemas, Layla berbalik dan melangkah pergi dengan hati yang hancur berkeping-keping.

***

Evathink
Ig : evathink

ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang