17

7.9K 925 30
                                    

Halo, teman2
Untuk kamu2 yang sudah baca sejauh ini, apakah kamu sudah follow/ikuti akun wattpad saya?
Kalau belum, saya sarankan sekarang juga untuk follow/ikuti(caranya pergi ke profile wattpad Evathink, sentuh "ikuti/follow").

Jila kamu tidak mengikuti, kamu akan ketinggalan banyak informasi, karena hanya yang mengikuti yang bisa menerima pesan profile dari saya. Seperti ketika saya memberi tahu tentang promosi BACA GRATIS karya2 saya di Lontara App pada mei 2021, hanya yg sudah mengikuti saya yang mendapat pesan ini.

Jadi jangan lupa FOLLOW/IKUTI saya ya.

Terima kasih^^

17

Batas kesabaran Harvey habis. Setelah dua hari sang istri pulang ke kampung halaman dan ia hanya mendapat balasan pesan sekadarnya—tanpa perhatian sedikit pun, Harvey pun menyusul.

Setelah tiga jam lebih menyetir, Harvey tiba di Sungai Pakning. Terjebak antri di pelabuhan ferry untuk menyeberang ke Bengkalis tanpa ada yang menemani, membuatnya gusar.

Kesal bercampur lelah, akhirnya pada pukul lima lewat lima belas menit, Harvey pun tiba di rumah mertuanya.

Setelah bermenit-menit bercakap-cakap sopan dengan ibu dan ayah mertuanya, Harvey-pun menanyai keberadaan Layla. Diam-diam ia mengumpat dalam batin saat diberitahu bahwa sang istri sedang pergi ke pantai. Bagaimana mungkin Layla menikmati pemandangan matahari terbenam, semetara Harvey sendiri sedang dibakar perasaan rindu bercampur kesal.

Harvey ingin menyusul diantar oleh Arie, tapi sang ibu mertua menyuruhnya menunggu karena hari kian sore. Layla akan pulang tak lama lagi.

Dengan menyabar-nyabarkan diri, Harvey pun menurut.

***

Layla berdiri di atas pasir pantai dan menatap takjub kilau keemasan di air laut. "Sangat luar biasa, bukan?"

"Alam Bengkalis memang memukau," sebuah suara menyahut dari belakang Layla.

Layla berbalik dan tersenyum pada Charles. Pemuda itu bertubuh tinggi kekar. Wajahnya tampan, sementara kulitnya agak kecokelatan akibat terlalu banyak terpapar sinar matahari.

"Sebaiknya kita pulang, air mulai pasang," kata Charles.

Layla melihat ke kakinya. Tadi, air baru sebatas betis, kini hampir mencapai lutut. Indahnya panorama matahari terbenam, membuatnya terlena. Layla mengangguk.

Keduanya pun naik ke daratan, menuju motor Charles yang terparkir di bawah pohon akasia.

***

Setelah cukup lama mengobrol dengan kedua mertuanya, Harvey berpamitan menunggu Layla di beranda. Ia menyesap kopi gelas kedua yang dihidang sang ibu mertua. Beberapa potong kue jajanan tradisonal dalam piring kecil, terhidang di meja di sampingnya.

Sebuah sepeda motor memasuki halaman. Harvey melihat wanita yang dirindukannya sedang duduk diboncengan seorang pemuda. Keduanya bercakap-cakap, sambil sesekali tertawa.

Amarah seketika menyerang Harvey. Ia segera berdiri dan menghampiri keduanya.

Layla yang baru sadar dengan kedatangan Harvey—jelas keasyikan mengobrol membuatnya tidak melihat mobil Harvey yang terparkir tepat di samping mobilnya di halaman, terkejut.

Amarah yang menggelegak di dada Harvey membuat raut wajahnya menegang. Ia menatap Layla tajam. Sementara dirinya merana, istrinya itu tampak menjalani hidup dengan baik, mengabaikan dirinya dan bercanda ria dengan pria lain.

Layla turun dari sepeda motor pemuda itu. Bagus! Karena jika tidak, Harvey yang akan menariknya.

Si pemuda yang mencium gelagat tak baik, segera berpamitan.

Keduanya mematung di tengah halaman. Layla memandang ke arah lain, sementara Harvey menatap istrinya dengan mata berkilat-kilat oleh amarah.

"Jadi, ini yang kau lakukan di kampung? Aku pikir kau merawat Mama," Harvey tak mampu mengontrol nada suaranya yang sinis.

Layla bergeming.

Harvey tergoda menarik Layla dan megguncang bahu mungil itu. Mereka tidak akan menarik perhatian tetangga karena rumah orangtua Layla dikelilingi kebun bunga, sayuran dan buah-buahan. Jarak dengan rumah tetangga pun jauh. Akan tetapi, kedua mertuanya dan si adik ipar, mungkin saja diam-diam sedang memperhatikan mereka. Harvey tak berniat dipecat dari jabatan menantu.

"Aku ingin bicara," kata Harvey akhirnya setelah keheningan membentang selama bermenit-menit dan amarahnya mulai bisa dikontrol.

"Tidak sekarang," suara Layla pelan dan wanita itu masih menolak menatapnya.

Harvey yang sejak beberapa hari lalu merasa ada yang tidak beres, makin merasa kacau.

"Nanti malam." Setelah mengucapkan itu, Layla pun melangkah masuk ke dalam rumah.

Harvey berbalik, memandang tubuh sang istri yang bergerak menjauh, lalu masuk ke dalam rumah. Ia hanya bisa mengertakkan rahang dengan rasa rindu bergolak di dada. Ia merindukan istrinya itu. Rindu memeluk tubuh langsingnya yang sangat pas dalam pelukannya. Rindu mencium aroma feminin tubuhnya atau aroma shampoo apel pada rambutnya. Rindu mencium bibir ranumnya. Mengarungi hasrat bersamanya. Akan tetapi Layla tak tampak demikian.

***


Bersambung...

Evathink
IG/Youtube ; evathink

cerita ini tersedia versi PDF, silakan order pada Evathink, WA 08125517788

_________________________________________________

Note : cerita akan dilanjutkan di wattpad sampai TAMAT
_________________________________________________

ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang