Happy reading 💐
Typo bertebaranSilahkan di Coment jika Ada Typo 😉
Acara pemakaman telah selesai mereka semua pulang ke rumah masing-masing terkecuali Lisa yang enggan pergi dari makam ibunya.
"Mau sampai kapan kau di sini?" ujar Sean.
Lisa tidak menjawab ia terus menangis di makam ibunya, hatinya sangat sakit di tinggalkan oleh orang yang selama ini ada dalam hidupnya, satu-satunya orang yang ia punya di dunia ini, sekarang Lisa hanya sebatang kara dan tak memiliki keluarga.
"Lisa, tak usah bersedih ini sudah ketentuan takdir," ujar Sean memegang pundak Lisa.
"Tuan kau tidak tahu apa arti ibu bagiku, dia sosok wanita yang kuat yang bisa menjadi apapun yang aku mau, di saat aku sedih dia bisa menjadi teman ku di saat aku berbuat salah dia menasehati ku dengan lembut," ujar Lisa lagi.
"Aku tahu, jangan menangis ibumu akan merasa sedih," ujar Sean membuat Lisa menghapus air matanya.
"Ayo pulang," ujar Sean.
Di perjalanan pulang Lisa hanya diam dan memandang ke arah jendela matanya terus berair pikirannya kini di penuh oleh kenangan yang Lisa dan ibunya lewati.
"Lisa dunia ini terlalu kejam untuk orang-orang lemah, jadi kita harus menjadi orang yang kuat yang tidak mudah kalah sekalipun di hantam oleh badai yang besar," .
"Apa kau malu punya ibu sepertiku?".
"Tidak Bu, aku adalah anak yang sangat beruntung memiliki ibu sepertimu dan kau adalah ibu yang sangat beruntung memiliki anak sepertiku hahahaha,".
Lisa menutup matanya bersamaan dengan bulir-bulir air matanya yang terus menetes ketika mengingat semua kenangan bersama ibunya.
"Kau mau sampai kapan di mobil?" ujar Sean membuyarkan lamunan Lisa.
Lisa baru sadar kalau ternyata mereka sudah sampai di rumah, dengan malas Lisa turun dan berjalan masuk.
"Kau mau kemana?" tanya Sean saat melihat Lisa masuk ke dalam.
"Aku ingin membuatkan kalian makan siang," ujar Lisa.
"Tidak usah, sebaiknya kau beristirahat," ujar Sean.
"Aku tidak lelah Tuan," ujar Lisa berjalan masuk.
Dengan kesal Sean menarik Lisa dan menggendongnya ala bridal style lalu membawa Lisa ke rumahnya yang Lisa tempati bersama ibunya.
"Tuan turunkan aku," ujar Lisa namun Sean tidak mempedulikannya.
"Masuk," ujar Sean membukakan pintu untuk Lisa.
"Kau boleh keluar saat keadaanmu sudah membaik," ujar Sean.
Lisa menurut apa kata Sean, ia berjalan menuju tempat tidur yang ia gunakan bersama ibunya rasa sesak kembali merasuki hatinya.
"Kau jahat Bu, kau meninggalkanku sendirian," lirih Lisa sambil membaringkan tubuhnya yang terasa sangat lelah dan tak lama kemudian Lisa terlelap dengan napas yang teratur.
***
Lisa mengerjapkan matanya lalu melirik jam dinding yang ada di kamarnya tanpa mengatakan apapun Lisa bergegas untuk mandi karena merasa tubuhnya terlalu lengket.
Sekitar 15 menit Lisa keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.
"Ibu kenapa kau tidak membangunkan ku?" ujar Lisa tanpa melirik sekitarnya.
"Bu?" ujar Lisa lagi sambil mencari-cari keberadaan Melda.
"Apa ibu sudah pergi ke rumah Tuan Sean?" gumam Lisa.
"Baiklah aku akan menyusulnya sekarang," ujar Lisa.
Tapi pada saat ingin melangkah keluar tiba-tiba Lisa terdiam di tempatnya Lisa baru menyadari sesuatu, hatinya sakit matanya kembali berair ketik menyadari kalau ibunya sudah meninggal.
"Aku merindukan mu Bu," lirih Lisa duduk di samping tempat tidurnya lalu memeluk kedua lututnya sambil menangis tersedu-sedu.
"Hiks hiks hiks hiks," suara tangis Lisa terdengar sangat piluu seolah menggambarkan perasaannya saat ini.
Seseorang masuk dan memegang pundak Lisa, membuat Lisa mendongak menatap orang itu.
"Ada apa Nyonya? kau butuh sesuatu?" ujar Lisa berdiri dari duduknya dan mengusap air matanya.
"Bukan aku, tapi kau," ujar Gege menyerahkan sepiring nasi dan segelas air dan tak lupa ada sebuah vitamin yang biasa di minum oleh Lisa.
"Duduklah dan makan ini," ujar Gege.
"Nyonya-" perkataan Lisa terpotong ketika Gege meletakkan telunjuknya di bibir Lisa.
"Gege! jangan memanggilku Nyonya karena kau adalah istri kakakku yang artinya kau adalah Kaka iparku," ujar Gege tersenyum membuat Lisa kebingungan.
"Makanlah kak aku akan menemanimu di sini," ujar Gege mengusap pundak Lisa.
"Aku tidak lapar," ujar Lisa menunduk.
"Kakak, aku tahu perasaan mu kau pasti sangat sedih kan? aku juga akan merasakan hal yang sama jika aku yang berada di posisimu," ujar Gege.
"Kakak maafkan aku, karena menyelamatkan ibuku kau jadi kehilangan ibu mu," ujar Gege tulus.
"Aku tidak menyalahkan siapapun atas kematian Ibuku, ini sudah ketentuan takdir kita tidak bisa melawannya," ujar Lisa.
"Kenapa kau berubah menjadi baik kepadaku?" tanya Lisa membuat Gege merasa bersalah.
"A-aku minta maaf kak, sebenarnya yang membuat Felysia pergi bersama Gema adalah ulah aku dan kedua kakakku," ujar Gege.
"Kak Jeje dan kak Bela yang mengatur semuanya dan tentang surat itu, kak Jeje yang meminta Felysia untuk menuliskan namamu," ujar Gege lagi.
"Maafkan aku kak, aku pasrah jika kau ingin mengatakan ini semua pada kak Sean," ujar Gege.
"Aku sudah tahu semuanya tepat di hari pernikahan itu, hanya saja selama ini aku diam dan tidak ingin mengungkapkan kebenaran," ujar Lisa.
"Kau tahu? tapi kenapa saat itu kau tidak memberitahukan pada kakak?"
"Ge, Tuan Sean sangat benci yang namanya pengkhianatan dia akan merasa sakit hati dan Kecewa saat dia tahu kalau di rumahnya ada seorang pengkhianat apalagi itu adalah adik-adiknya, aku sangat yakin Tuan akan merasa kecewa dan melakukan hal-hal yang akan menyakiti dirinya,".
"Dan aku tidak sanggup melihat Tuan terluka," lirih Lisa.
"Terimakasih kak, sekarang kau adalah kakakku, jangan sungkan meminta bantuan padaku," ujar Gege memeluk Lisa.
"APAA INI?!" teriak Jeni sambil menarik Gege yang sedang memeluk Lisa.
"Kakak," ujar Gege.
"KENAPA KAU MEMELUK SEORANG PELAYAN?" teriak Jeni.
"DIA KAKAK IPAR KU! BUKAN PELAYAN,".
PLAK!
"Beraninya kau membentak kakakmu!" ujar Jeje.
"Ayo Pulang!" ujar Jeni lagi sambil menarik lengan Gege.
Lisa memandang mereka berdua dengan tatapan sendu.
Bersambung .....