Happy reading 💐
Typo bertebaran
Silahkan di Coment jika Ada Typo 😉Setelah mereka mengatur semuanya mereka keluar dari kamar Sean.
"Tapi bagaimana supaya Sean bisa melihat mereka? sedangkan Sean berada di kantor dan pulang nanti sore," ujar Dewa.
"Iya? sedangkan obat bius itu tidak bisa bertahan sampai lama," ujar Bela lagi.
"Tenang saja, aku sudah menyembunyikan berkas Kakak yang sangat penting dan ketika dia menyadari kalau berkasnya tidak ada maka dia akan pulang ke rumah dan mencarinya," ujar Jeni sambil mengangkat berkas ber-map kuning.
Belum lama Jeni mengatakan itu suara klakson mobil Sean terdengar memasuki halaman rumahnya.
"Saatnya tiba," ujar Bela menyeringai.
Sean memasuki rumahnya dan di sambut oleh Jeni yang berdiri di ujung tangga.
"Ada apa?" tanya Sean.
"Ah tidak Kak, aku hanya heran melihat kau pulang secepat ini," ujar Jeni
"Berkas ku ketinggalan terpaksa aku pulang karena itu sangat penting," ujar Sean.
"Tapi, aku tidak ingat terakhir kali menaruhnya dimana".
"Aku akan membantu mencarinya, kita mulai dari kamar mu,"
Jeni membuka pintu kamar Sean dan berpura-pura terkejut melihat pemandangan di depannya.
"Ada apa?" tanya Sean lagi.
"Se-sebaiknya ka-kau mencari di tempat lain saja, bi-biar aku yang mencarinya di dalam," ujar Jeni lagi berpura-pura untuk terlihat gugup.
"Kau kenapa? Apa yang kau sembunyikan," ujar Sean sambil mencoba untuk melihat ke dalam.
"Tidak kak, aku mohon jangan melihat kedalam aku tidak ingin kau bertengkar lagi," ujar Jeni semakin membuat Sean ingin masuk ke dalam.
"Minggir lah!" kesal Sean sedikit mendorong Jeni dan memberinya jalan untuk masuk.
Sean tertegun di tempatnya melihat Pemandangan yang ada di tempat tidurnya, tangannya mengepal kuat memperlihatkan urat-urat tangannya, wajah Sean memerah sebab menahan amarah yang terus membara di dalam dirinya.
Ia tak percaya dengan apa yang dia lihat, orang yang sudah ia anggap keluarga kini tidur bersama dengan istrinya?.
Dengan amarah yang sudah di ubun-ubun, Sean berjalan menuju meja dan mengambil segelas air lalu menyiram Rafa dan Lisa yang sedang tidur nyenyak di atas kasur.
Karena air itu, Rafa dan Lisa terbangun dengan kepala yang terasa nyeri. Bahkan untuk melihat pun masih kurang jelas.
"Aaakh," ringis Lisa sambil memegang kepalanya.
PRANG!
Gelas yang ada di genggaman Sean pecah akibat bertemu dengan lantai kamar Sean, pecahan itu berserakan dimana-mana.
"Tuan," lirih Lisa belum menyadari semuanya.
"BANGUN!" bentak Sean sambil menarik kerah baju Rafa yang belum sepenuhnya sadar.
"BARUSAN KAU BILANG TIDAK MENYUKAI ISTRIKU, TAPI SEKARANG KAU MALAH TIDUR BERDUA DENGAN DIA DAN ITU KAU LAKUKAN DI DALAM KAMAR KU!" teriak Sean di depan wajah Rafa.
Rafa menepis tangan Sean yang berada di pundaknya dengan sisa-sisa tenaganya.
"Apa yang kau katakan kak? Aku tidak mungkin melakukan hal serendah itu," ujar Rafa membela diri.
"Ooh tidak melakukan? LALU APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN LISA DI KAMAR KU?! AKU MELIHAT DENGAN MATA KU SENDIRI KALIAN SEDANG TIDUR BERDUA!" teriak Sean berapi-api.
"Tuan aku tidak tahu apa-apa, waktu aku masuk ke kamar mu Seseorang membekap mulut ku dan setelah itu aku tidak tahu apa lagi yang terjadi," kata Lisa mencoba untuk menjelaskan kepada suaminya.
"KAU PUN SAMA RENDAHNYA DENGAN DIA! KAU BENAR-BENAR MENJIJIKAN LISA!" teriak Sean depan wajah Lisa.
"Kakak cobalah percaya kepada kita, aku juga tidak tahu kenapa aku bisa tidur dalam kamar mu," ujar Rafa.
"Percaya? Kalian berdua meminta aku percaya kepada kalian? sedangkan aku melihat kalian berdua dengan mataku sendiri!" tegas Sean.
"Kau berbohong tadi pagi, kau berasalan kalau kau mengantuk ternyata itu tak tik mu biar kau bisa berduaan dengan wanita itu di kamar ku," ujar Sean menunjuk Lisa.
"Kak, aku baru ingat setelah meminum jus dari jeni kepalaku terasa pusing dan mengantuk," ujar Rafa yang langsung mendapatkan tamparan keras di pipinya.
"Jangan melibatkan seseorang dalam kesalahan mu, bukan cuma kau yang meminum jus dari jeni aku juga meminumnya," kata Sean penuh penekanan.
"Kau tau aku sangat membenci seorang pengkhianat, untuk itu kau sudah tidak memiliki jabatan apa-apa di kantor dan di rumah ini Rafa, seorang pengkhianat Seperti mu tidak pantas mendapatkan tugas seperti ini," ujar Sean penuh kekecewaan.
"Kalian berdua benar-benar menjijikan, kembalilah ke rumahmu Lisa kau tidak berhak tinggal dalam kamar Ku," ujar Sean menatap Lisa penuh kebencian.
"Tidak Tuan, tolong percaya aku," mohon Lisa.
"Pergilah dari hadapan ku, aku tidak ingin melihat wajahmu lagi bahkan ketika kau mati sekalipun," ujar Sean tanpa memandang Lisa.
***
"Ibu apa kau juga percaya aku melakukan hal itu?" tanya Rafa pada Silvia.
Setelah kejadian itu mereka berdua benar-benar tidak tahu harus melakukan apa lagi.
"Tidak sayang, aku sangat mengenal karakter kalian berdua tapi ibu bingung siapa yang melakukan ini semua?" ujar Silvia.
"Aku juga tidak tahu Bu, saat aku masuk ke kamar Tuan seseorang membekap mulut ku," ujar Lisa.
"Lebih baik kalian berdua tenang dulu jangan membahas masalah ini sekarang sebaiknya kita menunggu keadaan ini membaik," ujar Gege.
"Lisa, pergilah ke kamar mu yang dulu untuk saat ini jangan temui kakak itu akan membuat mu Semakin sakit hati," ujar Gege.
"Baiklah, kalau Begitu aku pergi dulu," ujar Lisa.
***
Lisa memandang dirinya di pantulan cermin yang ada di kamarnya, tidak ada yang berubah dari kamar itu kerinduan akan sang ibu menyeruak masuk dalam diri Lisa.
"Tidak Bu, aku wanita yang kuat kau yang mengajarkan ku jangan khawatir aku tidak akan menyerah hanya karena hal ini," ujar Lisa memandang foto ibunya.
Tiba-tiba kepala Lisa terasa pusing lebih sakit daripada yang sebelumnya darah segar juga mengalir dari hidungnya.
"Aaakh," ringis Lisa memegang kepalanya.
Dengan sekuat tenaga Lisa keluar dari kamarnya dan bergegas kerumah sakit tanpa sepengetahuan orang-orang rumah.
Butuh waktu beberapa menit untuk sampai di rumah sakit, sekarang Lisa sedang menunggu hasil pemeriksaan dari dokter.
"Bagaimana dok?" tanya Lisa.
"Dari hasil Lab, anda divonis terkena kanker otak stadium lanjut," jelasnya membuat Lisa terkejut
"A-apa? kanker?" Lirih Lisa
"Iya, saran saya sebaiknya anda berobat agar kankernya segera hilang,"
Lisa terdiam di tempatnya, kenapa banyak sekali penderitaan yang harus ia lewati?
Bersambung...