39

3K 269 12
                                    

Happy reading 💐
Typo bertebaran

Silahkan di Coment jika Ada Typo 😉

"Aku mencintaimu Lisa," bisik Sean.

"Aku tidak tahu sejak kapan perasaan ini hadir, yang aku tahu aku tidak ingin kau jauh dariku apalagi sampai kau menjadi milik orang lain," ujar Sean lagi lalu melepas pelukannya.

"Terimakasih karena kau begitu sabar mengajariku tentang apa itu cinta sebenarnya, kau tidak membuktikannya dengan perkataan saja akan tetapi kesabaran mu selama ini telah menyadarkan aku bahwa kau lah yang aku butuhkan bukan Felysia atau  wanita lain," kata Sean lagi sambil menggenggam tangan Lisa.

"Apa kau tidak salah? bu-bukan kah kau tidak mencintaiku?" tanya Lisa masih tidak percaya dengan apa yang di katakan Sean barusan.

"Bukan tidak Lisa, hanya saja waktu itu aku memang belum mencintaimu tapi sekarang cinta itu tumbuh dan itu semua karena dirimu,".

"Jadiiii, izinkan aku melamar mu kembali di depan keluarga ku dan aku akan menikahi mu," ujarnya lagi.

Sungguh saat ini Lisa tidak bisa mengatakan apapun dirinya masih terkejut dengan apa yang di katakan Sean padanya, apakah Lisa harus bahagia? atau tidak?.

"Terimakasih," ujar Lisa tersenyum.

"Sekarang ayo kita pulang dan memberitahukan kepada yang lain," ujar Sean menarik tangan Lisa menuju motornya.

***

Tak butuh waktu lama mereka sudah sampai di rumah, dengan perasaan bahagia Sean masuk dan memanggil ibu dan adik-adiknya.

"Ada apa Nak?" tanya Silvia.

"Iya kak ada apa?" tanya Gege.

"Tunggu, kalian tadi pergi berdua dan sekarang pulang sambil bergandengan tangan dengan wajah yang tersenyum ada apa ini?" tanya Rafa sedikit menggoda Sean dan Lisa.

"Ekhm, Ibu aku ingin meminta izin kepada mu aku ingin menikahi Lisa," ujar Sean membuat semuanya terkejut.

"APA?" teriak Jeni.

"Kenapa kau ingin menikahinya? bukankah kau sama sekali tidak mencintainya?" ujar Jeni secara terang-terangan menunjukkan ketidak sukaanya pada keputusan Sean.

"Memangnya kenapa jika Kakak ingin menikah dengan Lisa? apa dia memakai uangmu? tidak kan?!" kesal Rafa.

Saat Jeni hendak membalas perkataan Rafa matanya tak sengaja bertemu dengan Bela yang menatapnya tajam.

"Sudah-sudah, Sean ibu sangat bahagia mendengar kabar ini secepatnya kita akan mempersiapkan pernikahan kalian berdua," ujar Silvia menatap Sean dan Lisa dengan lembut.

"Baik Bu, terimakasih sebelumnya aku akan ke kamar," ujar Sean dan berpamitan pada Lisa.

"Ibu, aku juga ingin ke kamar," ujar Lisa.

"Ah Lisa aku ingin berbicara denganmu," ujar Bela sambil tersenyum.

"Kita bicarakan di kamarmu saja," ujar  Bela melangkah menuju kamar Lisa di susul oleh Jeni dan Lisa di belakangnya.

"Silahkan masuk," ujar Lisa.

"Apa yang ingin kalian bicarakan?" tanya Lisa.

"Apa yang sudah kau perbuat pada kakakku? kenapa dia ingin menikahi mu! katakan apa yang sudah kau lakukan padanya!" teriak Jeni.

"Ak-aku tidak melakukan apa-apa pada Tuan," ujar Lisa gugup.

"Bohong! kau pasti sudah mencuci otaknya kan? bilang saja kalau kau ingin menguasai semua harta kakakku!" kesal Jeni lagi.

"Tuan terlalu pintar untuk aku manfaatkan jadi kau jangan berbicara yang tidak-tidak,".

"Ah Lisa maafkan adikku, dia memang kurang sehat akhir-akhir ini jadi sering mempermasalahkan hal hal kecil, Jeni sebaiknya kau beristirahat saja," ujar Bela pada Jeni.

Dengan kesal Jeni meninggalkan kamar Lisa, dan hanya Lisa dan Bela yang ada di sana.

"Perkataan Jeni tidak usah kau masukkan di hati Lisa, aku ke sini untuk mendukung mu menikah dengan kakakku, aku mendukung apapun yang kalian lakukan," ujar Bela sambil membelai rambut Lisa.

Lisa tidak bodoh, ia yakin apa yang di katakan oleh Bela berbanding terbalik dengan apa yang ia inginkan.

"Terimakasih karena kau ingin menerima ku," ujar Lisa tersenyum.

"Ah Lisa apa ini ayahmu?" tanya Bela sambil memperlihatkan sebuah bingkai foto yang berada di atas meja.

"Iya itu adalah ayahku, apa kau mengenalnya?" tanya Lisa.

"Tidak aku hanya bertanya saja karena baru pertama kali aku melihat ayahmu walaupun hanya foto," ujar Bela.

"Baiklah Lisa kalau begitu aku keluar, kau beristirahat saja," ujar Bela.

"Iya,".

Bela keluar dari kamar Lisa tak lupa menutup pintunya.

"Bersiap-siaplah untuk permainan selanjutnya Lisa," gumam Bela sambil menatap pintu kamar Lisa.

Bersambung...


HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang