[21]

3.6K 560 64
                                    

Budayakan vote sebelum membaca !

Happy 1k votes!

______

TAEHYUNG merenung sembari menatapi wajah tampannya di depan kaca besar yang terletak di kamar mandi. Tangan Taehyung merayap meraba dadanya yang terasa sakit dan juga sesak.

"Gue kurang apa sih?! Ganteng? Udah! Kaya? Udah! Pinter? Nggak terlalu sih. Tapi kan masa depan gue udah terjamin," Taehyung mengepalkan tangannya di kedua sisi tubuh.

"Penghinaan ini namanya. Awas aja kalo gue udah sukses. Gue tendang tuh Aki-Aki!" Taehyung menggeram.

Tapi, satu detik setelahnya, Taehyung menggeplak bibirnya. "Astatang! Inget! Dia calon mertua lo, Taehyung!"

Drt.... drt....

Taehyung meraba celana kolor berwarna hitam yang ia pakai. Tangannya bergerak mencari sebuah benda yang satu-satunya berada di sana.

"Halo Jim?" Taehyung mendekatkan ponselnya pada telinga.

"Gimana? Berhasil?" suara Jimin di seberang sana terdengar panik.

"Wesss! Nyantai dong bossque!"

"Jan ngalihin pembicaraan lo! Lo pasti gagal kan?"

Taehyung tersenyum getir. Bahkan sahabatnya sendiri pun sudah menduga kalau ia akan ditolak. Seburuk itu kah dirinya? "Iya, Papah Jennie nolak gue."

"Ta-Taehyung! Lo... lo nggak papa 'kan?!"

Taehyung tersenyum pada bayangannya yang berada di kaca. "Gue nggak papa."

"Lo nggak bisa boong sama gue!"

Taehyung menghela nafas kasar. "Gue otw ke apart lo."

"Gue tunggu."

Tut.... tut....

Taehyung keluar dari dalam kamar mandi. Menyambar kunci mobil, kemudian pergi dari rumah tanpa mengganti pakaian kucelnya.

*****

Jimin menatap cowok di sampingnya aneh. Taehyung tak pernah sekacau ini sebelumnya. Walaupun sedang berada dalam batas kesedihan, Taehyung masih sempat-sempatnya tersenyum. Tapi, kali ini? Cowok itu bahkan langsung duduk termengu ketika baru memasuki apartement Jimin.

"Lo kenapa sih Tae?! Sedalem itu yah rasa lo ke Jennie?" Jimin bertanya dengan raut yang bisa dibilang jengah.

Taehyung meraup wajahnya menggunakan tangan. "Gue juga nggak tau."

"Bucin lo!" Jimin mencibir.

Taehyung melirik sahabatnya malas. "Gue lagi nggak bercanda, Jim."

"Nih gue kasih saran," Jimin sedikit merapikan posisi duduknya. "Jatuh cinta itu boleh, tapi kalo dibutakan karena cinta itu nggak boleh. Itu bahaya, bisa bikin lo sinting tau nggak? Kalo emang lo tulus sama Jennie, kejar dia, Man. Papahnya cuma mau ngerestuin kalo otak lo yang goblok ini..." Jimin berhenti sejenak untuk menunjuk pelipis Taehyung. "....jadi pinter!"

Taehyung menjauhkan telunjuk mungil Jimin dari pelipisnya. "Ya tapi gimana caranya?! Otak gue udah penuh nih kapasitasnya!"

Jimin nampak berpikir. "Belajar yang bener! Jan cuma main game mulu! Jan suka tidur pas pelajaran! Perbanyak baca buku."

Taehyung menggeleng. "Nggak bisa!"

Jimin menggeram kesal. "Ya kan biar dapet restu oon!"

Taehyung menghela nafasnya kasar. "Gue mau nyerah aja lah."

Jimin ikut menghela nafas. Kalau Taehyung sendiri yang bilang sudah ingin menyerah, itu artinya cowok itu benar-benar lelah.

"Gue mah terserah lo!"

"Gue balik!" Taehyung berlalu dari apartement Jimin.

Jimin menatap punggung yang lama-lama menghilang dari pandangannya dengan tatapan iba.

"Semoga lo selalu baik-baik aja, Tae. Masih banyak orang yang mau sama lo, yang bisa ngehargai lo. Bukan cuma Jennie."

*****

Taehyung sampai di rumah. Cowok usia tujuh belas tahun itu langsung saja mengernyitkan kening kala seluruh keluarganya berkumpul di ruang tengah. Pun tidak dengan posisi yang sewajarnya. Jika biasanya mereka akan pada posisi santai. Maka kini posisi mereka nampak menegangkan. Duduk tegak berhadap-hadapan. TV yang biasanya menyala pun kini mati.

"Kalian ngapain?" tanya Taehyung mendekati mereka.

Irene yang pertama menoleh ke belakang. "Duduk."

Taehyung semakin mengernyitkan kening ketika ia menangkap nada yang beda pada suara Bundanya. Maka tanpa pikir panjang, Taehyung langsung mendudukkan dirinya di samping Jisoo.

"Ada apa nih? Kok mukanya tegang-tegang gitu?" Taehyung menatap satu per satu anggota keluarganya.

"Ayah mau ngomong serius sama kamu, Taehyung," Suho kembali memperbaiki kertas yang ia genggam.

"Ngomong apa?" Taehyung bertanya tanpa beban.

"Nilai kamu anjlok," Suho menatap Taehyung dingin.

Taehyung menggaruk tengkuknya. Sudah ia duga. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sidang pasti akan dilakukan.

"Kan emang udah biasa, Yah."

Rahang Suho nampak mengeras. "Kali ini kamu udah bener-bener keterlaluan."

Taehyung hanya diam. Kepala cowok itu mengangguk secara berangsur-angsur.

"Ayah mau kirim kamu ke Korea," finally Suho.

Kepala Taehyung mendongak. "Tapi Yah-"

"Nggak ada tapi-tapian!" kali ini, Irene yang menyentak.

Taehyung merenung sejenak. "Oke, Tae bakal ke Korea, tapi kalo Jimin juga ikut."

Suho dan Irene saling tatap, kemudian kompak mengangguk.

"Oke, nanti Bunda bakal minta izin ke Mamihnya Jimin," Irene menyahut.

Taehyung mengangguk puas. Mungkin ini saatnya ia lari dari Jakarta, dari Indonesia, tempat kelahirannya, juga rasa sakitnya. []

_________

(A/N)

Part kali ini nggak ada Taennie moment. Tapi tenang aja, part selanjutnya bakal banjir dah pipi klean.

[✔] Ms. ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang