[24]

3.7K 554 23
                                    

Budayakan vote sebelum membaca !

_____

YANG bisa Jennie lakukan sekarang hanyalah menangis. Meringkuk di pojokan kamar sembari menggigit bibir sekuat mungkin. Untuk pertama kalinya Jennie merasa jatuh cinta. Tapi yang pertama justru terasa sangat menyesakkan. Mungkin inilah yang dinamakan karma. Dulu, Jennie selalu menganggap keberadaan Taehyung adalah sebuah masalah. Tapi, Jennie tahu betul. Itu bukanlah masalah, melainkan jalan Tuhan untuk memperkenalkan Jennie pada rasa paling indah juga paling menyakitkan di dunia ini.

C I N T A.

Jennie pernah berasumsi kalau sampai ia mati pun, ia tak akan bisa lagi merasakan cinta. Tapi, asumsinya salah. Jennie pikir, hatinya itu sudah mati secara permanen. Tak akan ada yang bisa menghidupkannya lagi. Tapi, itu juga salah. Jennie tahu, dengan berlaku layaknya seorang pengecut yang ingin menghindar dari masalah itu salah. Jika tahu salah, kenapa Jennie justru melakukannya? Karena Jennie tidak sekuat bayangan kalian.

Jennie memang kasar, tapi tak ada yang tahu bagaimana rapuhnya hati cewek kasar itu. Mereka hanya bisa menilai Jennie dari luar, juga pertemuan pertama. Tanpa adanya niat mengenal lebih jauh kemudian menjadi sahabat.

"Kenapa sih? Tuhan nggak pernah adil sama gue?" Jennie menatap ke arah lemarinya.

Jennie memalingkan wajah, menjambak rambut, kemudian kembali meloloskan satu butir air dari dalam matanya.

Suara dering ponsel berhasil membuat Jennie bangkit dari posisinya semula. Tanpa pikir panjang, cewek itu langsung menyambar ponselnya.

"Ha ... lo?" suara Jennie sedikit terputus-putus

"Halo Jen? Ini bener Jennie 'kan?"

Jennie mengernyitkan kening. Suara itu, terasa tak asing di telinganya. "I-iya, ini gu-gue."

"Habis nangis lo? Ngomongnya sesenggukan gitu?"

Jennie menggeleng secara spontan. "Eng-enggak, la-lagi cegukan aj-aja. O-oh yah, ini siapa?"

"Gue Jimin elah! Udah lupa aja lo!"

Jennie mengangguk tanpa sadar. "O-oh Jimin. Ada per-perlu apa nelphone gu-gue?"

"Lo bisa ke apart gue sekarang nggak?"

"Mau apa?"

"Pokoknya, lo dateng aja ke apartement gue."

"Ya-ya udah deh."

"Ya udah, gue tutup yah? Bye."

Tut ... tut ....

Jennie terdiam sebentar. "Ada perlu apa yah? Kok kayak mendesak sih?"

Maka tanpa berpikir lebih lama lagi, Jennie segera beranjak menuju apartement Jimin bermodalkan alamat yang dikirim oleh sang pemilik.

*****

Jennie berdiri canggung di tempatnya. Kini, ia dan Taehyung terjebak di dalam apartement Jimin. Sahabat Taehyung yang satu itu memang benar-benar kurang ajarnya. Saat Jennie baru saja masuk, sang pemilik apartement justru keluar sembari mengunci pintu apartement dari luar. Jadilah kini ia dan Taehyung hanya berdiam-diaman saja.

"Ekhem! Lo nggak mau minum Jen? Kalo haus tinggal ambil minum di kulkas aja," Taehyung memutuskan untuk bersuara. Jangan pernah lupa kalau Taehyung itu tak suka suasana canggung.

Jennie hanya mengangguk saja tanpa ada niat beranjak dari tempatnya. Ia merasa seperti orang bodoh sekarang.

"Lo nggak mau duduk? Kalo pegel duduk aja, gue bisa pindah ke kamar Jimin kok," Taehyung hendak bangkit dari duduknya, tapi Jennie justru langsung mendaratkan tubuhnya di samping Taehyung.

"Nggak usah pindah," Jennie berceletuk.

Taehyung mengangguk patuh.

Taehyung membasahi bibir bawahnya. Nampak ragu untuk mengeluarkan pertanyaan yang satu ini. "Lo-lo ngapain ke sini? Ada perlu sama Jimin? Tapi kok tuh Si Bantet malah pergi?!"

Jennie tercengang. Ia bingung ingin menjawab apa. "Eum ... itu ... se-sebenarnya ... gue disuruh ke sini sama Jimin. Tapi ... dia malah pergi," Jennie meringis pelan di akhir kalimat.

Taehyung mengangguk paham. "Terus sekarang mau ngapain?"

Mata Jennie mengerjap pelan. "Lo ... ngusir gue?"

Taehyung melirik Jennie. Sedari tadi mereka memang berbicara tanpa menatap satu sama lain. "Ya enggak, cuma kan dari tadi kita diem-diem aja."

"Ya inikan udah nggak diem," sahut Jennie.

Taehyung berdecak sebal. "Iya deh iya."

"Gue haus, ambilin minum dong," Jennie menyenderkan punggungnya pada punggung sofa.

Taehyung menurut. Cowok itu langsung beranjak menuju dapur.

Tak sampai sepuluh menit, Taehyung sudah kembali duduk di samping Jennie. Cowok pemilik wajah tampan itu langsung menyodorkan segelas jus yang sudah sahabatnya taruh di kulkas.

Jennie menerima jus itu, menegaknya sampai tandas setengah, kemudian kembali menaruhnya di atas meja. Tatapan Jennie kini teralih pada cowok yang tengah bertumpu dagu di sampingnya.

"Ngapain aja di sana?" tanya Jennie tiba-tiba.

"Ha?" Taehyung menyahut tak paham.

"Ya ... selama lo di Korea, ngapain aja?" Jennie memalingkan wajah.

Taehyung tersenyum tipis. Sekarang ia tahu maksud gadis di sampingnya. "Gue di sana ketemu sama cewek bule. Bentukannya bening banget euy, otaknya juga nggak main-main. Pokoknya-"

"Udah nggak usah dilanjutin!" ketus Jennie.

Taehyung menahan senyumnya. "Katanya nanya gue di sana ngapain aja. Nih gue mau jawab. Gue lanjutin aja yak?"

Jennie melirik sinis. "Udah dibilangin jangan dilanjutin juga! Kenapa sih nggak ngerti banget?!"

Taehyung terkejut. Nada bicara Jennie mulai meninggi. "Ih gue bercanda, Jen. Lo mah kebiasaan! Suka dimasukin ke ati."

"Ya makanya jangan bikin orang naik darah dong!" Jennie mempertahankan nada tingginya.

"Gue nggak bikin lo sewot loh Jen dari tadi!" Taehyung berusaha memancing.

"Lo tuh sadar nggak sih?! Lo nyeritain tentang kesempurnaan cewek lain di depan gue! Emang sesempurna apa sih bule itu?! Palingan cuma modal badan kurus sama hidung mancung doang!" sembur Jennie.

"Cemburu," Taehyung berceletuk.

Jennie semakin memalingkan wajahnya. "Nggak!"

Taehyung mendekatkan tubuhnya pada Jennie. "Yakin? Mana sini liat wajahnya?"

"Nggak mau!" Jennie menahan senyum.

Taehyung tertawa. "Cemburu tinggal bilang aja sih. Gue juga cuma boong kok."

Jennie melunturkan senyumnya. Cewek itu memukul keras bahu Taehyung, kemudian beranjak masuk ke dalam kamar Jimin.

Taehyung melongo di tempatnya. "Lah?! Ngambek!" []

_________

(A/N)

Aku kuat kok baca ulang part ini__-

[✔] Ms. ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang