Bahkan tak perlu cahaya, agar dapat menikmati cantik wajahmu
-Langit
Dengan kaki bergetar gue mencoba ngatur napas, yang makin berantakan aja. Mata gue noleh ke belakang, gue takut orang aneh itu ngamuk ke gue lagi.
"Langit? Dari mana? Jogging? Malem gini? Lu becanda?"
"Abis ngelawak gue, Van!" seru Langit. Napasnya masih terengah-engah.
"Lho? Abis ngelawak? Kenapa itu pelipis banyak airnya?"
"Ivan, lu ngeselin banget asli. Ngapain lu di rumah gue?"
Mata Langit memicing, memandang Ivan dengan sorot mata 'gue bunuh lu sekarang.'
"Aelah Lang, lu pelit amat. Mbok lu aja nggak masalah gue numpang kamar mandi. Btw, pertanyaan gue belum lu jawab. Lu dari mana?"
"Tadi itu gue laper, aneh emang. Gue males banget masak mie instan, ya akhirnya gue keluar dong."
"Terus lu beli apa?" tanya Ivan heran, pasalnya cowok di depannya tak membawa apa pun di tangannya.
"Astaghfirullah gusti, makanan gue mana Ivan?"
"Heh Bambang, kalo lu nanya gue? Gue nanya siapa? Pagar besi?"
"Ah gue baru inget!"
Langit menjetikkan tangannya ke atas, seakan mendapat pengetahuan briliant. Sedangkan Ivan menatapnya dengan sorot mata 'ini teman gue nggak sih?'
"Tadi dua kaki ini mengantarkan makhluk ganteng ke gedung kantor Ayah gue."
"Terus? Lu milih bunuh diri?" Ivan menaikkan alisnya bingung.
"Diem dulu, Bambang! Izinkan makhluk ganteng ini bercerita secara detail!" seru Langit melirik Ivan tajam.
•~•
Malam cerah, perut gue meronta-ronta meminta asupan gizi baik. Buru-buru gue ke bawah, berbekal duit dan ATM di dompet. Gue nekat jalan kaki, entah kenapa nasi goreng di depan gedung ayah yang gue tuju. Jarak antara gedung dan rumah gue nggak jauh-jauh amat. Jadi, gue nggak perlulah ya naik Alphard ke sini.
"Mang, Langit pesen satu ya!"
"Den Langit, tumben jarang pesen makanan lagi. Hampir bisa dihitung jari, kenapa? Nasi goreng Mamang nggak enak?"
Pria tambun yang gue panggil Mamang mengangguk, terkadang menanyakan pertanyaan kepada gue. Gue menjawab sekenanya. Cukup kilat beliau menyiapkan pesanan gue. Setelah semua siap, gue malah ngidam lebih aneh lagi. Gue pengen makan di atas rooftop, kaki gue semangat banget lari ke atas rooftop. Sambil bawa bungkusan nasi goreng. Hingga telinga gue mendengar suara aneh. Mirip lah sama tangisan manusia.
"KENAPA SIH, DUNIA GA PERNAH ADIL SAMA AKU. AKU NGGAK KUAT, TERUS-TERUSAN DISIKSA DI SANA. APA MEREKA NGGAK PUAS NYIKSA AKU? SEKARANG MEREKA AMBIL ORANG YANG AKU SAYANG JUGA? MEMANGNYA AKU KURANG APA? AKU UDAH KERJAIN SEMUA YANG MAMA MAU ... TAPI MAMA NGGAK MAU NGERTI AKU, MAMA NGGAK SAYANG AKU ... hiks ... hiks ... hiks...."
Dada gue mendadak sakit, mendengar seluruh kata-kata yang baru aja gendang telinga gue terima. Gue menatap cewek itu iba. Dengan nekat gue deketin dia, di sini kan gelap. Gue ga bisa lihat mukanya dengan jelas, tapi naluri gue berkata dia cantik.