Kamu terus, bisa nggak kamu pergi sebentar? Nanti kalo rindu tinggal balik! Gitu jangan dibuat ribet!
-Langit
"Eh kek suara kucing kejepit!" seru Langit, sibuk menoleh ke sana ke mari. Mencari asal muasal suara itu.
"Aww, please Ny! Lu kalo pilih hobby, memasak kek, nulis kek, nolep kek! Jangan hobby gebukin orang!" gerutu Langit kesal, mukanya memerah.
"Dih, baperan!" cibir Sunny.
Langit mengabaikannya, lama dia mencari suara itu lagi. Ternyata tidak ada, setelah beberapa menit berlalu sia-sia. Tangan kekar Langit menarik tangan Sunny, menuju mobilnya.
"Lang, lu beneran siput deh! Sumpah, gue jemput lu jam tiga, ini sampe jam empat baru nyampe mobil?" keluh Sunny, mencomot tissu dari tas kecilnya. Mengelap wajah yang basah akibat keringat.
Langit hanya membalas dengan cibiran dari bibir lelaki itu.
"TOLONG ... TOLONGIN GUE!!!"
"Astaghfirullahalazim, suara apaan tuh?" tanya Langit, dadanya bergemuruh.
"Ny, lu pas ke kelas gue papasan sama cewek, nggak?"
Sunny mengetukkan telunjuk di dagu, mencoba mengingat sesuatu.
"Rambut panjang?" tanya Sunny.
"Nah benar!" sahut Langit.
"Kulit putih?"
"Nah benar!"
"Baju putih?"
"Hm ... bisa jadi," kata Langit tak yakin.
"Mbak Kunti?"
Langit melempar kotak tissu di dashboard mobilnya, tepat mengenai kepala Sunny. Sunny mengaduh kesakitan, mendengkus malas Langit keluar dari mobil. Mencoba mencari asal muasal suara itu.
"Yaelah, gitu aja ngambek si Otong!" teriak Sunny, berharap sampai ke gendang telinga Langit.
Langit berjalan menyusuri koridor, membuka tiap-tiap pintu kelas. Aneh, biasanya pintu-pintu kelas akan ditutup satpam sekolah. Langit mengecek arlojinya, jam setengah empat kurang, pantas saja satpamnya belum datang.
SMA Permata Bangsa mendadak sepi penghuni, tak ada ekskul sama sekali. Padahal biasanya setiap hari sekolah ini mengadakan ekskul, entah itu basket, voli, silat maupun sastra.
Suara itu hilang, Langit masih belum menyerah, tungkai kaki itu masih berjalan di lantai koridor kelas XII IPS.
"Langit! Aelah, kenapa gue ditinggal sih, Bambang? Lu mau ke mana sih, cetok nasi?" dumel Sunny, menyetarakan langkah dengan Langit.
"Kepo amat tapi sepatu!" dengkus Langit, dia masih kesal karena Sunny mengerjainya.
"Dih, pantat panci ngambekkan!" ejek sang gadis, memeletkan lidah.
