Langit Anggara

63 17 55
                                    

Tahu? Apa yang lebih berat, bukan rindu. Tetapi menyaksikan orang yang terpaksa hadir di hidup kita. Dan kita menahannya, demi keperluan kita sendiri.
-Langit

Happy Reading ^^

Black
_Aku mau jadi pacar kamu boleh?

Destya
_Kakak gila? Kita bahkan nggak ada kenal dua jam!

       Langit mengusap wajahnya pelan, menghembuskan napas lelah. Ini baru cewek ke-sepuluh. Ada benarnya juga, mereka belum akrab. Tangannya membolak-balikan buku bercover pink. Berjudul 'Cara cepat menaklukkan cewek'. Masih dua jam! Dengan mantap dia membalas pesan Destya.

Black
_Jadi, butuh berapa lama? Agar aku dan kamu menjadi kita?

Destya
_Emang kakak serius sama aku?

Black
_Bagi aku, mencintai kamu tidak perlu lama-lama. Kau membalas chatku saja, aku senang bukan kepalang

      Lima menit kemudian Destya tak kunjung membalas pesan Langit. Lagi, cowok itu mengusap wajahnya grogi. Dia tak pernah mengenal yang namanya pacaran, yang dia tahu adalah menghafal kosa-kata asing atas perintah Ayahnya. Sekarang hari Minggu, semestinya Langit asyik bereksperimen dengan puluhan kosa-kata baru. Tetapi, semua sirna setelah dia memasuki SMA Permata Bangsa. Sekolah favorit yang menemaninya dua tahun ke depan. Atas perintah Ayahnya, tentu saja. Waktu bergulir tidak terasa, Langit sampai berjengit kaget, melihat sosok Bundanya telah berada di depan pintu kamarnya. Sambil bersedekap.

      "Kemarin hari Sabtu? Kamu ngapain aja?" tanya Bunda Anna.

       "Langit ketemu teman, Bun. Banyak, Langit suka!" seru Langit riang.

      Bundanya hanya tersenyum, sembari mengelus kepalanya pelan. Mulut Langit seolah bungkam, tentang peraturan teman itu. Nasib baiknya, otaknya cerdas dan briliant. Jadi, Langit mengarang bebas skenario untuk menggaet gadis malang itu.

      "Langit, selebaran ini apa?"

       "Oh itu, Langit mau daftar jadi pengurus OSIS, Bun."

       "Nggak ngeganggu kamu belajar?"

       "Nggak kok, Bun. Langit capek, Bun. Belajar terus, makanya Langit cari kegiatan!" seru Langit pelan.

       Bunda mengusap lengan Langit lembut, lalu berkata, "Ini demi masa depan kamu, apa yang kamu tuai itu yang kamu panen. Jika kamu menuai sesuatu yang salah, nanti anak kamu bakal ngalamin itu juga Langit. Jadi, kamu jangan sembarangan, bertingkah sewajarnya. Orang banyak jenis, Langit. Kamu tidak akan bertemu dengan satu orang saja."

      Langit menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mulutnya ingin berkata sesuatu agar Bundanya tahu apa yang selama ini dia lakukan. Tapi kinerja otaknya menolak itu semua.

      "Ingat ya, Langit! Kamu nggak boleh pacaran, karena itu menganggu konsentrasi kamu!" peringat Bunda, matanya menelusuri netra Langit. Mencoba mencari kebohongan di mata anak tunggalnya.
Langit mengangkat jari membentuk tanda setuju.

SiriusWhere stories live. Discover now