Chp. 5

698 60 53
                                    

Hayo ... Hayo ... Tinggalin jejak sebelum mulai baca, juga sebelum diunpub nih! Kejam nih gue ceritanya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Apa yang sedang kalian lakukan?"

Suara itu sepertinya tidak mengejutkan Jiyong. Buktinya dia hanya menolehkan kepalanya ke arah Taeyang. Jiyong sangat mengenal suara itu.

"Tidak bisakah kau ketuk pintu dulu?" ucap sinis Jiyong.

"Mian Jiyongie, jadi kalian sedang apa?"

"Jangan mikir yang tidak-tidak, Seungri sedang mengobati lukaku."

"Luka? Kau terluka?"

Taeyang pun berjalan mendekati Jiyong dan melihat luka yang baru saja selesai ditutup perban oleh Seungri. Seungri sendiri pun bangun dari posisinya dan memberi salam pada wakilnya itu.

"Selamat siang pujangnim."

"Ne, selamat siang." Taeyang menyambut salam Seungri tapi matanya tetap tertuju pada luka Jiyong.

"Biar kuambilkan minum dulu. Aku permisi." Seungri pun pamit.

"Apa dia yang melukaimu?"

"Pelankan suaramu, Tae." Jiyong menunjuk ke arah Seungri dengan dagunya yang baru akan buka pintu. Dirasa Seungri sudah keluar ruangan, Jiyong melanjutkan ceritanya. "Kurasa dia yang mengirimkan anak buahnya." Jiyong kembali mengenakan pakaiannya.

"Kapan kejadiannya Ji?"

"Semalam. Mereka menghadangku. Ada 8 orang saat itu dan satu orang berhasil melukaiku dengan pisaunya. Untung saja Seungri menolongku."

"Seungri? Kau bersama Seungri semalam?"

"Jangan salah paham dulu. Aku melihatnya sedang berjalan sambil mencari taksi saat pulang dari club. Aku hanya menawarkannya untuk pulang bareng."

"Hahahaha ... seorang Jiyong mengajak sekretarisnya pulang bersama?" ledek Taeyang.

"Apa yang salah?" Jiyong terlihat heran dengan sahabatnya itu.

"Tidak ... tidak ada yang salah. Yang salah mungkin otakmu, Jiyongie. Aku mengenalmu seperti apa. Jika kau melakukan hal itu, berarti kau sedang tertarik padanya. Atau memang jangan-jangan kau sudah tertarik pada Seungri?" ucapan Taeyang membuat Jiyong terkejut. Mana mungkin itu terjadi padanya.

"Jangan sembarangan ngomong kau, Taeyang-ssi. Aku tidak mungkin tertarik padanya. Dia selalu membuatku jengkel dan tidak patuh padaku." Jiyong kembali merapikan dasinya yang sebenarnya sudah rapih sejak tadi.

"Heiii ... masih tak mau mengaku? Kita lihat saja nanti. Jika kau sampai jatuh cinta padanya kau harus lakukan sesuatu!" todong Taeyang pada Jiyong.

"Apa?"

"Nanti saja jika sudah waktunya."

"Kau tunggu saja sampai Top hyung bertelur."

"Aisshh, jinjja. Lalu apa yang akan kau lakukan pada mereka, Jiyongie?" Taeyang pun mengalihkan pembicaraan.

"Biarkan saja dulu untuk sementara waktu."

"Apa tidak sebaiknya kau sebar anak buah kita? Kau sudah mengatakan ini pada Top hyung?" cecar Taeyang.

"Ani ... aku masih bisa mengatasinya. Kau tenang saja."

"Bagaimana kalau mereka datang lagi dalam jumlah besar dan kau hanya sendiri? Sebaiknya kau diantar supir, jangan mengendarai mobil sendiri," saran Taeyang penuh khawatir.

"Taeyang-ah, kau itu seperti Seungri. Cerewet!"

"Nah, apa kubilang! Sekarang dipikiranmu itu ada Seungri kan?!" tunjuk Taeyang semangat. Jiyong hanya mendecih  membuang wajahnya.

Love Or Glory (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang